Sepertinya masih belum bisa beranjak dan berhenti merinding bulu kuduk ini berdiri manakala menyaksikan khidmatnya upacara di Istana Negara di ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke 72 pada pagi hingga petang baik saat pengibaran maupun penurunan bendera merah putih yang disiarkan serentak secara langsung oleh beberapa stasiun televisi.Â
Sontak ada yang menyedot perhatian saya yaitu barisan putih tim Paskibraka yang beranggotakan sebanyak 68 orang yang didominasi oleh wajah belia para pelajar dari latar belakang suku, agama dan beragam provinsi yang ada di Indonesia. Betapa orang tua dan keluarganya berkaca-kaca, ada haru sekaligus bangga melihat talenta anak-anaknya yang luar biasa, terpilih untuk mengharumkan tidak hanya untuk keluarga, sekolah dan daerahnya saja tapi juga mewakiatas nama bangsa Indonesia.
Sudah genap 72 tahun bangsa kita merdeka. Berbagai aspek pembangunan di setiap lini kehidupan terus dilakukan. Selama tujuh rezim kepemimpinan, negara ini selalu berjuang tidak hanya untuk mengupayakan kemerdekaan tapi juga membuktikannya dengan kemajuan, mulai dari reformasi hingga revolusi mental, dari budaya nepotisme hingga demokrasi.
28 tahun mendatang negeri ini akan memasuki usia yang ke 100. Itu artinya selama 1 abad lamanya Indonesia merdeka apa saja yang sudah dicapai oleh bangsa ini? Setiap tahunnya naskah teks proklamasi digaungkan, semangat kemerdekaan dikumandangkan, nyatanya apakah sudah benar-benar merealisasikan kemerdekaan? Kita menganggap setiap tanggal 17 Agustus merupakan titik nol, waktunya untuk berefleksi atau bercermin. Dalam konteks sebuah negara, 72 tahun merupakan usia yang sudah sangat dewasa. Beragam pembangunan pada kabinet Indonesia bekerja dibentuk dalam paket kebijakan oleh Presiden Jokowi yang diciptakan untuk kepentingan bersama agar sama-sama bekerja.
Jika melihat ke diri sendiri untuk ukuran negara berkembang, Indonesia memang berbeda dan terus mengalami peningkatan. Tetapi jika menengok ke skup yang lebih besar seperti bercermin bahwa pada zaman lampau memang negara ini sempat berada pada masa kelamnya, dimana kolonialisme negara Belanda dan Jepang menguasai saat itu. Lalu jika menoleh dengan apa yang dicapai oleh negara lain seperti Korea Selatan misalnya, mereka memperoleh kemerdekaan hanya berkisar 2 hari lebih cepat yaitu pada 15 Agustus 1945. Padahal sama-sama berangkat dari negara miskin akan tetapi saat ini Korsel malah 10 tahun lebih maju bahkan lebih dibandingkan dengan negara kita.
Meski kini kita telah terbebas dari penjajahan fisik tapi nyatanya belum bebas dari ketimpangan, kemiskinan dan belenggu keterbelakangan. Seakan kita masih belum dapat bangkit dari tidur pulas dan terlena karena kekayaan Sumber daya alam dan keanekaragaman yang melimpah. Boleh jadi hal ini benar karena kita sering lupa jika semua itu niscaya akan habis jika hanya dieksploitasi secara terus menerus.
Kemajuan suatu bangsa memang diukur dari perekonomiannya. Oleh karena itu seyogyanya manifestasi demokrasi agar tepat sasaran dan menyeluruh ke seluruh lapisan masyarakat. Lembaga institusional politik sebagai lembaga untuk menopang ideologi dan konstitusi tidak boleh kelewat batas atau kebablasan, bukan malah dimanfaatkan untuk kepentingan elit tertentu atau segelintir orang saja, tetapi mengutamakan kepentingan rakyat.Â
Alokasi dana pendidikan terutama untuk pendidikan keterampilan (vokasional) sebesar 2% yang dianggarkan agar lebih dioptimalkan, sebab dinilai praktis untuk mengurangi pengangguran serta didukung pembangunan infrastruktur yang sedang gencar dilakukan oleh Kabinet kerja bersama beserta jajarannya ini. Dengan begitu bukan tidak mungkin Indonesia menjadi bangsa yang besar, bermartabat, maju dan mampu bersaing serta bersanding dengan peradaban dunia global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H