Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menjalin Silaturahmi dengan Roh Selama Pandemi

15 Mei 2021   13:38 Diperbarui: 15 Mei 2021   13:44 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Silaturahmi fisik sudah lazim dilakukan dan memang wajib dilaksanakan jika kondisi memungkinkan. Namun bagaimana jika pandemi bedebah ini masih menghantui dan mencekam sampai Malaysia dan Singapura yang notabene negara lebih maju dari kita dari sisi ekonomi, bulnya mulai menerapkan lockdown dan atau protokol yang lebih ketat. 

Maka sangat dimaklumi meskipun menjengkelkan adanya aturan larangan mudik. Sejatinya yang dilarang bukanlah mudik namun "dilarang saling menulari virus covid19 ataupun penyakit lain yang disebabkan oleh kerumunan atau snetuhan fisik". ARtinya larangan mudik adalah pencegahan, namun hakikatnya adalah supaya penyakit bedebah tidak menyebar ke seantero Nusantara yang di media sosial sering dikatakan chaos ini.

Maka saya memutuskan untuk tetap bersilaturahmi dengan para roh baik yang masih hidup maupun yang sudah duluan fisik mati. Yang masih hidup dijalin dengan platform media online seperti whastapp, facebook, instagram, kompasiana, telegram, zoom, dan lain sebagainya. 

Yang roh telah mendahului kita ya megunjungi mumpung semua orang yang hidup pada sembunyi di rumah masing-masing. Seperti yang saya lakukan pada tanggal 14 Mei 2021 pukul 0900-1100 sampai saya jumatan di kawasan tersebut. Lokasinya di Tumapel, Singosari bekas Kerajaan Masyhur dengan Raja nan pemberani Prabu Kertanegara. 

Candi Singosari 

Candi Singasari merupakan candi Hindu - Buddha peninggalan bersejarah dari Kerajaan Singasari berlokasi di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia, sekitar 10 km dari Kota Malang. Jumat (14/5/2021) itu saya berangkat dari kawasan Kejaksanaan di Blimbing Malang, dengan kecepatan di kisaran 40-60 nyampai di lokasi candi tidak sampai 15 menitan. 

Akibat larangan mudik, jalanan relatif lengang meskipun tetap ada orang yang lalu lalang. Candinya tepat di pinggir jalan, mudah terlihat meskipun kita harus masuk dari jalan utama Surabaya - Malang ke arah barat sekitar 1 km, dan ada perempatan lantas belok ke utara dikit, lantas belok lagi dikit ada jelas terlihat Candi SIngosari tersebut. 

Candi ini berada pada lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna pada ketinggian 512m di atas permukaan laut, kalau dikisahkan seperti besar  padahalnya kalau sudah terbiasa melihat Prambanan dan Borobudur di Jogja - Magelang, Candi Singosari ini hanya 1 dan kecil saja. Di sekitarnya sudah banyak pemukiman, beda dengan Prambanan yang mensterilkan area luas untuk candi. 

Cara pembuatan Candi Singasari ini menggunakan sistem menumpuk batu andesit hingga ketinggian tertentu selanjutnya diteruskan dengan mengukir dari atas baru turun ke bawah. 

Kondisi sekarang, Mei 2021 ya hanya candi tunggal yang bisa dilihat langsung dari jalan raya. Getaran kendaraan yang lewat sangat mungkin kelak akan merontokkan candi, karena lokasi sekarang persis di pinggir jalan. 

Candi Singasari ditemukan oleh Nicolaus Engelhard pada tahun 1803. Uniknya candi ini sempat menarik perhatian Th. Stamford Raffles yang mengunjunginya pada tahun 1855. 

Saat itu disebutkan bahwa candi tersebut berada di tengah hutan jati yang baru dibabat pada tahun 1820, jadi bisa dibayangkan dahulu hutan di Singosari adalah hutan jati seperti yang bisa dijumpai sekarang di Hutan Jati Perhutani di Ngawi Jawa Tengah. 

Blom berpendapat, tapi ini pendapat jaman doeloe lho ya,  bahwa Candi Singosari ini terletak pada sebuah kompleks yang luas dengan delapan candi dan arca-arca tersebar. Sekarang, ya hanya candi tunggal saja. Situs sudah banyak berubah, dan area tidak sebesar yang digambarkan kisah tersebut.

