Hiruk pikuk anak-anak belajar dan bergembira bermain di halaman sekolah dulu sempat mengganggu saya di awal saya bertugas di sebuah yayasan sekolah. Apalagi kalau kerumunan anak ndlosor bermain games atau akses internet di halaman kampus saya.
Ketika itu saya mikir, mengapa anak-anak ini tidak mau pulang ke rumah padahal sekolah sudah selesei?
Setelah era pandemi, suasana itu justru semakin banyak yang merindukan. Pembelajaran tatap muka, yang menjadi tanda kehidupan normal sebagaimana sebelum pandemi.
Suasana saling sibuk dengan komunitas sendiri, namun terasa hidup karena interaksi dan celotehan anak ternyata indah di telinga.
Setelah pandemi, lingkungan sepi sunyi dan seakan kehidupan berhenti.
Bahkan kucing-kucing di sekolah yang antri menunggu sisa makanan juga menghilang karena kampus tidak ada yang jualan makanan. Semua dibatasi.
Saya simpulkan sejatinya semua pihak merindukan PTM ini.
(1) Dosen
Dosen rindu PTM karena ternyata pembelajaran daring menyebabkan tekanan darah tinggi naik. Video sering dioffkan sehingga mahasiswa tidak ketahuan sedang menyimak atau tidak.
Interaksi diskusi juga mejen alias mati mendadak karena ketika sesi tanya jawab mayoritas mahasiswa akan sembunyi di balik off video.
Maka dosen rindu PTM supaya energi marah kalau melihat mahasiswa gak fokus menyimak kuliah akan tersalurkan. hehehe...