Mohon tunggu...
Sam Nugroho
Sam Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Notulis, typist, penulis konten, blogger

Simple Life Simple Problem

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Film "Sekala Niskala", Potret Kultur Magis Pulau Dewata yang Mendunia

7 Maret 2018   23:36 Diperbarui: 7 Maret 2018   23:51 1450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu dunia menjadi saksi dari perhelatan akbar dalam The Academy Awards ke 90 di Dolby Theater, Los Angeles, USA yang disiarkan secara langsung waktu setempat. 

Banyak nominasi dan piala yang diperebutkan dalam ajang penghargaan bagi insan sineas sejagat tersebut. Setidaknya ada 4 kategori yang berhasil disapu bersih oleh Film The Shape Of Water. Menariknya lagi ajang piala Oscar kali ini mengangkat banyak isu tentang keragaman di antaranya rasisme, inklusivitas, women (peran perempuan) bahkan tentang kekerasan dan penyalahgunaan senjata api di kalangan remaja.

Tak ingin lama berlarut dalam euforia (gegap gempita) pesta red carpet kemarin. Seakan tak ingin kalah dengan kemeriahan bintang Hollywood di luar sana ada yang lebih seru, heboh dan membanggakannya dari tanah air satu lagi talenta kreatif anak muda Indonesia yang ditempa dengan karyanya dan berhasil mengharumkan nama bangsa di kancah dunia. 

Digadang-gadang menjadi salah satu ajang dari banyak penghargaan yang bergengsi bagi sineas kaliber dunia dalam karya yang berjudul "Sekala Niskala" (The Seen and Unseen) sudah sepatutnya kita berbangga dan angkat topi tinggi tinggi film ini berhasil ditayangkan dan bahkan hingga menorehkan prestasi pada ajang prestise Berlinale Film Festival di daratan Eropa.

Film tentang Gagasan Humanisme Ketimuran Indonesia

Ilustrasi Alam di Bali (dok. Sekala Niskala)
Ilustrasi Alam di Bali (dok. Sekala Niskala)
Sekala Niskala (baca: Sekale Niskale) dalam bahasa Bali diartikan sebagai Yang Terlihat dan Tak Terlihat. Dengan mengambil latar Bali dengan julukannya sebagai Pulaunya Dewata semakin menyihir kekuatan dalam film ini. Bali dinilai sebagai penggambaran refleksi hubungan dinamis antar sesama manusia, alam semesta dan lekat dengan konsep Ketuhanan.

Film ini menjadi istimewa sebab dialognya dominan berbahasa Bali dan ceritanya diangkat dari dongeng Fabel yang mahsyur di sana, lengkap dengan simbolisasi adat Bali serta diperankan oleh para sineas muda yang berwajah baru bersanding dengan para seniman kawakan yang juga berasal dari Bali.

Berdurasi sekitar 85 menit film ini berkisah tentang kembar laki-laki dan perempuan ('buncing') yang menurut kepercayaan dianggap sebagai suatu hal yang sakral dan menyimpan misteri dimana terkoneksi dengan kehidupan dunia dan alam lain yang magis.

Menari di bawah rembulan (dokpri)
Menari di bawah rembulan (dokpri)
Film ini juga menggambarkan tentang dunia anak-anak dan dinamika imajinasi mereka sehari-hari. Adanya hubungan antara kakak beradik dan orang tua yang sedang menghadapi kehilangan. Film ini menjadi tak biasa karena hampir secara keseluruhan jalan ceritanya mengusung unsur tarian dan nyanyian sebagai bentuk ungkapan perasaan dan emosi.

Penonton seakan ditawarkan masuk ke dunia anak-anak yang lugu, polos dan tak berdosa dimana penuh dengan kejujuran, keceriaan, canda tawa serta tak banyak gimmick apalagi retorika. Namun penuh imajinasi!

