Jiwa tertekan dan terhina, juga mampu memicu agresif dan konflik dengan sebaya (peer group).
Penggunaan senjata tajam seperti clurit, pisau, sampai pistol, disebabkan keterjangkauan anak remaja terhadap alat tersebut. Jika tidak, maka bisa jadi hanya pukulan tangan kosong, saling menendang, atau memaki (agresi verbal).
BAGAIMANA MENGATASINYA?
Pertama kenali penyebabnya. Jika sudah ketemu, maka itu juga akan ketahuan solusinya. Bisa jadi solusinya adalah si anak atau remaja dikirim ke pondok rehabilitasi mental. Sebab agresif juga mengarah kepada perilaku destruktif yang bisa dipicu oleh kesehatan mental.
Kedua, jika sudah criminal, maka perlu ditangani -- memang -- harus polisi dan atau apparat peradilan. Tujuannya supaya aspek hukum juga perlu diperhatikan, dan anak remaja akan memahami situasi dengan lebih proporsional, terutama orang tua si anak dan remaja tersebut.
Ketiga, mencari figure yang trusted person bagi si anak dan remaja. Bisa jadi si anak remaja tidak percaya kepada orang di sekitar, perlu diobservasi/interview/cari tahu, siapa orang yang dipercaya anak atau remaja tersebut. Harapannya agar perilaku yang agresif bisa dikendalikan, dan dihilangkan.
Keempat, selama belum pada tahap melukai, menganiaya, atau bahkan membunuh orang lain, maka perilaku agresif seperti marah tidak terkontrol, ledakan emosi yang meletup, dapat dilatihkan dengan mendekatkan anak dan remaja ke lingkungan yang lebih kondusif (modifikasi lingkungan). Dan bisa dicarikan guru yang bisa dipercaya, baik guru sekolah atau guru bela diri sehingga energy fisik yang berlebih dapat disalurkan kepada aktivitas olah raga.
Bisa jadi anak dan remaja agresif karena kurang kegiatan. Jika demikian, bikin sibuk saja anak dengan ekstra kurikuler, sehingga energy tersalurkan. (***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H