Aku si makhluk Tuhan paling biasa, penuh dengan lika liku percaya
Sejak dalam rahim ia, aku di tuntut untuk percaya pada semua jiwa
Sejak itu pula aku tidak ingin percaya pada semua jiwa
Namun apadaya, aku makhluk paling biasa yang menurut pada kata ia
Di dunia, aku bertanya pada ia "apa percaya itu, Bu?"
Ia menjawab dengan leluasa "percaya adalah kamu tidak menaruh luka apalagi denda pada jiwaÂ
yang sudah menyakiti, biarkan luka itu pergi dan percaya bahwa tidak semua jiwa senang menyakiti"
Begitu jawaban dari mulut wanita yang ku sebut ia dalam tulisan ini namun ku sebut ibu di dunia.
Ia dengan wajah lugunya
Ia dengan segala sabarnya
Ia dengan semua diamnya
Ia dengan payahnya mengajarkan percaya pada aku si makhluk biasa
Datanglah kehidupan baru pada aku dan ia
Dia laki-laki yang ditinggal istri ke bumi
Memperbaiki semua rusak pada ia, ibuku
Dia, seakan penolong bagi aku si makhluk biasa
Dia, mengajarkanku percaya sama seperti ia
Dia, seakan dikirim Tuhan untuk aku menghadapi percaya itu
Lalu, aku percaya pada setiap keraguan di dunia
Ia, ibuku, berhasil
Hanya sementara, sejenak
 Aku sudah sangat percaya pada apapun dan siapapun
Karena dia, dia si penolong ia dan aku
Setelah semuanya baik,
Dia membawa jalang itu ke tengah perdamaian aku, ia, dan dia
Benar-benar disambar petir ku rasa
Patah semua tulang yang ada
Terbakar seluruh jiwa
Dia yang meyakinkan ternyata dia yang menyelam dalam pengkhianatan
Dia yang ku anggap pembela dalam kesalahan ternyata dia yang paling salah
Dia yang baik di mata ternyata dia tidak sebaik di mata
Buruk!
Pengkhianat!
Amat menjijikkan!
Aku si makhluk biasa
Tidak percaya ia
Apalagi pada Dia
Dia meruntuhkan percayaku,
Dia kembali meruntuhkan percayaku,
Dia, ME-RUN-TUH-KAN percayaku.
Menyakiti aku dan ia, ibuku.
Serang, 16 Oktober 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H