Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Financial

Masa Depan Dapen Pasca UU Nomor 4 Tahun 2023

12 April 2023   20:06 Diperbarui: 12 April 2023   20:24 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak dipungkiri, banyak SDM Pendiri yang enggan ditempatkan di Dapen, karena banyak hal dimaksud. Sementara, tuntutan kinerja organisasi Dapen semakin tinggi.

Apakah UU terkini dimaksud juga akan dapat menjawab permasalahan ini? Masih penuh Tanya.

  • Siapakah Bapak Pembina Dapen? 

Sebenarnya siapakah Bapaknya Dapen itu? Apakah Kementrian BUMN, Kementrian Keuangan, atau Otoritas Jasa Keuangan? Dalam hal Laporan kinerja bulanan, triwulan, semester, selain Laporan ke Pendiri, selama ini juga kepada Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dus, sebenarnya dapat dikatakan bahwa Bapak Pembina Dapen adalah OJK. Dengan statemen beberapa waktu yang lalu bahwa Dapen sarang korupsi dan hanya 35% Dapen milik BUMN yang tertib administrasi, maka diadakan due diligence pemeriksaan tingkat kesehatan Dapen oleh Kementrian BUMN.

Inisiatif positif dari Kementrian BUMN ini layak disambut gembira, bahwa ternyata Dapen masih dianggap penting dan perlu "diselamatkan". Timbul pertanyaan, jadi selama ini Laporan ke OJK yang membuat klaster Dapen dalam Kelas IV, III, II, dan I itu apakah tidak menjadi referensi tingkat kesehatan Dapen? Semoga koordinasi akan semakin baik, sehingga data-data tersebut bisa saling mendukung untuk kroscek dan verifikasi.

Penerapan UU ini perlu juga menjawab tentang Bapak/Ibu Pembina Dapen, sehingga arus data dan informasi akan menjadi 1 pintu yang nilai tambahnya adalah data tidak berhamburan kepada banyak pihak.

Data yang berhamburan berisiko

  • Masihkah Dapen Diperlukan? 

Dapen sejatinya sangat diperlukan karena membantu negara "ngopeni" para pensiunan dengan pembayaran Manfaat Pensiun bulanan sampai pemilik hak habis. Sebab jika pensiunan berpulang, masih terbuka hak bagi janda/duda/anak, sesuai regulasi yang berjalan. Jika anak sudah berusia 21 tahun atau sudah bekerja atau maksimal 25 tahun namun belum bekerja/masih sekolah, maka hak masih diterimakan.

Ini semacam social security bagi keluarga Indonesia. Di sisi lain, ada opini berkembang bahwa Dapen bisa saja menghilang dari Indonesia karena eksistensinya telah digantikan oleh BPJS Jamsostek/Ketenagakerjaan. Adanya varian JHT (Jaminan Hari Tua), JP (Jaminan Pensiun), dan JK (Jaminan Kematian), sampai JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja), adalah produk paling lengkap dari Dapen ala Jamsostek.

Pertanyaannya, mampukah  Jamsostek mengambil alih peran Dapen selama ini? Bagaimana dengan banjir data yang bahkan Dapen sendiri masih pelru banyak berbenah dari sisi otentifikasi dan validasi data kepesertaan secara berkesinambungan?

UU ini seharusnya menjadi proteksi atas keberadaan Dapen baik Swasta maupun BUMN, sehingga ke depan focus kepada peningkatan kesejahteraan senior citizenship (pensiunan) akan dapat semakin baik. UU ini juga membutuhkan sosialisasi lebih lanjut, sebab sebagian pengelola Dapen bahwa sambil bercanda berkata, "Jangan-jangan Dapen akan berubah menjadi Unit Pembayaran Manfaat Pensiunan saja, bukan sebagai entitas yang mandiri.".

Semoga kesejahteraan pensiunan kita semakin baik. Selamat Berpuasa Ramadhan, dan menyambut Iedul Fitri 1444 H. (***)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun