Karir mahasiswa atau alumni bisa dibahas dalam banyak dimensi. Misalnya dimensi internal, atau eksternal. Internal menyangkut diri sendiri, misalnya asal-usul kecerdasan, pendidikan, keluarga, intelegensi yang sangat kompleks, minat, bakat, dan masih banyak lagi. Sementara eksternal meliputi kesempatan kerja, lingkungan luar, dukungan sosial, nilai budaya, dan lain sebagainya. Sementar itu, sebagian orang akan membahas dari sisi grit, fleksibilitas, dan nasib baik.
(1) Nasib Baik
Nasib baik bisa dikatakan juga kunci. Karena ini sulit dikendalikan, namanya juga nasib, maka musti latihan mengendalikan nasib. Namanya sulit ya tidak mudah. Namun kalau kita merujuk kepada Al Quran, nasib baik adalah sebuah keberuntungan. "Sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, kecuali yang beruntung." Namun ini perlu diteliti literasinya, karena ada kelanjutannya, yakni "Siapakah orang yang beruntung itu, yaitu orang-orang yang berpikir dan tidak hanya pasrah atas apa yang menimpa pada dirinya. Karena sukses tergantung dari usaha dan upaya yang dilakukan oleh manusia, dan hak Tuhan telah diberikan dalam hukum sebab akibat."
Nah, jadi orang yang bernasib baik adalah "orang yang berpikir". Karena berpikir, maka di situ akal budi manusia yang akan menjadi dominan. Ada proses belajar, membaca, mengerti, memahami, kompetensi, dan seterusnya.
Sukses karir ditentukan oleh nasib baik adalah seberapa keras dan cerdas seseorang berpikir dan menuntut ilmu untuk masa depan yang lebih baik.
Saya pernah survey, dan menemukan bahwa lebih dari 80% orang sukses percaya bahwa "dia tidak menduga akan mendapatkan sukses seperti ini." Sebagian hanya merasa "ah saya beruntung". Ketika dikejar, mengapa beruntung, dijawab bahwa "beruntung kok sekolahnya bener, perstasinya bener", dan lain sebagainya. Orang yang mengatakan sukses karena "nasib baik", sebagian karena didorong oleh kerendahhatian mereka. Di balik itu, ada kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas, kerja ikhlas, dan kerja tanpa batas.
(2) Grit
Kalau ini adalah variabel dalam psikologis yang dimaknai sebagai "passion, perseverance, resiliensi". Daya juang, pantang menyerah, terus melaju melangkah, mampu mengatasi masalah, dan hati selalu kuat tabah tidak kenal lemah. Pejuang sejati yang tidak kenal kompromi. Tidak punya belas kasihan terhadap kelemahan diri. Terus tekun, fokus memperjuangkan sesuatu, disiplin terhadap komitmen diri.
Tokoh yang pernah meneliti adalah Angela Duckworth (2016), dengan melakukan riset di kalangan taruna akademi militer di Amerika Serikat. Publikasi secara lesan sendiri pernah dilakukan oleh Angela pada tahun 2013 di depan audiens Ted Talking, salah satu acara tayang di Amrik sana. Intinya, mengapa ada orang yang jika dilihat IQ nya sama-sama cerdas, namun kok suksesnya beda? Bukankah seharusnya jika sama-sama cerdas, maka mereka akan sukses semuanya?
Lantas ditemukanlah yang dinamakan Grit. Variabel baru, yang bisa jadi reformulasi variabel lama dalam psikologis, mengenai daya juang, daya tahan, dan daya minat tanpa batas untuk mencapai sesuatu. Ada yang bilang ini mirip dengan konsepsi AQ (Adversity Quotient), yang dikonstruksikan manusia tebagi 3 tipe, yakni climber (orang yang pantang menyerah untuk terus menuju puncak), champer (pekemah, orang yang mudah puas atas raihan waktu tertentu), dan quitter( keluar, orang yang sama sekali tidak tertarik untuk meraih puncak prestasi). AQ ditemukan oleh Paul Scholts, namun bisa jadi publikasi kurang gencar, kalah dengan konsep Grit yang lebih menukik ke dalam kepribadian manusia terdalam.
Grit, daya juang tekun dan pantang menyerah, diyakini sebagai kunci sukses karir manusia.
(3) Fleksibilitas
Fleksibilitas ini adalah sebuah proses adaptasi manusia ketika berhadapan dengan situasi yang sulit untuk dikendalikan. Fleksibel, luwes, termasuk dalam meniti karir. Ada orang sukses sebagai manager di Bank, padahal ilmunya adalah Sosiologi Ilmu Sosial Ilmu Politik. Padahal, bukankah harusnya keuangan atau ekonomi ya gaesss? Ya itulah orang yang fleksibel. Mampu menerima tantangan, mampu menghadapi masalah dan memberikan solusi. Fleksibilitas adalah juga kemampuan adaptasi, kesiapan belajar tanpa henti, sehingga terus proses bekerja tanpa mengenal menyerah ketika di depan mata banyak masalah.
Hal ini mengemuka pada waktu diskusi webinar yang dilaksanakan STIAMAK Barunawati Surabaya (18/2). Mahasiswa dan alumni bisa memilih jalur alternatif sebagai karyawan, atau wirausaha. Semuanya memerlukan fleksibilitas, grit, dan nasib baik dalam kemampuan kemauan berpikir dengan segenap akal budi.
Narasumber antara lain Oko Prasetyo, alumni STIAMAK yang saat ini sebagai Manager Operasional di TPKS Semarang.
Made Ronny alumni STIAMAK yang juga lulusan S2 di Taiwan, senior employee di BUMN. Iskandar Zulkarnaen, wirausaha travel yang dulunya adalah pegawai BUMN dan memilih mengundurkan diri. Lovy Haqi, mahasiswa STIAMAK yang sudah sukses sebagai wirausaha mandiri dengan beragam prestasi. Evy Sofia seorang master di bidang psikologi yang lebih passion di bisnis jastip. Panelis tampil antara lain Dr. Sumarzen Marzuki, STIAMAK, dan Chiefy Adi Kusmargono, S.Psi., MSc, Kandidat Doktor yang juga presdir PT PMLI Jakarta, dengan key note speaker adalah Edy Piyanto, SKM, MM yang dikenal sebagai pegawai karir dan sekarang sebagai Direktur SDM PT Pelindo III (Persero)
Fleksibilitas adalah kunci sukses bagi yang sering menghadapi situasi tidak pasti.
Nah, apakah 3 faktor kunci itu sudah dimiliki, dan diusahakan? Selamat berjuang. (18.02.2021/Endepe)