Berdasarkan penyebutannya pada Kitab Negarakertagama pupuh 37:7 dan 38:3 serta Prasasti Gajah Mada bertanggal 1351 M yang terletak di halaman kompleks candi, candi ini merupakan tempat "pendharmaan" bagi raja Singasari terakhir, Kertanegara, yang mangkat pada tahun 1292 akibat istananya diserang tentara Gelang-gelang yang dipimpin Jayakatwang. Kuat dugaan, menurut kajian para ahli sejarah bahwa candi ini tidak pernah selesai dibangun. 

Seperti biasa, jika Borobudur pernah tenggelam di bawah tanah dan "dibangun"oleh Gubernur Jenderal Raffless, maka ada kemungkinan yang "merekonstruksi" candi Singosari ini juga atas inisiatif Gubjeng Raffless. 

Disklaimer: silakan ahli sejarah meralat jika keliru. 

Kapan tepatnya Candi Singasari didirikan masih belum diketahui, tetapi para ahli purbakala memperkirakan candi ini dibangun sekitar tahun 1300 M, sebagai persembahan untuk menghormati Raja Kertanegara dari Singasari. 

Setidaknya ada dua candi di Jawa Timur yang dibangun untuk menghormati Raja Kertanegara, yaitu Candi Jawi dan Candi Singasari. Sebagaimana halnya Candi Jawi, Candi Singasari juga merupakan Candi Siwa. Hal ini terlihat dari adanya beberapa arca Siwa di halaman Candi.

Kalau Candi Jawi lokasinya di arah Tretes Pandaan, jarak sekitar 10 an kilometer arah utara SIngosari. Bentuknya lebih menyerupai Hindu ketimbang Budha dari bentuk stupanya. Sedangkan Singosari ini lebih beraliran Syiwa Hindu. 

Saya tidak bisa masuk ke lokasi candi karena ditutup sesuai larangan mudik dan penutupan lokasi wisata. 

Hanya bisa memfoto dari luar dan ikut menyaksikan betapa Kehebatan Prabu Kertanegara dan ini adalah kakek moyang dari Raja diraja Majapahit Raya, sekarang tinggal candi batu membisu dan bahkan tidak kuasa membuka pintu untuk para tamu yang mau silaturahmi ke lokasi candi. 

Cermin untuk kita semua, setiap kekuasaan akan berhenti dan tinggal kisah yang semoga mewartakan kearifan di masa mendatang. 


Candi Singasari baru mendapat perhatian pemerintah kolonial Hindia Belanda pada awal abad ke-20 . Restorasi dan pemugaran Candi Singasari dimulai tahun 1934 dan bentuk yang sekarang dicapai dalam keadaan berantakan pada tahun 1936. Artinya memang Candi yang sekarang ini adalah rekonstruksi atas porak porandanya kompleks Candi yang doeloe pastinya adalah peradaban sangat maju. 

Telaga Sumberawan

Meluncur ke arah utara, menyusuri jalan yang kanan kiri banyak bangunan masjid besar. Kota Singosari bahkan punya slogan Singosari Kota Santri tersebab memang banyak tokoh masyarakat yang punya pondok pesantren di kawasan dataran tinggi tersebut. Kubah-kubah masjid yang besar menunjukkan adanya link dengan selera santri dengan ornamen dan cat bagaikan masjid Nabawi di Medinah. 

Terus meluncur ke atas dari arah Candi Singosari, saya bertemu dengan lokasi wisata alam yang masih natural, dan saking naturalnya petunjuk lokasi sangat terbatas. 

Dokpri (Candi STupa Sumberawan)
Dokpri (Candi STupa Sumberawan)

Saya membayangkan pak kepala dinas wisata atau PU atau bahkan Pak RT, mungkin perlu disilaturahmi supaya papan nama petunjuk mbok iyao diperbaiki supaya peziarah wisatawan dapat datang dengan jelas arah lokasinya.

Seseorang menyebut berbisik, memang lokasi "sengaja" tidak diberi papan nama, sebab masih sering digunakan untuk ngibadah aliran kebatinan, dan venuenya dipelihara agar tidak ramai orang.

Woo.. ya maklum jika demikian. Namun bukankah lokasi ibadah pun perlu diberi petunjuk yang jelas ya ?

