Pernahkah memperhatikan ketika kita melintas sebuah kota? apa yang menarik pertama kalinya. Sebagian langsung pada kulinerinya. Yogya ya gudheg, surabaya ya lontong balap atau semanggi Suroboyo, Semarang ya bandeng dan lumpia. Misalnya demikian. Namun bisa juga beda. Kayak saya misalnya, biar ngasih contoh nyata dan tidak mengarang, setiap melintas kota saya sangat ingin mengidentifikasi arsitektur khas apa yang ada di kota itu.
Sayangnya, jika kita melintas sepanjang pulau Jawa, atau bahkan di Kalimantan dan Sumatera, jarang kita lihat di tepi jalan besar ada arsitektur bangunan yang tipikal kota tersebut. Yang ikonik. Hanya di Bali mungkin ya, yang kita melintas bisa melihat ragam bangunan ikonik Bali. Itu pun sebagian bukan milik orang lokal. Artinya bukan untuk pelestarian budaya nenek moyang, melainkan untuk bisnis turisme. Meski demikian, tetap menyenangkan untuk dilihat.
Sama ketika saya melintas di Malmo, Swedia Banyak bangunan yang ikonik mengingatkan memori ke banyak bentuk dalam bidak catur. Namun ini dalam bentuk bangunan besar. Dan masih berfungsi.
Maka penghidupan kota-kota lama, perlu untuk didukung semua pihak. Sehingga generasi mendatang, akan dapat menyaksikan legasy generasi pendahulu. Sekaligus, dapat belajar bagaimana arsitektur lama itu sangat menekankan pada estetika bangunan. Bukan asal bangun saja.
Sementara itu, masih banyak pemda yang belum mengalokasikan anggaran untuk memelihara situs-situs bangunan lama dengan srsitektur menawan. Bisa jadi karena properti bukan aset pemda. Bisa jadi malah masih milik orang asing. Namun jika PERDA bisa mengakomodasi, maka gedung-gedung kuno yang mangkrak bisa dijadikan destinasi wisata yang dapat dibelajarkan bagi generasi muda.
Sebuah himbauan yang semoga menjadi catatan bagi pecinta bangunan arsitektur lama. Dan sekaligus bagi PEMDA untuk lebih peduli kepada bangunan bersejarah. Mumpung situasi sepi dari kerumunan, idealnya kini saatnya untuk merestorasi bangunan kuno yang memiliki keindahan arsitektur bersejarah ini. (15.02.2021/Endepe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H