Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kliping Psikologi Bunuh Diri, Realitas Ekonomi atau Emosi?

31 Januari 2022   16:58 Diperbarui: 2 Februari 2022   20:45 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hidup yang beku ilustrasi depresi (Dokpri)

Beberapa waktu yang lalu media massa di Indonesia mewartakan berita yang sangat memilukan. Satu keluarga tewas karena bunuh diri. Dugaan banyak orang, kejadian bunuh diri diduga karena adanya kesulitan ekonomi. 

Penghasilan yang tidak pasti, dan beban biaya hidup yang semakin tinggi, dituding sebagai penyebab maraknya bunuh diri. Data dari WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa setiap tahunnya tidak kurang dari 800 ribu orang mengakhiri hidupnya melalui bunuh diri.

Tulisan ini dimaksudkan bukan sekedar mencari penyebab utama bunuh diri, melainkan mengajak masyarakat untuk berupaya bersama mencegah kejadian bunuh diri di masa kini dan mendatang. Kita harus ikut bertanggung jawab mencegah peningkatan angka bunuh diri.

Selama 20 tahun terakhir, tren tingkat angka bunuh diri di Indonesia sebenarnya menurun. Pada tahun  2020, tingkat bunuh diri di tanah air sempat mencapai 3,5 per 100 ribu penduduk. 

Laporan Bank Dunia menunjukkan, tingkat bunuh diri di Indonesia mencapai 2,4 per 100 ribu penduduk. 

Artinya, terdapat 2 orang yang melakukan bunuh diri dari setiap 100 ribu penduduk di Indonesia. Rasio ini cenderung stabil sejak 2014 hingga 2019.

Jika kita melihat data historis, di Indonesia, data tercatat di Kepolisian RI pada tahun 2014 sebanyak 457 orang bunuh diri, sementara data lain menunjukkan bahwa setiap tahun orang Indonesia yang bunuh diri tidak kurang dari 5000 orang.  

Data resmi Polri juga menyebutkan bahwa propinsi yang paling banyak angka bunuh diri pada tahun 2014 adalah Jawa Tengah (160 kasus), disusul Jawa Timur (84 kasus), kemudian DKI Jakarta sebanyak 55 kasus, Bali sebanyak 39 kasus, dan Jawa Barat sebanyak 27 kasus.

Dari data internasional dari WHO (2014) juga menyebutkan, bahwa negara paling banyak mengalami kasus bunuh diri (suicide) adalah Guyana (44.2 per 100.000),  Korea Utara dan Selatan (38.5 and 28.9), selanjutnya  Sri Lanka (28.8), Lithuania (28.2), Suriname (27.8), Mozambik (27.4), Nepal dan Tanzania (masing-masing 24.9), Burundi (23.1), India (21.1), Sudan Selatan (19.8), Rusia dan Uganda (keduanya 19.5), Hungaria (19.1), Jepang (18.5), dan Belarusia (18.3).

Beragam Motif; Ekonomi?

Sebagian besar pengamat mengatakan bahwa motif bunuh diri, khususnya di Negara berkembang seperti Indonesia, adalah ekonomi. Tekanan hidup yang semakin berat, dan harga kebutuhan barang, dituding sebagai biang penyebab kejadian-kejadian bunuh diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun