Mohon tunggu...
Nuha Afifah
Nuha Afifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Jember

Menulis untuk mengedukasi, berbagi, dan mengabadikan waktu

Selanjutnya

Tutup

Politik

Integrasi Ekonomi, Solusi ataukah Hambatan?

29 Maret 2023   09:12 Diperbarui: 29 Maret 2023   09:21 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara singkat, integrasi ekonomi merupakan pencabutan atas hambatan-hambatan ekonomi antar negara. Hambatan tersebut dapat berupa faktor tarif, kuota, dan non-tarif seperti regulasi lingkungan dan sebagainya. Lahirnya integrasi ekonomi, tidak terputus kaitannya dengan berkembangnya arus globalisasi. Sebelum memasuki pembahasan inti, berikut penjelasan mengenai keterkaitan globalisasi dengan munculnya integrasi ekonomi yang terjadi hingga saat ini.

Dilihat dari perjalanan sejarah, proses globalisasi telah dimulai sejak dihubungkannya dua benua untuk kepentingan ekonomi yaitu perdagangan, dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masa ini terjadi pada abad ke 1-SM, yaitu ketika China dan Eropa melakukan perdagangan lintas benua untuk pertama kalinya, yang kemudian terbentuk jalur sutra yang melewati Eropa Barat, Afrika Utara, Afrika Timur, Asia Tengah, Asia Selatan, hingga ke Timur Jauh. Perdagangan lintas benua ini menjadi awal yang luar biasa dalam proses berkembangnya globalisasi. 

Globalisasi terus berkembang dan bertambah pesat pada abad ke-19 pasca revolusi industri. Temuan-temuan baru di bidang teknologi komunikasi dan transportasi seperti telegraf, kapal uap, dan rel kereta api semakin memudahkan manusia untuk terhubung satu sama lain untuk melakukan kerjasama ekonmi antar negara. Namun, globalisasi ini tidak selalu berkembang secara konsisten, terdapat era-era dimana dunia mengalami keterpurukan seperti ketika PD I dan PD II yang menyebabkan banyak negara menghadapi great depression atau depresi hebat, sehingga proses globalisasi menjadi terhambat. Meskipun demikian, gelombang globalisasi kedua dan ketiga muncul setelah negara-negara super power berinisiatif untuk melakukan perubahan untuk tatanan dunia yang lebih baik setelah terjadinya perang dunia kedua. Bersama dengan ini, Amerika Serikat sebagai the winner of world war II menginisiasi adanya pembangunan tatanan ekonomi global yang bekerjasama dengan Inggris membentuk Sistem Bretton Woods yang mengatur perekonomian dunia dengan adanya pengawasan dari lembaga multirateral. Sistem inilah yang pada akhirnya melahirkan IMF, World Bank, dan General Agreement on Tariffs and Trade yang kemudian berubah menjadi World Trade Organization (WTO), yang menjadi pijakan sistem global hingga saat ini. Hingga pada kurun waktu 20 tahun terakhir, pemerintah negara-negara di dunia telah mendorong integrasi ekonomi melalui sistem ekonomi pasar bebas berdasarkan pada perjanjian dagang yang mempromosikan perdagangan internasional.

Melalui semangat mulia integrasi ekonomi, yaitu membentuk tatanan sistem perekonomian global yang lebih baik, tidak dipungkiri bahwa banyak negara yang merasakan manfaatnya. Akan tetapi pertanyaannya adalah, negara mana saja atau golongan mana yang dengan konsisten menerima manfaat integrasi ekonomi, khususnya dalam perdagangan bebas?. Perlu kita ketahui bahwa tidak semua perubahan selalui berdampak baik untuk seluruh subjeknya. Berikut kami paparkan beberapa dampak negatif integrasi ekonomi bagi beberapa negara:

  • Hilangnya Kedaulatan Negara dalam Menentukan Kebijakan Ekonomi Dalam Negeri. Globalisasi mendorong spesialisasi bagi setiap negara melalui sumber daya yang ada, akan tetapi kondisi ekonomi, geografi, politik setiap negara tidaklah sama, beruntung bagi mereka yang memiliki cukup kekuatan dan pengaruh global untuk dapat mengelola sumber daya melalui diversifikasi, contohnya seperti Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan China. Namun, bagaimana nasib negara-negara diluar itu? Mereka mungkin terbantu melalui tersedianya kebutuhan masyarakat dengan cara impor dari negara maju. Hal tersebut menjadikan suatu negara mengalami ketergantungan terhadap negara lain yang dapat mendorong terciptanya "special relationship" yang berdampak buruk pada fleksibilitas dan kemerdekaan sebuah negara dalam membuat kebijakan fiskal, keuangan dan moneter dalam negeri. Hilangnya kedaulatan ini biasanya berpotensi besar terjadi pada negara-negara periphery, contohnya yaitu Sri Lanka. Pada tahun 2022 kemarin, Sri Lanka telah dinyatakan bangkrut akibat hutang yang menggunung. Sri Lanka menjadi negara yang memilih memenuhi kebutuhan domestiknya melalui impor. Diketahui bahwa China menjadi aktor yang berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan domestik Sri lanka melalui impor dan pemberian pinjaman terbesar keempat. Hal tersebut dilihat oleh AS sebagai jebakan hutang China. Melalui hutang yang dipinjamkan, China meminta jatah ekspor produk ke Sri Lanka senilai US$ 3,5 miliar. Hal tersebut memberikan pengertian mengenai seberapa besar kuasa China terhadap Sri Lanka yang bergantung baik dalam finansial maupun kebutuhan domestiknya.

  • Integrasi ekonomi dengan gelombang globalisasi yang cepat menyebabkan sebagian orang kehilangan pekerjaannya karena harus bersaing dengan robot ataupun mesin. Hal ini menjadikan negara yang belum siap bersaing secara global akan tertinggal sehingga meningkatkan pengangguran dalam negeri dan meningkat pula ketergantungan akan produk impor. Alasan tersebut muncul dikarenakan setiap negara memulai dengan start yang berbeda-beda dan dengan kesiapan yang jomplang. Bahwa integrasi ekonomi seharusnya bukan hanya untuk membuat setiap negara ataupun individu mendapat sumber daya ataupun peluang yang sama, akan tetapi juga harus mendorong pengalokasian sumber daya dan peluang yang tepat sesuai kebutuhan masing-masing individu maupun negara untuk mencapai hasil yang setara dalam dimensi global.

Pada akhirnya pandangan penulis soal tujuan integrasi ekonomi yaitu bahwa misi awal yang mulia tersebut mungkin terwujud namun hanya bertahan bagi segelintir kelompok saja. Namun sebenarnya, tingkatan ekonomi atau kelas ekonomi tidaklah berubah, bahwa negara maju yang berkuasa atas sistem adalah yang paling diuntungkan dari berlakunya sistem tersebut. Dan yang menjadi korbannya lagi-lagi ialah negara-negara terpinggir yang tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk mempengaruhi sistem yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun