Ayah, Sumber Motivasi dan Percaya Diri Anak
Bermain dengan Ibu, biasa. Bermain dengan Ayah, mungkin bisa Luar Biasa. Seperti apa ?
Banyak orang tua, sampai saat ini, masih mengandalkan figure Ibu untuk mengasuh anak. Meskipun, itu dilakukan oleh baby sitter. Atau pengasuh bayi. Sebenarnya, sosok ayah pun memiliki peran penting dalam mengasuh anak.
Meski demikian, banyak yang tidak menyadari, ternyata pola pengasuhan ayah memiliki peran yang besar dalam membentuk rasa percaya diri (self confidence). Selain itu, bermain kecerdasan anak di masa datang.
Memang tidak salah jika masih banyak anggapan bahwa ibu memiliki peranan yang sangat penting.
Tapi, bukan berarti ayah juga tak perlu mengasuh dan merawat anak sejak bayi. Ayah dan ibu sebenarnya adalah mitra sejajar dalam tumbuh kembang anak.
Erik H. Erikson, seorang tokoh psikologi perkembangan anak, mengatakan bahwa pada awal-awal kehidupan bayi harus terbentuk basic trust (kepercayaan dasar).
Kehangatan dan kasih sayang, utamanya ibu dan ayah, yang di dapat bayi pada masa ini akan mempengaruhi apakah nantinya ia akan percaya dengan seseorang atau tidak.
Peran besar juga diperoleh dari keterlibatan ayah dalam pembentukan intelektual bayi. Bahkan, ada yang beranggapan peran ayah lebih besar ketimbang peran ibu.
Peran ibu biasanya berkaitan dalam hal pemenuhan kebutuhan caring dan loving pada bayi, tapi ayah lah yang meletakkan dasar-dasar pertama yang membentuk bayi menjadi orang yang bisa menghadapi masalah atau memiliki keahlian problem solving (memecahkan masalah) yang bagus.
Lantas, bagaimana peran ayah secara langsung terhadap dunia anak? Bagaimana pengaruhnya bila ayah berinteraksi akrab dalam permainan anak?
Beberapa penelitian menyebutkan pengaruhnya secara lebih kongkret antara lain:
Pertama, ayah adalah symbol tegas namun penuh asih. Sebab, bagaimana pun ibu adalah figur kelembutan. Nah, bila ayahyang terlibat bermain, interaktif dengan anak, maka figur kelembutan akan digantikan dengan figur tegas, namun penuh kasih. Anak akan tumbuh lebih percaya diri.
Sebagaimana diketahui, sebagian anak sering ketakutan bila bertemu dengan orang asing. Orang yang sama sekali belum pernah dikenal. Ini biasanya menimpa anak-anak "mama", alias yang keseringan bermain hanya dengan ibu. Sedangkan yang melibatkan ayah, maka kepercayaan diri akan akan lebih baik.
Kedua, menjadi figure yang dipercaya (trust model) dan mematahkan simbol kekerasan pada laki-laki. Keras, berbeda dengan tegas. Biasanya laki-laki diidentikkan dengan kekerasan.
Bila ayah lebih sering berinteraksi dengan anak, maka simbol-simbol kekerasan diluluhkan dengan ketegasan, namun penuh perhatian. Kata-kata ayah juga akan lebih didengar. Dipatuhi dan diperhatikan. Sementara, biasanya anak-anak lebih patuh dan mendengar ibunya. Ayah juga akan lebih menjadi model, figur yang dipercaya.
Ketiga, kecerdasan dan keberanian mengambil risiko (smart and risk taker). Ayah akan lebih memperkaya anak dalam hal berani, cerdas, dan melakukan terobosan (breakthrough). Ini disebabkan, biasanya permainan ayah "lebih berbahaya" ketimbang ibu-ibu. Secara fisik, lebih menantang.
Meski demikian, tentu saja dijaga jangan sambil menimbulkan kecelakaan (accident). Pada kegiatan outbond, hampir semua permainan adalah berisiko fisik. Jala-jala, halang rintang, helli rapeling, dan games-games lainnya, beraroma fisik. Juga, merangsang kecerdasan untuk memecahkan masalah dan pengambilan keputusan (decision making process). Artinya, permainan dengan ayah, secara umum akan msntimulasi kemampuan aanak dalam uji nyali, uji kecerdasan, dan uji keberanianmengambil keputusan.
Jadi, halo para ayah, ayo kita masuk dunia bermain anak. Outbond.
Referensi:
Priyohadi, N.D., 2011, Mengasihi Anak Sepenuh Hati, Yogyakarta: Pustaka Rahmad dan Penerbit Panduan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H