“Diawal saya masuk, saya berhadapan dengan karyawan tidak punya inisiatif dan tidak punya kepercayaan terhadap pimpinan, low trust society. Saya anggap ini kondisi tersulit, karena jelas tidak mungkin menggerakkan orang yang nggak percaya kepada saya selaku pimpinan. Saya berfikir keras mencari cara dan saya putuskan akan mulai dengan quick win-quick win. Bekerja cepat yang hasilnya langsung bisa mereka lihat dan rasakan. Hal ini saya lakukan konsisten dan terus menerus tanpa henti. Ujung-ujungnya top resultnya saya arahkan pada perubahan culture dan values. Pelan-pelan hasilnya nampak, revenue tumbuh, kesejahteraan meningkat, dan orang-orang jauh lebih bergairah. Setelah itu berhasil saya push untuk memperbaiki semua engine. “Mesin Perusahaan” harus segera diperbaiki agar kita bisa bergerak lebih cepat. Saya mulai lakukan internal audit, compliance risk based management dan terus menyentuh elemen-elemen strategis lainnya. Diluar pembenahan sistem, saya juga melakukan hal penting yang sangat strategis nilainya bagi Pelindo di masa depan. Proses ini saya awasi betul yaitu transformasi besar-besaran di bidang human resources. Untuk hal ini, rasanya saat ini kita yang terdepan, nggak ada yang mengalahkan. Kita telah mengirim 170 anak muda untuk ambil gelar master di berbagai universitas ternama di luar negeri. Kita juga sudah mengirim 70 Mid Level Manager untuk mengambil program eksekutif MBA di Khune Logistic University, Hamburg, Jerman. Bayarnya cash, at cost, karena saya tidak mau membebani direksi Pelindo yang akan datang dengan program yang saya gagas. Saya happy melihat hasilnya, program ini pengaruhnya sangat besar bagi Perusahaan saat ini dan di masa yang akan datang. Hasilnya nyata. Perusahaan tambah hebat, tambah kaya, aset perusahaan yang di tahun 2009 sebesar Rp.6,5 Triliyun, di akhir 2015 telah meningkat lebih dari tujuh kali menjadi Rp.45 Triliyun. EBITDA yang di tahun 2009 sekitar Rp.1 Triliyun telah meningkat menjadi Rp.4 Triliyun di tahun 2015. Melalui cara ini, kami dengan sengaja telah menaikan level kompetisi karyawan sejak rekrutmen pertama, yang pasti akan berpengaruh juga pada level kompetitif Perusahaan. Sekarang kalau masuk Pelindo IPK harus diatas 3, imbalannya gaji yang tinggi, bonus yang menarik serta kenaikan pangkat sesuai kompetensi. Tidak ada lagi urusan senioritas, seluruhnya kompetensi yang bicara. Kalau ditanyakan tentang kepuasaan, saya sangat menikmati proses ini, proses mempersiapkan human resources ini. Kalau project, they can do the bigger project than what i did, tapi urusan SDM adalah urusan masa depan. Urusan yang membuktikan keseriusan kita mempersiapkan masa depan yang lebih baik bagi Perusahaan dan bangsa. Saya pasti tidak akan menikmati hasilnya, tapi kebahagiaannya luar biasa. Saya puas, lega dan bangga membayangkan seperti apa Perusahaan ini nantinya ditangan orangorang hebat yang telah kita persiapkan,” terpancar kebanggaan yang luar biasa di wajah RJ Lino saat memaparkan ini semua.
Projek New Priok
Lino tak hanya meninggalkan jejak sukses dalam restrukturisasi Pelindo, keberaniannya menggagas dan mengeksekusi proyek-proyek raksasa membuat banyak orang tercengang. New Priok membuktikan itu. New Priok akan menjadi salah satu proyek pelabuhan terbesar yang pernah ada di Indonesia, jauh lebih besar kapasitasnya dibandingkan Pelabuhan Tanjung Priok yang usianya sudah lebih dari 130 tahun. Direncanakan beroperasi diatas lahan seluas 450 hektare, pembangunan terminal Kalibaru New Priok yang diperkirakan menelan dana US$ 2,5 miliar untuk tahap I dari total US$ 5 miliar untuk seluruh terminal baik fase I maupun 2 membuktikan bahwa Lino memang visioner. Dibangun dengan tujuan memberikan manfaat besar bagi Indonesia, New Priok nantinya akan mengakomodasi kapal-kapal EEE class, yaitu kapal berkapasitas besar hingga 20.000 TEUs yang memungkinkan penurunan biaya kontainer per-unit yang signifikan sehingga berdampak pada murahnya biaya logistik.
“Saya bergerak cepat dan begitu ngotot memperjuangkan proyek ini karena New Priok tidak sekedar proyek besar. Ini adalah pesan, trigger kepada semua orang bahwa kalau mau kita bisa. Begitu proyek ini jalan, orang-orang dari seluruh dunia ramai-ramai bertanya kepada saya diantara pertanyaannya adalah bagaimana bisa kamu bangun pelabuhan yang begitu besar tanpa memikirkan akses ke Hinterland? Saya jawab tegas kepada mereka bahwa saya nggak bisa membangun Pelabuhan ini dengan menggunakan frame kalian, yang kalau mau membangun apa-apa harus terintegrasi, seperti yang lazim dilakukan di Jepang, Amerika atau Eropa. You never done it in Indonesia, i do my part then pressure others where is your part? Ayo donk lakukan sesuatu, saya selesaikan tugas saya, yang lain harus segera bergerak dalam tugasnya masing-masing agar ini bisa jadi. Kalau nggak ada yang mau dan berani bergerak duluan, selamanya kita hanya akan saling menunggu, sementara orang lain sudah berlari kencang”.
Pendulum Nusantara (Toll Laut)
“Lino ini sumpah pemuda kedua, upaya menyatukan Indonesia secara ekonomi” – Dahlan Iskan
[caption caption="Pendulum Nusantara"]
[/caption]
Lino punya kepedulian dan kecintaan yang dalam pada Indonesia. Karena kepedulian itu pula dia selalu terusik untuk ikut menyumbangkan sumbangsihnya kepada Indonesia. “Pendulum Nusantara” yang kemudian dikenal dengan nama Toll Laut dan menjadi program andalah presiden Joko Widodo adalah buktinya. Pendulum Nusantara dilandasi keprihatinannya pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya terkonsentrasi di Jawa lebih khusus lagi di Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek), sementara di Indonesia timur pergerakannya demikian lambat, kalau tidak mau dikatakan tidak ada.
“Kenyataan saat ini 160 juta rakyat Indonesia secara ekonomi lebih dekat ke Cina dibandingkan ke Pontianak, Palembang, Medan dan lainnya karena ongkos logistik ke Cina jauh lebih murah. Jauh lebih mahal kirim container ke Pontianak daripada ke Hamburg. Ini kan tidak bener dan sangat berbahaya bagi perkembangan ekonomi kita kedepan. Belum lagi dengan segera akan diberlakukan Asean Community Trade. Terbayang nggak shocknya orang-orang nanti saat ini diterapkan? Banyak yang akan terkaget-kaget menghadapi kenyataan bahwa nantinya Thailand, Kamboja, Malaysia dan lainnya bisa kirim barang langsung ke berbagai pelabuhan di Indonesia dimana saja. Memanfaatkan jasa Shipping Line Internasional dengan harga sangat kompetitif mereka akan leluasa berkompetisi dengan kita yang memang tidak kompetitif. Kalau ini dibiarkan, Jawa nggak akan bisa kirim barang ke Pontianak, Medan, Makassar atau daerah lainnya karena kalah murah dari Thailand dan lainnya. Lama kelamaan apa yang terjadi? Jawa akan kehilangan market diluar Jawa, pelabuhan-pelabuhan di Jawa pasti berkurang lalu lintas domestik, dan kekurangannya diisi dari luar negeri yang pengirimannya dilakukan langsung menuju masing-masing daerah. Dampaknya apa? Pelabuhan kita yang nggak kompetitif nggak laku, nggak keurus dan secara pelan namun pasti akan mati. Jika dibiarkan lama-lama orang akan kehilangan kebanggaanya sebagai orang Indonesia, terutama orang-orang di bagian timur Indonesia yang tidak merasa mendapatkan benefit. Nah, hal ini harus kita cegah, kita harus menemukan cara untuk menyatukan nusantara, Indonesia dengan perspektif baru, perspektif ekonomi. Waktu gagasan itu saya lontarkan, baru saya paparkan sebentar saja, Menteri BUMN, Bapak Dahlan Iskan langsung berkata, “Lino ini sumpah pemuda kedua, upaya menyatukan Indonesia secara ekonomi”. Saya sempat tertegun dan kemudian berpikir benar juga. Saat ini kalau mau menyatukan Indonesia memang tidak cukup lagi hanya bermodal semangat saja, perlu terobosan, cara yang membuktikan bahwa kita peduli dan mau berbuat. Saya berasal dari Indonesia Timur, saya melihat, mengalami dan merasakan apa yang dirasakan saudara-saudara saya di daerah Indonesia Timur. Saya sedih dan tak pernah berhenti berfikir bagaimana membuat Indonesia Timur bisa tumbuh, something to be done. Kita sudah diberikan lautan sebagai jalan murah yang dikasih Tuhan. Orang yang paham akan memandang lautan sebagai perekat, bukan pemisah apalagi penghalang. Jalan ini harus kita manfaatkan,” ungkapnya sembari menjelaskan secara detail tentang Pendulum Nusantara dan dampaknya bagi Indonesia.
Tentang Indonesia dan Teknik Sipil
Dalam kesempatan langka ini, kami juga menanyakan kepadanya pandangannya tentang Indonesia dan teknik sipil?
“Sebagian besar masalah yang terjadi di Indonesia saat ini adalah karena kita hanya berpikir tentang apa yang kita bisa nikmati hari ini saja, jarang sekali ada orang yang mau berfikir jauh kedepan, masa depan. Tanpa itu kita akan kehilangan banyak kesempatan emas, dan menghabiskan banyak energi hanya untuk keperluan saat ini saya. Saya ajak orang-orang untuk mau berfikir jauh kedepan. Contoh proses transformasi human resources yang saya lakukan di IPC. Hasilnya bukan saya yang akan menikmati, tapi generasi yang akan datang, direksi-direksi setelah saya. Lalu apa yang akan saya dapatkan? Kepuasan batin karena setidaknya saya telah berhasil menciptakan satu standar baru, benchmark baru. Virus untuk meng-energize lebih banyak orang untuk mau berfikir dan berbuat untuk sesuatu jauh kedepan menurut saya harus terus ditularkan untuk membantu mengatasi persoalan bangsa yang demikian besar”.
Lino juga menyimpan keprihatinan lain terkait profesi insinyur yang menurutnya saat ini kurang diapresiasi.
“Profesi ini tidak bisa dibayar murah. Hal ini harus dikampanyekan, diperjuangkan sehingga profesi ini menjadi menarik buat orang banyak. Sayang sekali saat universitas sudah berhasil menjaring orang-orang yang bagus, menempuh pendidikan yang susah untuk menjadi insinyur, keluarnya nggak tertarik lagi bekerja dibidangnya karena profesi lain lebih menjanjikan. Kondisi ini sangat menyedihkan. Prihatin sekali saat bangsa sedang membutuhkan banyak insinyur, insinyur kita malah lebih senang berkarir dibidang lain karena gaji dan apresiasi yang lebih menjanjikan. Penghargaan yang rendah telah membuat banyak insinyur yang tidak setia pada profesinya. Kalau dihadapkan pada pilihan menjadi insinyur gajinya bintang 1 (satu) dengan kerja di bank dengan gaji bintang 5 (lima), iya semua orang akan memilih kerja di Bank. Selama bekerja sebagai insinyur sipil dibayar murah, sulit buat membuat mereka setia pada profesinya. Beda dengan insinyur jaman dulu. Dengan gelar insinyur, dulu mereka merupakan idola masyarakat dengan status atau kelas sosial yang tinggi, top class yang penghasilan secara ekonomi juga pantas. Jadi kalau mau memulihkan citra dan kecintaan pada bidang ini, tidak ada pilihan lain kecuali mau membayar insinyur lebih mahal, lebih pantas. Orang-orang yang lolos seleksi dan bisa lulus dari ITB kan orang-orang pintar, sayang jika talenta-talenta hebat ini nggak dikasih kesempatan. Jadi dalam kaitan ini para insinyur juga harus diberikan arena bermain, challenge agar kemampuan mereka terus meningkat, kalau nggak iya nanti hanya jadi insinyur kelas kambing saja.”