Tergantung anak yang mana yang disuruh menjawab.
Dalam konteks psikometri, maka pembuatan soal dalam matematika atau mata pelajaran lain, memang terletak dan tergantung "instruksi pertanyaan", yang mana pembuat soal memang perlu mengerti metodologi membuat soal.
Namun dalam homescholing, tetap ada menariknya dalam konteks ini, bahwa pembagian angka di mata anak, bisa jadi memang dipersepsikan berbeda, bukan sekedar "bagi dengan angka sama."
(2) Mengapa jenazah dikubur ke tanah bukankah surga di langit?
Anak seusia 7 tahun dapat melontarkan pertanyaan ini tanpa ia sadari bahwa itu adalah pertanyaan berat bagi orang dewasa. Ketika dijelaskan konsepsi surga, neraka, dan bumi, dengan nalar yang belum sesuai, maka akan timbul banyak corak pertanyaan yang mengagetkan.
Orang dewasa dapat menjawab dengan cara instan, "Ntar kalau kamu dewasa, akan ketemu jawabannya sendiri".
Namun bagi guru homeschooling, perlu daya nalar dan imajinasi untuk memberikan jawaban seketika sehingga setidaknya anak tidak bertanya lagi.
"Ya karena yang dikubur adalah jasadnya, sedangkan yang masuk surga adalah ruhnya."
Lantas anak dapat bertanya, apakah ruh itu? Kenapa tidak bisa dilihat?
Orang dewasa dapat menjawab, sesuatu yang ada belum tentu dapat dilihat, seperti udara yang ada tapi tidak terlihat, seperti hari atau minggu yang tidak terlacak oleh mata dan telinga.
Apakah ruh sama dengan udara dan hari?