Baiklah, kembali ke Telaga Sumberawan ini. Tempatnya unik karena konon menjadi satu-satunya tempat STupa Budha di tengah dominansi candi Hindu SYiwa di Jawa Timur.

Dokpri 
Dokpri 

Sumber Rawa-an, banyak rawa, di kaki gunung Arjuna, yang memberitakan lokasi adalah sumber air suci yang jernih dan sehat. Dan memang juga menjadi salah satu sumber bagi air PDAM Kota Singosari di Malang Jawa Timur ini. Saya lihat ainrya benar jernih adem, cocok untuk hidro terapi sehingga konon jika mandi si itu akan awet muda.

Ya pasti awet muda ya masak dibilang awet tua ya... namun intinya airnya jernih adem enak untuk berendam dan menenangkan diri.

Bagi yang klenak klenik atau mau membakar dupa biar aroma terapi wangi dupa, juga dijual di kawasan tersebut. 

Candi Sumberawan merupakan salah satu candi yang memiliki bentuk yang sangat unik yaitu hanya berupa sebuah stupa, berlokasi di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari. Jadi kalau dikatakan sebagai "candi", rasanya kok bukan ya karena hanya sebuah stupa saja.


Dan itu bukan kelaziman candi tempat menyimpan abu jenazah, melainkan stupa untuk membakar dupa dan beribadah bagi yang menganut keyakinan Budha atau aliran kepercayaan lainnya. 

Para ahli purbakala memperkirakan Candi Sumberawan dulunya bernama Kasurangganan, sebuah nama yang terkenal dalam kitab Negarakertagama. Tempat tersebut telah dikunjungi Hayam Wuruk pada tahun 1359 masehi, sewaktu ia mengadakan perjalanan keliling area wilayahnya yang ketika itu berpusat di Mojokerto Mojopahit, sedangkan Singosari ini ada di kawasan Tumapel Malang. 

Dari bentuk-bentuk yang tertulis pada bagian batur dan dagoba (stupanya) dapat diperkirakan bahwa bangunan Candi Sumberawan didirikan sekitar abad 14 sampai 15 masehi yaitu pada periode Majapahit. Bentuk stupa pada Candi Sumberawan ini menunjukkan latar belakang keagamaan yang bersifat Buddhisme.

Artinya ada 2 agama besar ketika itu yakni Hindu dan Budha, lantas di penghujung ada peradaban muslim lewat Karaton Demak yang juga ahli waris dari kerajaan Majapahit. Candi Sumberawan pertama kali ditemukan pada tahun 1904 di era masih dalam suasana penjajahan Belanda yang merasuk ke tanah Jawa dan Nusantara. 

Pada tahun 1935 diadakan kunjungan oleh peneliti dari Dinas Purbakala. Pada zaman Hindia Belanda pada tahun 1937 diadakan pemugaran pada bagian kaki candi, sedangkan sisanya direkonstruksi secara darurat.

Jadi yang merekonstruksi pun juga pemerintah Hindia Belanda, dan ditemukenali memang stupa ini digunakan untuk pemujaan bukan sebagaimana stupa lain seperti di Borobudur yang jumlahnya banyak. 

Kondisi Mei 2021, akses ke sana sudah berbeton dan mobil bisa masuk namun area parkir sangat terbatas. 

Ya mungkin memang lebih baik begitu ketimbang situs malah terlalu banyak dikunjungi dan hutan bisa terganggu. 

Musnahnya Peradaban

Dari silaturahmi saya dengan Candi Singosari dan Candi Stupa Budha Sumberawan, ada 2 simpulan kecil yang saya peroleh;

(1) peradaban besar akan musnah dan hanya menyisakan kisah serta sedikit situs yang semakin jarang dikunjungi 

(2) seharusnya manusia berpikir bagaimana agar situs itu diselamatkan untuk tidak menghilangkan kisah jaman dahulu di mana peradaban kita "pernah maju", sebelum kerusakan alam mengubur bukti sejarah yang memang semakin musnah.

Di kawasan Candi STupa Sumberawan, saya temui banyak batu vulkanik besar yang utuh yang menandakan dulu ada letusan gunung berapi yang melontarkan banyak batu pasir dan material di sekitar Singosari. 


Saatnya silaturahmi tidak hanya kepada yang hidup, namun juga kepada roh yang mati namun meninggalkan jejak-jejak yang bisa kita pelajari. (15.05.2021/Endepe)  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun