Namanya Farida Hidayati. Silakan ditebak dari namanya kira-kira punya latar belakang keilmuan apa. Beliau ini berkata dalam sebuah even, jika bahagia itu murah, mengapa harus menggenggam luka. Lantas saya ubah, murah menjadi mudah. Kurang lebih sama. Murah itu mudah. Meskipun mudah, belum tentu murah. Yang jelas kata-kata itu akan dapat menghipnotis pembaca. Oh iya... jika bahagia itu murah dan mudah, mengapa harus sekian lama tidak bisa keluar dari sayatan luka?
Menjadi dosen Psikologi di universitas negeri, dan masuk psikologi dengan dorongan yang dulu sulit dipercaya: timbang kuliah ndik mana, wes ndik psikologi saja. Siapa tahu cocok. Hehehe... begitulah sedikit ilustrasi penulis yang akan saya kutipkan di bawah. Saya mengajaknya ke Kompasiana, biar bisa menulis sendiri, tapi beliau ini merasa : menulis itu memerlukan mood.
Lantas saya jawab; menulis itu beda dengan mengarang.
Kalau mengarang, perlu mood. Soale kan harus ngarang-ngarang gitu, kata saya mencoba beretorika. KAlau menulis, ta menulis saja. Mau puisi silakan, mau humor silakan, mau panjang lebar dengan referensi yang silang saling semrawut karena beragam sumber, juga boleh sepanjang kode etik penulisan tetap dijaga. Jangan plagiarisme.
Oh iya iya Kakakkk.... jawab Farida yang jebulnya adik kelas saya di Psikogama. Mari kita ikuti tulisannya yang menyentuh ini.
Pikiran - Badan - Jiwa saling terkoneksi.
by Farida Hidayati, S.PSi., M.Si., Psikolog.
Badan yang tidak sehat akan dapat memunculkan pikiran yang cemas dan jiwa yang tidak tenang. Dan jika lingkaran itu terus berputar maka akan semakin menguat dan membesar.
Kita perlu memotong lingkarannya agar berhenti berputar. Dimulai darimanapun tak jadi soal. Apakah akan dimulai dari badannya, dengan merubah pola makan, pola tidur ataupun latihan fisik. Badan yang bugar membuat pikiran dan jiwa lebih nyaman.
Bisa juga dari pikiran dulu, membangun pikiran yang positip dan realistis. Setiap kali pikiran negatif datang, coba ajak ngobrol pikiran negatifnya dan kembalikan pada realitas. Pikiran yg mencemaskan itu banyak yang tdk terbukti, dan si trauma jangan dibolehin ikut terus. Pikiran yang tidak ada cemas dan trauma akan lbh tenang dan membuat tubuh dan jiwa lebih kondusif.
Jika memilih memulai dari jiwa pun juga bisa. Kuncinya di kesabaran dan kesyukuran. Kesabaran artinya stabil menghadapi guncangan. Kuncinya di pengendalian (setir). Jika setir kita kuasai, medan yg menanjak, jalan yang berlubang akan terlewati.
Kesyukuran artinya merasa berlimpah. Dengan merasa terlimpah maka kita akan ingin memberi dan membagi.
Kalau tak ada harta utk dibagi, kita bisa memberi dan membagi senyuman, bantuan tenaga dan pemaafan.
Pemaafan itu sedekah yang paling mulia dan menyehatkan. Tp banyak org sulit memberi maaf. Mereka yang sulit memaafkan mungkin merasa "eman2" dengan sakit hatinya jk harus dilepaskan dr jiwanya. Padahal, andai dendam atau marah itu mewujud benda, pastilah benda itu busuk atau panas. Dan kita tak akan mau berlama2 menyimpannya...
Bahagia tak harus memiliki sawah yang luas atau sepeda yang lucu. Cukup meminjam dan abadikan di foto dengan tersenyum...
Begitu murahnya bahagia, mengapa harus lama menggenggam luka ?
...
Baiklah, kali saya akan meniru Pak Tino Sidin. Yak bagus. Bagus kan?
Saya jadi ingat fotograger Majalah Kartini, jika you tanya "bagus kan..?", itu artinya tidak ada pilihan lain kecuali jawabannya "Yak bagus".
Berbeda dengan pertanyaan, "Bagaimana ini, bagus, agak bagus, cukup bagus, tidak bagus, tidak jelas", nah.. itu baru membuat bingung penjawabnya.
Namun demikian, saya hanya ingin klarifikasi, "Bagus kan".
Sebab sebuah tulisan yang mendalam, melalui proses beyond the reality, ada kisah dahsyat yang melatarbelakangi sehingga dapat ditemukan benang-benang merah dalam tulisan tersebut.
Jeng Farida, selamat bertamasya di dunia Kompasiana. Segera bergabung untuk bercengkerama dengan komunitas yang semakin membesar dan meluas di di beragam penjuru Nusantara. Have a nice week end. (28.02.2021/Endepe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H