Lalu Bang Maeru Sareb Putra. Usianya kira-kira hanya selisih setahun dengan Pak Yansen. Seorang filsuf yang mendedikasikan waktu dan hidupnya dari buku sejak 2005. Buku yang telah dihasilkan lebih banyak jumlahnya dari usia beliau. Serupa dengan Pak Yansen, bang Masri juga berasal dari pedalaman yakni daerah Jangkang, kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Jadi kalau Pak Yansen beretnis Dayak Lundayeh, Bang Masri sendiri darin Dayak Bidayuh.
Yang tidak kalah hebat adalah sosoknya  yang cukup dikenal namanya di tengah-tengah Kompasianer. Kang Pepih Nugraha wartawan Kompas sejak 1990 yang telah mengeluarkan 9 judul buku tentang dunia jurnalistik/ wartawan. Figur Abah kelahiran Tasikmalaya yang sering menjadi acuan dengan gagasannya yang cemerlang terutama di bidang literasi digital ini merupakan Bapak pendiri dan pengembang situs jurnalis warga terbesar di Indonesia dan mungkin juga terbesar di Asia, Kompasiana.
Nah, terakhir yang termuda ada Mas Dodi Mawardi. Putra kelahiran Cianjur dan Bogor, penulis sekaligus akademisi, penulis dan trainer yang telah menelurkan hampir 100 judul buku dan merupakan Direktur Sekolah Alam Cikeas dan Taruna Yatim Nusantara.
Batu Ruyud Writing Camp
Dari hasil diskusi keempat pegiat literasi inilah lahir Batu Ruyud Writing Camp. Sesuai dengan peruntukkannya dinamai writing camp karena diselenggarakan di sebuah tempat terpencil, di tengah hutan, tanpa jaringan telepon dan internet. Kamp atau camping rasanya cocok untuk kegiatan menulis di sana. Meski acara bukan hanya kemping menulis semata.
Para anggota peserta yang hadir dalam Batu Ruyud Writing Camp jilid pertama sebelumnya telah mengikuti serangkaian kegiatan meliputi pelatihan, workshop, pendampingan dan diskusi secara maraton selama sepekan (tujuh hari tujuh malam) seputar dunia literasi.
Pada pelaksanaannya terdapat 15 pegiat literasi, termasuk 10 penulis dari berbagai kota di tanah air yang turut hadir, diantaranya berasal dari Jakarta, Yogyakarta, Solo, Bogor, Tangerang, Serang dan Pontianak. Mereka berangkat dari berbagai latar belakang dan profesi selain penulis buku seperti fotografer, ASN, guru SD dan SMA, dosen, penyair, wartawan, sastrawan, serta aktivis lingkungan hidup.
Kesepuluh dari mereka yang mengisi pelatihan dan diskusi tersebut meliputi fotografer senior Pak Arbain Rambay, Wulan Ayodya, Johan Wahyudi, Arip Senjaya, Herman Syahara, Eko Nugroho, Edrida Pulungan, Arie Saptadji, Matius Mardani dan Agustinus.
Selain kegiatan berupa pelatihan menulis, workshop (lokakarya) menulis, pelatihan puisi, diskusi, pelatihan fotografi, dan lainnya, para peserta juga berperan sebagai mentor sekaligus. Siapa yang menyangka dari dapat menghasilkan karya berupa buku tentang fenomena dan misteri di perbatasan sekaligus meninggalkan jejak dengan berbagi ilmu literasi pada penduduk setempat.
Menjelajahi Misteri Perbatasan Krayan - Kalimantan Utara
Secara sekilas isi dalam buku ini ingin menarasikan bagian bumi yang dinamai Krayan, Kalimantan Utara. Memang sebagian isi buku ini berkisah tentang Krayan, termasuk tentang masyarakat Dayak Lundayah yang berdiam di kawasan itu. Namun sejatinya buku ini bertutur lebih jauh dan lebih dalam dari itu.Â