MARAH YANG TEPAT KEPADA ANAK
Marah itu gampang. Sekali ada pemicu maka mudah meletup. Namun marah yang tepat, dengan tujuan yang benar, dan pada situasi yang pas, itu sulit. (Aristoteles).
Marah adalah kewajaran bagi orang tua manakala dibikin pusing oleh anak. Namun bagi anak tertentu, kemarahan orang tua identik dengan pukulan fisik, cemoohan, kekerasan verbal lain (makian, cacian, umpatan, omelan), yang selain membuat bising di telinga anak, juga berpotensi menimbulkan luka psikis tanpa diketahui dan sifatnya bisa menahun nahun.
Apakah anak dendam? Sangat mungkin tidak. Sebab anak pasti akan mencintai orang tuanya. Namun bisa saja anak selalu ingat atas kemarahan orang tuanya. Apalagi kalau melihat adegan orang lain yang marah di depan mata.
"Dia kalau marah kok mirip ortuku ketika aku masih sekolah dulu ketika meledak di depanku," gumam seorang eksekutif yang punya masa kecil sering dimarahi orang tuanya.
Marah bisa jadi impulsive dan ekspresif. Meledak dan menghentak yang membuat dada objek kemarahan serba tratapan, deg-degan, dan merasa bersalah. Sekaligus tertekan. Dan akhirnya bisa saja anak yang sering dimarahi menjadi bodoh, lebih tepatnya apatis, sebab banyak hal menjadi pemicu orang tuanya untuk memarahinya.
"Akhirnya saya memilih diam dan kabur ke luar rumah ketimbang diomeli di rumah," ungkap seorang anak bercerita tentang situasi kemarahan dalam rumah orang tuanya.
SOLUSI
Lantas bagaimana marah yang tepat kepada anak?