Cerita panjang di balik sebuah proses kreatif

Kamila Andini, sang Sutradara (dokpri)
Kamila Andini, sang Sutradara (dokpri)

Sekala Niskala disutradarai oleh tangan jenius Kamila Andini yang tak lain adalah anak dari Sutradra kawakan Garin Nugroho dan diperankan oleh para seniman Bali seperti I Ketut Rina yang dikenal akrab sebagai Cak Rina dan aktris watak yang telah berperan dalam sejumlah judul film terutama karakternya sebagai sosok Ibu pada film Pengabdi Setan yaitu Ayu Laksmi serta menampilkan 2 nama baru, Thaly Kasih dan Gus Sena, wajah baru di dunia perfilman. 

Namun berkat talenta mereka dalam memadukan seni tari, peran dan vokal yang kental dalam film ini justru menjadi pusat perhatian dan mampu memikat hati penonton di usia mereka yang terbilang masih belia. Turut pula didukung oleh koreografer Ida Ayu Wayan Arya Satyani, serta bekerja sama dengan melibatkan banyak sanggar tari di Bali dalam proses pengerjaannya. Oleh karena itu bukan hal yang tidak mungkin apabila film ini memperoleh apresiasi dunia Internasional.

Setelah mengulang kesuksesan film panjang pertamanya yang berjudul 'The Mirror Never Lies'. Dini menjelaskan bahwa yang mendasari atau melatar belakangi ide utama dalam cerita film ini adalah mengangkat manusia secara seutuhnya (holistik) terutama sisi ketimuran Indonesia yang mengakar pula di Asia.

Tantra dan Tantri (cuplikan film, dokpri)
Tantra dan Tantri (cuplikan film, dokpri)
Menurut Ifa Isfansyah, sang produser menambahkan film ini dibuat sebagai wadah mempertemukan penonton yang beragam rupa melalui jalur distribusi konvensional dengan penciptaan jalur distribusi alternatif. Meski pada akhirnya dinilai sebagai sebuah suguhan tontonan berat yang non komersial dan menjemukan tetapi paling tidak masih layak untuk dinikmati. 

Bioskop merupakan ruang putar untuk mendistribusikan pesan yang ingin disampaikan secara lebih general. Film ini tak hanya mengenai selera atau bentuk ekspresi semata saja namun mampu mengedukasi tentang keberagaman pilihan tontonan.

Penghargaan dan Pengakuan

Film Sekala Niskala banyak memperoleh apresiasi baik di dalam maupun luar negeri. Film tersebut diputar tidak hanya dalam skala nasional saja tetapi turut diputar di berbagai layar manca negara dan meraih banyak penghargaan prestisius.

Di negeri sendiri film ini dinobatkan sebagai film terbaik dengan Golden Hanoman Award di Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2017 dan berhasil mendapatkan penghargaan sebagai Film Remaja Terbaik di Asia Pacific Screen Awards 2017. Serta memenangkan Grand Prize di Tokyo FILMEX 2017.

Pertama kali ditayangkan di dunia dalam ajang kompetisi prestisius Toronto International Film Festival 2017 di Kanada. Kemudian sempat berkeliling ke berbagai festival seperti Busan, Singapura, Tokyo, Jogja-NETPAC, Dubai, dan baru saja kembali dari penayangan perdana di Eropa dalam ajang kompetisi di Berlinale International Film Festival dalam kategori Generation Kplus.

Pendanaan Produksi Film (Film Fundings)

Film ini tergolong ke dalam film berdurasi panjang namun independen yang minim sponsor brand tertentu. Menariknya film ini mencoba untuk tidak terikat pada sumber pendanaan tertentu.

Kemunculan industri kreatif di tanah air turut berkontribusi dalam mencari sumber pendanaan sebuah kegiatan. Entah itu komersial atau berkonsep sosial sebagai contoh start up (bisnis rintisan). Begitu pula dengan kegiatan seni yakni terutama produksi film. Kolaborasi crowd funding (urun dana) dan keterlibatan project market yang mewarnai karya produksi film ini.

Film ini didukung oleh banyak institusi seperti Hubert Bals Fund di Rotterdam, Asia Pacific Screen Awards Children's Film Fund, Doha Film Institute Grants di Qatar, Japan Foundation Asia Center, dan tak ketinggalan dari negara sendiri Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud RI) yang turut berpartisipasi.

Peran perempuan dalam produksi film

Peran Tantri dalam Sekala Niskala (dok Publisitaz)
Peran Tantri dalam Sekala Niskala (dok Publisitaz)

Bukan hanya sebatas penghargaan atau pengakuan saja. Alangkah lebih membahagiakannya apabila sebuah film mendapatkan apresiasi dan dapat diterima oleh seluruh penikmat. Bagi Dini sudah menjadi keharusan mengingat betapa pentingnya untuk menyoroti peran perempuan yang telah sangat berdedikasi mencurahkan pikiran serta meluangkan waktu dan tenaga mereka. "Meski industri ini terbuka seluas-luasnya untuk para perempuan, tetapi bukan profesi yang mudah untuk dilakukan. Butuh usaha dan kemauan yang lebih ekstra apalagi dibarengi sambil menjalankan peran mereka di ruang sosial", tutur Dini saat ditemui ketika menjawab pertanyaan rekan media pada saat Konperensi Pers.

Hal yang paling menarik dalam proses pembuatan filmnya adalah peran perempuan (wanita) karena para pemain dan kru dalam film ini didominasi oleh sosok perempuan. Uniknya Dini, biasa ia disapa tak menyangka secara begitu saja dan tidak disengaja. Dirinya telah terbiasa bekerjasama dengan kebanyakan kru dalam film-film sebelumnya yang kebanyakan perempuan dan telah mengenal betul potensi peran dan posisi mereka dalam memberikan sentuhan yang berbeda dalam film seperti yang diharapkan.

 Untuk itulah dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional yang jatuh setiap tanggal 8 Maret setiap tahunnya, film ini pula akan diputar dan ditayangkan secara serentak esok hari di bioskop tanah air. Mari kita dukung perfilman Indonesia sekaligus dalam rangka merayakan keberagaman dan keselarasan yang ada di nusantara.

Sinopsis Film

Poster Film (dok. Tim Publisitaz)
Poster Film (dok. Tim Publisitaz)

Suatu hari di kamar rumah sakit, Tantri (10 tahun) menyadari bahwa ia tidak memiliki banyak waktu dengan saudara kembarnya, Tantra. Kondisi Tantra melemah dan mulai kehilangan inderanya satu per satu. Tantra menghabiskan waktu dengan  terbaring di rumah sakit. Sementara Tantri harus menerima kenyataan bahwa ia harus menjalani hidup sendirian tanpa ditemani saudara kembarnya tersebut.

Tantri terus terbangun tengah malam dari mimpinya menemui Tantra. Malam hari menjadi ruang mereka bermain. Di bawah sinar bulan purnama Tantri terus saja menari; ia menari tentang rumahnya, alam dan perasaan yang menemaninya di kala kesepian. Seperti bulan yang meredup dan berganti matahari, begitu pula dengan Tantra dan Tantri. Bersama, Tantri mengalami perjalanan magis dan relasi emosional melalui ekspresi tubuh; antara kenyataan dan imajinasi, kehilangan dan harapan

Pemain dan Kru

Pemeran utama: Thaly Titi Kasih, Gus Sena.

Pemeran pendukung: Ayu Laksmi, I Ketut Rina, Happy Salma.

Sutradara dan Penulis Skenario: Kamila Andini.

Produser: Kamila Andini, Gita Fara dan Ifa Isfansyah.

Penata Kamera: Anggi Frisca

Penata Artistik: Vida Sylvia

Editor: Dinda Amanda, Dwi Agus

Audio: Yasuhiro Morinaga, Hadrianus Eko

Musik: Yasuhiro Morinaga

Produksi: Treewater Productions, Fourcolours Films

Trailer

Sumber: Publisitaz Team

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun