Mohon tunggu...
Sam Nugroho
Sam Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Notulis, typist, penulis konten, blogger

Simple Life Simple Problem

Selanjutnya

Tutup

Book

Menjelajahi Misteri Perbatasan, Antologi Karya Pegiat Literasi Batu Ruyud Writing Camp

4 Maret 2024   21:27 Diperbarui: 4 Maret 2024   21:41 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Yansen T.P. (tengah) dan kang Pepih (paling kiri) yang merupakan 2 dari 4 dalam Tim Esplindo

Bagai ilmu padi semakin berisi semakin merunduk. Begitu pula dengan ilmu pengetahuan. Mengutip peribahasa dari filsuf dalam bahasa Latin, Verba Volant Scripta Manent yang bermakna "Ikatlah Ilmu Pengetahuan dengan Menuliskannya". Satu dari sekian banyak kutipan yang tertuang pada buku Menjelajahi Misteri Perbatasan, sebuah karya antologi dari Dr. Yansen TP, M. Si., dkk. kiranya dapat menjadi inspirasi para pembaca untuk menghidupkan literasi di berbagai lini.

Buku ini merupakan antologi buah karya para pegiat literasi yang lahir dari sebuah inisiatif gerakan yang diberi nama Batu Ruyud Writing Camp di Krayan, Kalimantan Utara pada tahun 2022 yang digagas dan disusun oleh Pak Yansen TP, Kang Pepih Nugraha, Mas Dodi Mawardi dan Bang Masri Sareb Putra di bawah naungan penerbit PT. Sinar Bagawan Khatulistiwa.

Akhirnya setelah 2 tahun berselang pada Jum'at, 1 Maret 2024 yang lalu, buku antologi ini secara resmi diluncurkan kepada khalayak luas dalam suasana yang sejuk dan menyatu dengan alam di salah satu sekolah dengan kurikulum yang berbeda dari sekolah formal pada umumnya yaitu Sekolah Alam Cikeas.

 Acara peluncuran dihadiri oleh keluarga, teman dan relasi para penulis, rekan-rekan Kompasianer, para siswa SD hingga SMA SAC, orang tua wali para siswa SD yang kebetulan sedang berlalu lalang dan sejumlah pemerhati dunia literasi.

Saya dan rekan-rekan Kompasianer yang diundang hadir pada acara peluncuran buku Antologi tersebut (dok. Uli Hape)
Saya dan rekan-rekan Kompasianer yang diundang hadir pada acara peluncuran buku Antologi tersebut (dok. Uli Hape)

Rangkaian peluncuran buku Antologi "Menjelajahi Misteri Perbatasan" masuk dalam agenda pekan acara Indonesia Green Book Festival pada 26 Februari - 2 Maret 2024 dengan mengambil tema Gerakan Konservasi Alam Melalui Narasi dan Literasi yang sedang dilaksanakan di Sekolah Alam Cikeas, Puri Cikeas, Jawa Barat. Bekerjasama dengan penerbit buku Gramedia dan beberapa sponsor lainnya, acara peluncuran diawali dengan penampilan assembly (persembahan) drama musikal siswa/i SAC.

Profil Kolaborasi Empat Pegiat Literasi

Pak Yansen T.P. (tengah) dan kang Pepih (paling kiri) yang merupakan 2 dari 4 dalam Tim Esplindo
Pak Yansen T.P. (tengah) dan kang Pepih (paling kiri) yang merupakan 2 dari 4 dalam Tim Esplindo

Berangkat dari masalah literasi dan kebangsaan, mereka berempat dijuluki dengan istilah Esplindo atau kepanjangan dari Empat Sekawan Pelopor Literasi Indonesia. Siapa sangka mereka adalah orang-orang dengan latar yang berbeda-beda. Sesuai dengan slogan atau semboyan bangsa kita yaitu Bhineka Tunggal Ika, akhirnya bisa menyatukan pikir dan rasa dalam dua topik sekaligus yaitu literasi dan kebangsaan.

Pak Yansen T.P adalah seorang birokrat bergelar doktor asli Krayan, daratan tinggi Borneo di perbatasan Indonesia Malaysia di Kalimantan Utara. Uniknya beliau, meski putra daerah yang lahir dan besar di pedalaman terpelosok dan terisolasi namun punya kepedulian tinggi pada bidang literasi dan kebangsaan.

Lalu Bang Maeru Sareb Putra. Usianya kira-kira hanya selisih setahun dengan Pak Yansen. Seorang filsuf yang mendedikasikan waktu dan hidupnya dari buku sejak 2005. Buku yang telah dihasilkan lebih banyak jumlahnya dari usia beliau. Serupa dengan Pak Yansen, bang Masri juga berasal dari pedalaman yakni daerah Jangkang, kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Jadi kalau Pak Yansen beretnis Dayak Lundayeh, Bang Masri sendiri darin Dayak Bidayuh.

Yang tidak kalah hebat adalah sosoknya  yang cukup dikenal namanya di tengah-tengah Kompasianer. Kang Pepih Nugraha wartawan Kompas sejak 1990 yang telah mengeluarkan 9 judul buku tentang dunia jurnalistik/ wartawan. Figur Abah kelahiran Tasikmalaya yang sering menjadi acuan dengan gagasannya yang cemerlang terutama di bidang literasi digital ini merupakan Bapak pendiri dan pengembang situs jurnalis warga terbesar di Indonesia dan mungkin juga terbesar di Asia, Kompasiana.

Nah, terakhir yang termuda ada Mas Dodi Mawardi. Putra kelahiran Cianjur dan Bogor, penulis sekaligus akademisi, penulis dan trainer yang telah menelurkan hampir 100 judul buku dan merupakan Direktur Sekolah Alam Cikeas dan Taruna Yatim Nusantara.

Batu Ruyud Writing Camp

Wujud Buku Antologi Menjelajahi Misteri Perbatasan (dokumentasi pribadi)
Wujud Buku Antologi Menjelajahi Misteri Perbatasan (dokumentasi pribadi)

Dari hasil diskusi keempat pegiat literasi inilah lahir Batu Ruyud Writing Camp. Sesuai dengan peruntukkannya dinamai writing camp karena diselenggarakan di sebuah tempat terpencil, di tengah hutan, tanpa jaringan telepon dan internet. Kamp atau camping rasanya cocok untuk kegiatan menulis di sana. Meski acara bukan hanya kemping menulis semata.
Para anggota peserta yang hadir dalam Batu Ruyud Writing Camp jilid pertama sebelumnya telah mengikuti serangkaian kegiatan meliputi pelatihan, workshop, pendampingan dan diskusi secara maraton selama sepekan (tujuh hari tujuh malam) seputar dunia literasi.

Pada pelaksanaannya terdapat 15 pegiat literasi, termasuk 10 penulis dari berbagai kota di tanah air yang turut hadir, diantaranya berasal dari Jakarta, Yogyakarta, Solo, Bogor, Tangerang, Serang dan Pontianak. Mereka berangkat dari berbagai latar belakang dan profesi selain penulis buku seperti fotografer, ASN, guru SD dan SMA, dosen, penyair, wartawan, sastrawan, serta aktivis lingkungan hidup.

Kesepuluh dari mereka yang mengisi pelatihan dan diskusi tersebut meliputi fotografer senior Pak Arbain Rambay, Wulan Ayodya, Johan Wahyudi, Arip Senjaya, Herman Syahara, Eko Nugroho, Edrida Pulungan, Arie Saptadji, Matius Mardani dan Agustinus.

Selain kegiatan berupa pelatihan menulis, workshop (lokakarya) menulis, pelatihan puisi, diskusi, pelatihan fotografi, dan lainnya, para peserta juga berperan sebagai mentor sekaligus. Siapa yang menyangka dari dapat menghasilkan karya berupa buku tentang fenomena dan misteri di perbatasan sekaligus meninggalkan jejak dengan berbagi ilmu literasi pada penduduk setempat.


Menjelajahi Misteri Perbatasan Krayan - Kalimantan Utara

Secara sekilas isi dalam buku ini ingin menarasikan bagian bumi yang dinamai Krayan, Kalimantan Utara. Memang sebagian isi buku ini berkisah tentang Krayan, termasuk tentang masyarakat Dayak Lundayah yang berdiam di kawasan itu. Namun sejatinya buku ini bertutur lebih jauh dan lebih dalam dari itu. 

Bagaimana menarasikan gerakan literasi yang dimulai dari Batu Ruyud, sebuah tempat eksotis di Krayan, Kalimantan Utara. Gerakan Batu Ruyud Writing Camp 2022 merupakan sebuah gerakan yang dicita-citakan untuk mempengaruhi para pelaku literasi di Borneo dan Nusantara. Oleh sebab itulah, pada 28 Oktober 2022 dikukuhkan tekad yang kuat di antara mereka untuk memulai gerakan Batu Ruyud Writing Camp secara perdana tersebut.

Cerita kebangkitan Literasi bersatu dengan cerita keindahan alam Krayan, keramahan manusia Lundayeh dan tentu saja tentang transportasi di kawasan Perbatasan Indonesia dengan Malaysia yang terkesan hanya bisa dijangkau oleh kaum elit saja. Sebab semua hal dilayani dengan pesawat perintis dinarasikan dalam buku tersebut.

Buku ini menjadi penting untuk menarasikan bagaimana literasi itu dianggap penting untuk digerakkan, mengapa Krayan yang notabene adalah kawasan perbatasan dipilih  menjadi inspirasi untuk mendeklarasikan sebuah kebangkitan yang dinamakan Literasi.

Banyak yang bilang bahwa konsep writing camp atau festival penulis, atau pameran buku, atau acara literasi lainnya, yang relatif baru di jagat industri penulisan Indonesia. Ya, bahkan bukan tidak mungkin hingga dunia. 

Jika berbicara tentang literasi, BRWC bukan hanya menjadi sebuah acara on the spot belaka selama 10 hari, tetapi menjadi sebuah lembaga pengembangan literasi yang bekerja sepanjang tahun hingga BRWC berikutnya. Ada aspek berkelanjutan (sustainability) dari program ini, melalui kegiatan evaluatif tadi, sehingga setiap tahun kita semua dapat melihat sejauh mana kemajuan yang kita capai, atau dalam hal apa kita masih harus berbenah.

Jadi tugas para panitia dan mentor tidak hanya selesai di Batu Ruyud. Tidak lantas selesai tugas untuk membuat artikel atau buku mengenai kondisi alam dan sosial kemasyarakatan Krayan Tengah.

Semoga dengan lahirnya buku antologi ini dapat menjadi bekal atau modal untuk menyatukan asa bersama untuk kemajuan bangsa melalui tulisan dan karya lainnya. Semoga kelak karya ini akan abadi hingga ratusan bahkan ribuan tahun ke depan sebagai jejak literasi yang menyemangati generasi penerus bangsa nantinya. Amin

Selanjutnya buat yang ingin mengulik bagaimana isi cerita secara utuh, detil dan runut tentang kondisi alam dan peradaban manusia Krayan beserta kondisi pendidikan, ekonomi dan sosial budayanya, rekan-rekan Kompasianer bisa membeli dan membaca sendiri buku antologi Menjelajahi Misteri Perbatasan supaya dapat menangkap informasi apa saja yang disajikan dengan lebih mendalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun