Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), tampaknya perlu bekerja lebih keras dan cerdas, terkait deklarasi PERDUNU (Persatuan Dukun Nusantara) yang telah menarik perhatian publik sejak 3 Februari 2021. Ada banyak latar belakang yang menjadi alasan berdirinya PERDUNU ini.
Ketua Perdunu Indonesia, Abdul Fatah Hasan, dikenal sebagai pria 41 tahun ini merupakan seorang pengasuh Pondok Pesantren Al-Huda, Blimbingsari, Kecamatan Tegalsari Banyuwangi. Dengan tampilnya seorang pimpinan pondok pesantren ini, maka persepsi dukun mistik digantikan dengan dukun religius. Melalui Perdunu Indonesia, ada beberapa program yang dikatakan oleh ketua umum Perdunu Indonesia Abdullah Fatah Hasan yang menginginkan dan berkomiment untuk memberikan edukasi pada masyarakat bahwa tidak semua pelaku spiritual yang ada itu merupakan orang yang tepat.
Idenya lumayan menyerempet BNSP, yakni konon dalam Perdunu Indonesia, akan ada semacam pengkategorian dukun berdasarkan spesifikasi yang dimiliki oleh dukun yang bersangkutan. Sebagai contoh, misal si A memiliki spesifikasi pengobatan yang berkaitan dengan psikologi, penglaris dan lain sebagainya. Bahkan dukun akan diklaster berdasarkan kompetensi, misalnya Dukun Bayi, Dukun Pijat Urat, Dukun Santet Pengasihan, Dukun Santet Penglaris, dan berdasarkan "kompetensi"nya lain.
Kalau kita lihat, ini adalah fenomena manajemen berbasis kompetensi, dan saat ini ada Dukun Berbasis Kompetensi, sehingga BNSP perlu turun tangan untuk membuat Standar Kompetensi Nasional Indonesia (SKNI), dan membuat klaster-klaster perdukunan ini.
GEJALA APA?
Dengan deklarasi PERDUNU dan membuat heboh publik karena akan menggelar Festival Dukun Santet yang dikabarkan akan digelar di Banyuwangi, pada periode bulan AGustus - September 2021 mendatang. Bertepatan dengan Bulan Suro, bulan keramat bagi rakyat Jawa.
Menurut para pengurus, kegiatan festival ini adalah "untuk menyamakan persepsi" tentang dunia perdukunan, yang selama ini punya stigma negatif seperti teluh, tenung, yang sebenarnya adalah santet ilmu hitam. Padahal santet ada yang ilmu putih, misalnya pengasihan, penglarisan, dan sebagainya. Maka, menurut saya lho, BNSP juga perlu turun tangan melakukan penelitian menuju Standardisasi Kompetensi Dukun Santet.
Dengan demikian, akan ada uji Kompetensi. Sebagaimana dikatakan oleh Pak Kyai Abdul Fatah, bahwa PERDUNU ini berafiliasi akhlus sunnah wal jamaah, dan terbuka untuk semua dukun dengan sebelum bergabung harus melakukan presentasi terkait profesi selama ini, dan bagaimana program-program perdukunan yang dimiliki.
Ini gejala apa ya? Kawan yunior di STIAMAK Barunawati Surabaya, saya peneliti filsafat Islam dan Kebatinan. Dr. Candidat Gigih Saputro, S.F., M.Hum., mengatakan bahwa pemerintah perlu menertibkan organisasi atau aktivitas ini, dengan tujuan pembinaan dan pengawasan. Jika generasi muda akan berafiliasi ke Organisasi Perdukunan, maka dikhawatirkan rasionalitas logika akal, akan digantikan dengan irasionalitas spiritual metafisika yang sulit dibuktikan secara metodologi ilmiah. Stiamak sendiri banyak mengkaji dari sisi administrasi bisnis, bukan terkait perdukunan lohh...
Menurut saya, BNSP lah yang perlu turun tangan untuk melakukan Uji Kompetensi. Saya khawatir jika BNSP tidak membuat Standar Kompetensi Dukun Santet ini, nanti malah arahnya ke BNSP sendiri. Yakni santet akan beterbangan ke sana ke mari tidak terkontrol, dan membuat kegaduhan dalam jagad nirfisik dan metafisik.