Hidup adalah keajaiban. Saya merasa sangat beruntung dalam hidup ini. Saya ingin terus bersyukur, dan mencoba menebar kebaikan meski hanya lewat tulisan. Juga berusaha kebaikan yang lain. Semoga dimampukan terus oleh Tuhan.
Sungguh Maha Ajaib Tuhan Pencipta semua kehidupan dan kematian. Rasionalitas nalar manusia, bisa ditimpuk banyak irasionalitas hidup karena memang manusia hanya makhluk dan Allah Maha Perkasa. Kelak saya ingin berpulang dengan peluh syukur dan mulut berdzikir selalu kagum terhadap Kemahabesaran Allah SWT.
Tidak mengira, kelak saya yang jalan kaki sekolah di SD di pelosok desa, bisa jalan-jalan sampai ke Belanda dan Eropa lainnya, hanya berbekal doa dan pengharapan. Bersekolah juga pastinya, dari sisi rasionalitas. Namun dari sisi irasionalitas, banyak yang lebih pandai secara akademik dari saya, namun belum tentu bisa jalan-jalan jauh ke jantung peradaban dunia di masanya. Madurodam, kisah yang diwartakan oleh guru SD saya, akhirnya kelak kemudian hari, terbukti bisa saya kunjungi. Saya bersyukur selalu. Dan masih banyak lagi nikmat hidup yang saya rasakan.
Bahkan anak saya juga dapat mengikuti program pertukaran pelajar, sampai stay di Belanda juga.
Masa kecil ada juga kisah duka, namun semua tinggal cerita. Berganti dengan bahagia dan penuh syukur tanpa batas.
Saya semakin mengerti mengapa Bapak Jacob Oetama mengatakan ini: Syukur Tiada Akhir.
Saya agak berderai air mata menuliskan bagian akhir artikel ini. Saya pun ingin selalu bersimpuh ke hadirat Ilahi, syukur kami tidak ada akhir. Kami akan berpulang kepada Engkau Wahai Allah Pencipta semua makhluk, yang mengasihi tanpa ukuran.
Hidup adalah keajaiban. (10.03.2021/Endepe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H