Gong telah bertalu, reaksi akan berkecamuk tidak tahu bagaimana nanti.
Sama dengan Penataran P4 yang dihapus begitu saja, padahal di dalamnya ada ajaran luhur temuan leluhur Nusantara.
Jadi nanti agama dihapus dengan akhlak dan budaya, lantas apakah lembaga pernikahan juga akan diseleseikan dengan lembaga akhlak dan budaya setempat? Misalnya tidak perlu agama, yang penting suka-suka, tidak ada pemaksaan, dan berbudaya.
Cape deh........, mengubah frasa bisa berdampak banyak bagi kehidupan rakyat Nusantara ini. Mungkin perlu dibuat mitigasi risiko, bagaimana jika penganut akhlak dan budaya akan berbenturan dengan penganut agama. Semangkin rumit mas bro......
MENIPU TUHAN
Sebenarnya situasi yang real pernah dikatakan oleh Pak Salim Said. Yakni tentang orang kita yang bahkan Tuhan pun tidak ditakuti. Ahhirnya semua dimanipulasi. Sumpah jabatan dibohongi. Sudah bersumpah, masih melanggar hukum dan korupsi. Dan lain sebagainya.
Maka peta jalan mendikbud ini bisa jadi sangat baik jika semua lapisan masyarakat mengerti sama persis dengan yang dimaui oleh pengambil kebijakan. Namun akan berakhir chaos, jika saling tidak memahami, bahkan sebelum diimplementasikan, bisa berakhir di tengah-tengah atau tidak jelas.
Misalnya, mengapa berdiri Bank Syariah Indonesia? Apakah ini akibat dari akhlak dan budaya, atau karena ajaran agama yang disiplin akan menerapkan konsepsi anti riba dalam dunia perbankan? Satu catatan.
Dua, bagaimana dengan label "halal" yang akhirnya diambil alih oleh pemerintah, apakah ini sebagai pelaksanaan konsepsi akhlak dan budaya, atau ajaran agama?
Tiga, bagaimana dengan majelis ulama indonesia, apakah perlu dibubarkan dan diganti dengan majelis akhlak dan budaya?