Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gong Baru Bernama Akhlak Budaya Versus Agama

8 Maret 2021   17:55 Diperbarui: 8 Maret 2021   18:45 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan Akhlak Pancasila Agama Budaya (foto: mediaindonesia.com)

Setelah sekian lama dipertanyakan kualitas beragama bangsa ini, akhirnya gong ditabuh oleh Mendikbud Nadhiem Makarim dengan format Akhlak dan Budaya. Nomenklatur agama dihapus, dan digantikan dengan Akhlak dan Budaya. Tidak kurang para petinggi MUI Majelis Ulama Indonesia, mengajukan keberatan dan atau mempertanyakan kebijakan ini.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada banyak media menyatakan keterkejutannya melihat perencanaan Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dalam draf terbaru, frasa agama dihapus dan digantikan dengan akhlak dan budaya. Konsepsinya memang cerdik, yakni "draft terbaru", artinya masih sangat mungkin diubah atau disempurnakan. 

Ini ibarat memantik api di tengah sekam. Sebab isu-isu seputar agama sejatinya masih sangat sensitif dan mudah memicu sosial chaos di negara kita. Setidaknya, kontroversi telah dipantik lagi. Setelah ucapan salam Pancasila ditolak dan digantikan dengan salam semua keyakinan, sekarang frasa atau nomenklatur atau istilah agama, digantikan dengan akhlak dan budaya.

Memang unik masyarakat kita ini. Tidak semua orang beragama disiplin menjalankan ajarannya. Namun ketik agama diusik, maka dipastikan akan timbul cercaan dan serangan terhadap orang atau figur yang dianggap menyerang eksistensi agama. Apalagi sempat ada zona pertempuran sosial baru yang akan membenturkan agama "asli" dengan agama "asing". Akhirnya ada Tuhan Asli dan Tuhan Asing.

Jadi bagaimana sebaiknya?

Entah mengapa banyak pengambil kebijakan, ya oke deh bukan banyak tapi ada lah, pengambil kebijakan, yang tidak peduli terhadap sosiopsikologis masyarakat. Sehingga kebijakan yang semestinya baik, belum apa-apa justru memantik kontroversial. Dan energi rakyat akan kembali terkuras berdebat sesuatu yang tidak produktif. 

Banyak pendakwah yang mengatakan "inti sari agama adalah akhlak, dan perilaku. Maka orang yang beragama, akan lebih beradab, berbudaya, berperilaku yang baik, akhlaknya baik". 

Maka, secara pengertian umum, agama diganti "akhlak dan budaya" sebenarnya tidak ada masalah.

Namun komunikasi publik dan pemahaman psikologis masyarakat  yang memprihatinkan, sehingga kebijakan akan ditentang habis-habisan oleh masyarakat yang belum atau tidak paham terhadap hakikat frasa atau nomenklatur atau terminologi tersebut. 

Sama dengan Gus Dur almarhum, pernah mengatakan bahwa Assalamu'alaikum dapat digantikan dengan Selamat Pagi. YAng namanya dapat digantikan, bukan berarti semakna. Karena dalam frasa assalamu'alaikum, ada unsur doa bagi yang mendengar. Sedangkan Selamat Pagi hanyalah sapan biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun