(2) Buku sebagai pelarian bukan bacaan.
Kadang anak cerdas tahu bahwa buku identik dengan ilmu. Dan mereka tahu, sang ibu pasti senang ketika anak memegang buku. Namun anak underacievement, pegang buku hanya sebagai pelarian. Lari dari situasi tugas-tugas sosial dari ibu, misalnya disuurh ini, itu, dan sebagainya.
Nah, ibu ayah harus tahu bagaimana anak berlari ke buku, maka sekalian saja diminta dia untuk menyampaikan isi buku tersebut. Dengan demikian, maka anak akan "terpaksa membaca" yang akhirnya tumbuh pintar, bukan sekedar cerdas.
(3) Tampil sebagai pembosan.
Anak yang underachievement juga sangat pembosan. Tugas-tugas belajar dari sekolah tidak dikerjakan dengan tuntas. Anak-anak underachievement, sangat cepat menyelesaikan tugas sekolah, namun bukan ingin hasil terbaik, hanya ingin segera terbebas dari beban tersebut untuk dapat bermain ke tempat atau media lain.
Bagaimana solusi bagi anak underachievement ini?
Terutama, menurut Dr Rim, adalah membawa anak ke dunia yang luas yang menunjukkan bahwa kecerdasan tidaklah cukup. Namun juga dibuuthkan kerajinan, disiplin, dan kerja keras. Memang tidak mudah, namun dengna contoh nyata, dapat membawa anak ke realita bahwa ia memang harus rajin dan tekun, disiplin. Bukan sekedar mengandalkan kecerdasan.
Banyak tokoh ilmuwan yang kecilnya dikenal sebagai bodoh, namun karena hasrat tinggi dan disiplin menekuni ilmu,maka menjadi ilmuwan yang monumental. Anak cerdas perlu tahu, kecerdasan hanyalah modal, sedangkan rajin disiplin dan tekun adalah metode yang valid untuk mencapai sukses hidup.
Pasti dengan disiplin dan rajin beribadah sebagai hamba yang ber Tuhan. Sebab orang sukses cerdas dan hebat, akan mengalami masalah di kemudian hari apabila ia tumbuh tanpa disiplin dalam doa dan kepatuhan terhadap Tuhan. (10.04.2021/Endepe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H