Dalam kancah psikologi sosial dikenal adanya frasa in group dan out group. Frasa ini akan mendikotomikan publik dalam 2 kelas ekstrim: temanku, dan musuhku.
Temanku berarti ia ada dalam kelompok yang sama, in group, dan biasanya di media sosial orang yang in group akan nge-like tanpa pernah peduli apa konten status atau bunyi statemen di medsos tersebut. Pokokmen koncoku sing penting ta like, tersebut trust based relationship.
Hal yang beda dengan apa yang disebut sebagai outgroup, misalnya grup kadal gurun (kadrun) vs babi gurun (badrun), atau cebong versus kampret, dan sebutan lain yang menunjukkan adanya outgroup yang "harus dimusuhi".
Jadi dalam medsos sangat gampang ditebak mana yang pro atau in group, mana yang kontra atau ut group.
Nah, dalam rangka operasi penyamaran dengan sedikit ditambahi halusinasi dan delusi, maka tampillan apa yang dinamakan anonimitas.
Anonim Deindividuai Agresivitas
Kondisi anomim dapat dijelaskan dalam proses penghilangan jati diri atau deindividuai. Deindividuasi adalah keadaan dimana seseorang kehilangan kesadaran akan diri sendiri (self awareness) dan kehilangan pengertian evaluative terhadap dirinya(evaluation apprehension) dalam situasi kelompok yang memungkinkan anonimitas dan mengalihkan atau menjauhkan perhatian dari individu.
Orang tanpa jati diri, akan membaur ke kelompok dalam hal ini media sosial, seakan tidak ada jati diri, dan akhirnya cenderung agersif, enak ringan menyampaikan caci maki, karena terpancing oleh kelompok yang juga melakukan hal sama.
Deindividuasi adalah bentuk pengekangan perilaku yang diinginkan individu, tetapi bertolak belakang dengan norma sosial.
Teori ini juga menegaskan bahwa menyatunya individu terhadap kelompok membuat individu kehilangan identitas diri yang berakibat seseorang berperilaku agresif atau menyimpang dari perilaku sosial.