Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masih Adakah Prasangka Itu?

13 Februari 2021   03:21 Diperbarui: 13 Februari 2021   03:49 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan membentang sambil interaksi lintas warga (foto: VR)

Tidak mudah menyajikan tulisan ini. Bisa terjadi prasangka atas prasangka. Seperti curahan hati yang malah menjadi salah mengerti. Namun perlu diketahui. Bahwa masih ada prasangka yang memang berkembang. Bisa jadi akibat salah perilaku para oknum. Lantas semua disamaratakan. Bisa jadi karena problem ekonomi yang tidak kunjung selesei bagi sebagian dari sistem kemasyarakatan kita. Atau, bisa jadi memang prasangka itu abadi saling menimbulkan sikap atau perilaku agresi.

Saya memforward tulisan Pak Vincent dengan harapan berbagi. Apakah di negara kita memang masih bermasalah dengan prasangka. Ataukah ada yang salah dari sistem nilai yang berkembang di antara pengambil kebijakan? 

Atau memang sangat sulit kita untuk memiliki kesetaraan satu dengan yang lainnya? 

Perlu dibaca dengan hati-hati. Agar malah tidak timbul prasangka baru. Bahwa ada kehidupan lain yang lebih baik ketimbang di sini. Di sini di mana? 

Wah..... pandemi membuat kita semua terisolasi. Mari kita baca dan pahami. Semoga sehat selamat untuk kita semua.

----

Saya menyebutnya kelompok gembala anjing. Sesuai dengan namanya, ini sekelompok orang yang membawa jalan piaraannya pagi-pagi sebelum berangkat kerja, atau ada yang setelah pulang kerja. Orang boleh datang dan pergi sesuka hati. Awalnya saya bertemu mereka saat saya membawa jalan anjing saya.

Kemudian dilanjut dengan percakapan-percakapan singkat, saling bertukar informasi, dan akhirnya jadi "kebiasaan". Ada yang datang dan bertemu pagi saja, ada yang pagi siang, ada yang pagi sore. Tidak ada struktur yang jelas. Hampir semuanya berdasarkan kebetulan.

Beberapa dari mereka juga sudah bertemu kedua anak saya yang dapat giliran jalan siang / sore.

Salah satu percakapan standar tentu saja mereka menanyakan berapa lama kami sudah tinggal di sini. Dan, saya pun bercerita tentang kisah kami; saya datang 2006, istri dan anak-anak menyusul tiba 2007. Awalnya kami datang untuk meneruskan belajar. Kami tinggal di Trondheim sampai 2012 sebelum pindah ke Asker.

Dan, akhir kata, selalu diikuti oleh pertanyaan, apakah kami berencana akan kembali ke Indonesia. Uniknya, pertanyaan ini selalu mereka jawab sendiri,... "Ah anak-anak kamu sudah jadi Norwegian, pasti sulit bagi mereka kalau kembali ke Indonesia,...!"

Ini bukan kali pertama saya mendengar ungkapan serupa. Dulu, profesor saya di Trondheim juga sudah ngomong hal serupa waktu saya memasuki tahun ke-enam tinggal di sana.

Sepertinya ada yang salah dng orang-orang ini,... kami belum tinggal lama di sini, ngomong pun masih belepotan,... tapi sudah di-klaim sbg sama dan setara dengan "mereka".

Mereka tidak tahu,... keluarga kami sudah tinggal di Indonesia empat generasi (kalau dihitung dari kakek saya), dan delapan generasi (kalau dihitung dari nenek saya),... kami pun masih dibilang bukan WNI,... dan masih sering diusir, disuruh balik ke Cina. (VR)

---

Integrasi etnis budaya memang tidak mudah. DI satu sisi masih ada situasi yang dirasakan sebagaimana pak Vincent rasakan. Atau lebih tepat sedang dipikirkan. DI balik itu, konon justru Indonesia adalah negara yang paling sukses memedomani Bhinneka Tunggal Ika

Berbeda dengan Malaysia, yang etnis terbagi ekstreem, antara Melayu, India, China, dan lainnya. Sedangkan di Indonesia, antara Jawa, Sunda, Banjar, Dayak, Tionghoa, dan lain-lain sudah menyatu berbaur menjadi satu. Suku yang bisa jadi karena agak berbeda, Papua, juga sudah menyatu meski isu-isu lokal kok ya masih ada. 

Kenyataannya, prasangka masih ada. Tanggung jawab bersama untuk meminimalisasi itu. Atau setidaknya mengelola agar tidak mengemuka dan berubah menjadi masalah nyata. 

Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa (13.02.2021/Endepe) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun