Tidak banyak yang tahu bahwa penemu dan kreator lagu anak-anak alias tembang dolanan adalah para wali. Sebagaimana yang dikisahkan berikut dengan studi literasi, wawancara warga setempat, dan diskusi dengan sesama peminat wawasan perwalian, bahwa Sunan Giri ternyata adalah kreator tembang dolanan anakl cublak cblak suweng.
Selain itu, juga tembang pucung dan Asmaradhana. Di mana tempatnya..., tidak lain di Gresik Kedhaton jalan melingkar dari arah Bunder sebelum masuk pintu tol Rooma Kalisari Gresik - Surabaya.
Tempat Khusus Siti Hinggil
Berbeda dengan makam Syeh Maulana Malik Ibrahim yang berada di luar kompleks makam Bupati Gresik I (lihat di tulisan terdahulu: SYEH MAULANA MALIK IBRAHIM , kompleks makam Sunan Giri ini hampir mirip dengan kompleks makam Pajimatan Imogiri Bantul Yogyakarta.
Bedanya, kalau makam Pajimatan Imogiri adalah makam raja Mataram beserta keluarganya sampai sekarang, sedangkan makam Sunan Giri di Gresik ini menjadi petilasan dan hanya keluarga Sunan Giri masa lampau yang dimakamkan di sini.
Artinya tidak ada jenazah baru yang akan atau sudah dimakamkan di Giri Gresik.
Kompleks makam Sunan Giri juga unik karena dalam sejarahnya Sunan Giri juga seorang petinggi kerajaan alias bangsawan. Tempat makamnya di siti hinggil alias tanah yang tinggi, makna sosial kultural adalah bangsawan yang dihormati.
Raden Paku alias Pangeran Samudero
Sunan Giri merupakan putra dari Syekh Maulana Ishaq yang dari jalur darah juga masih terbilang saudara dari Syeh Maulana Malik Ibrahim.
Ibu dari Sunan Giri bernama Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu yang tak lain adalah Raja Blambangan. Maka tidak mengherankan bahwa sejatinya jalur darah persaudaraan antara Blambangan - Banyuwangi dengan Gresik - Demak - Majapahit, masih sambung bersambung lintas keluarga.
Sunan Giri di masa kecil juga dikenal dengan nama Raden Paku, Muhammad Ainul Yaqin, Joko Samudro, dan Sultan Abdul Faqih. Nama depan Sultan Abdul Faqih disematkan karena memang juga pernah menguasai wilayah Gresik dengan ibukota di Kedhaton Giri. Graha Menganti sebagai salah satu bangsal istana, menjadi nama desa di selatan Gresik yakni Desa Menganti yang saat ini, terupdate Juni 2021, berisi kompleks perumahan rakyat yang semakin padat.
Dalam kenyataannya memang ada sejarah tersendiri untuk setiap nama yang dimilikinya. Salah satunya yang legendaris dan selalu dikenang rakyat Gresik dan keluarga ziarah wali songo, asal-usul Joko Samudro.
Dikisahkan pada saat masih bayi Sunan Giri pernah mengalami masa pembuangan oleh kakeknya, Prabu Menak Sembuyu.
Seperti dikutip dari Buku Sejarah Kebudayaan Islam, Prabu Menak Sembuyu merasa iri atas keberhasilan menantunya (Syekh Maulana Ishaq) dalam menyebar agama Islam di Blambangan. Iri atau saling kompetisi, bisa jadi tafsir atas situasi yang terjadi kala itu. Namun ada alasan lain diwartakan konflik keluarga ini, di mana Syekh Maulana Ishaq akhirnya memutuskan untuk kembali ke tempat asalnya, Aceh karena keberadaannya terancam.
Syech Maulana Ishaq ini adalah bapaknya Sunan Giri, dan saudara kandung Syeh Maulana Malik Ibrahim.
Pada saat itu Sunan Giri masih berada dalam kandungan. Setelah lahir, Prabu Menak Sembuyu melampiaskan keiriannya kepada cucunya sendiri. Ia memasukkan Sunan Giri ke peti lalu membuangnya ke laut. Benarkah kisah ini, yang mirip dengan pembuangan bayi Nabi Musa ketika kecil, ya demikian kisah rakyat yang beredar. Lebih kurang validitasnya silakan dicek ricek sendiri jika memang pembaca tertarik menelusuri lebih jauh.
Nah, dikisahkan bahwa saat berada di laut, Sunan Giri dalam bentuk bayi mungil, ditemukan oleh seorang saudagar kaya yang tengah berlayar, Nyai Ageng Pinatih namanya.
Kemudian ia dijadikan anak angkat. Karena bayinya ditemukan di laut akhirnya ia diberi nama Joko Samudro oleh Nyai Ageng Pinatih.
Mengapa namanya Nyai Ageng Pinatih, bukankah nama deputi Raja Jawa adalah Patih?
Apakah Nyai Ageng Pinatih masih terbilang keluarga Kraton Giri Gresik, tidak diwartakan di kisah rakyat ini.
Pada usia 11 tahun, Sunan Giri yang masih anak-anak, diantarkan oleh ibu angkatnya ke sebuah pesantren untuk berguru kepada Sunan Ampel di Ampeldenta, Surabaya. Di sanalah ia mendapatkan banyak ilmu dari gurunya.
Diceritakan dalam buku yang sama, Sunan Giri sempat diminta meneruskan usaha ibu angkatnya untuk berdagang sebagaimana profesi keluarga berdarah Arab perantauan ketika itu.
Namun, ia lebih memilih untuk menyebarkan agama Islam dan mendirikan pondok pesantren. Pondok pesantren ini kalau di kalangan Jawa Tradisional adalah padepokan, yang ada nilai manut mituhu terhadap Kyai atau Pimpinan Pondok.
Lebih lanjut Sunan Giri dikenal dengan gaya dakwah pesantren yang akhirnya saat ini banyak diikuti oleh kalangan Nadliyin dalam wadah Nahdatul Ulama (NU).
Ia banyak mengajari santri-santrinya lewat permainan anak-anak. Permainan yang ia buat dan masih terkenal hingga saat ini antara lain Jelungan dan Cublak-cublak Suweng.
Cerita detail kadang bisa kita dengarkan dari kyai-kyai NU yang masih berdarah keluarga dengan para Wali Songo termasuk Sunan Giri ini.
Lewat dua permainan ini Sunan Giri memberikan pemahaman tentang agama Islam sebagai pedoman dalam menjalani hidup. Permainan ini diiringi dengan bernyanyi. Sehingga banyak anak-anak suka dengan metode dakwah yang dilakukan Sunan Giri.
Selain permainan anak, Sunan Giri juga menciptakan tembang sebagai media penyampaian ajaran Islam. Karya-karyanya adalah tembang Asmaradhana dan Pucung.
Itulah kisah Sunan Giri dalam menyiarkan Islam di Tanah Jawa. Jawa akhirnya penuh dakwah muslim Wali Songo dengan jejak yang masih bisa kita kunjungi hingga saat ini.
Sebagaimana kami Tim Stiamak Barunawati Surabaya yang bulan Juni 2021 ini sibuk menjalin silaturahim dengan rakyat Jawa Timur baik di Gresik, Tulung Agung, Madura, Sidoarjo, Surabaya, Bawean, Nganjuk dan sekitarnya.
Sunan Giri wafat pada tahun 1506 Masehi dan dimakamkan di Dusun Kedhaton, Desa Giri Gajah, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik. Kami mendatangi makam untuk melihat bukti rekam jejak sejarah yang ada banyak legacy, baik berupa bangunan fisik maupun konstruksi sosial religius di Gresik Jawa Timur.
Setiap kami ziarah di makam, sebagian moralitas yang kami peroleh adalah: setiap manusia pasti akan mati, dan jejak amalan perbuatan yang tertinggal yang akan bermanfaat bagi rakyat di masa mendatang.
Kompleks makam Sunan Giri masih sering diziarahi yang menimbulkan multiplier effect yakni geliat ekonomi rakyat.
Di era pandemi ini, sementara agak sepi karena memang kerumunan masih banyak dihindari.
Semoga segera pulih normal dan masyarakat semakin sehat sentosa saling berkunjung silaturahim. (26.06.2021/Endepe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H