Pengganti Daging dan Telur, pasti semua orang berpikir; .....ikann....ayamm..... Namun kalau orang kita, ayam pun dianggap sebagai daging, ya daging ayam.. Hehehe...Kalau di Surabaya, ikannya banyak, ada ikan ayam,ikan tahu, ikan tempe ikan telur, ikan gurami, dan lain-lain, karena "ikan" artinya adalah "lauk", sehingga ketika ditanya "ikannya apa", itu artinya.... "lauknya apa..."
Ya pasti ikan, ikan yang sebenarnya, adalah makanan substitusi untuk suplai protein. Apalagi kalau di Banjarmasin, Kota Seribu Sungai, sejuta menu ikan. Ikan haruan, ikan patin, ikan lais, kepiting, udang, ikan jelawat, ikan kelabau, dan masih banyak lagi. Pasti yang non Kalimantan, agak terheran-heran karena ikan varian sungai di Kalimantan lebih eksotik ketimbang yang pernah kita dengar.
Kalau di Jawa, pengganti daging dan telur bisa merujuk ke ikan gurami yang mihil enak gurih, ikan mujahir yang banyak ditemui di sungai, bethik, lele, belut, wader cethul, dan juga masih banyak lagi. Sayangnya, seiring dengan fenomena mengeringnya sungai-sungai di Jawa, varian ikan semakin sedikit, dan sebagian dimangsa ikan predator yakni lele dan gabus. Akibatnya, jenis ikan semakin sedikit yang bisa ditemukan sebagai pengganti daging dan telur.
Tempe dan tahu, menjadi pilihan murah dan utama untuk sebagian warga Nusantara. Berbahan kedelei import dari Amerika, Brazil, Kanada, Uruguay, tempe pun menjadi favorit bagi warga desa maupun kota, tidak menyadari kalau bahan dasar tempe bul import. BAhkan periode tahun 2020 yang lalu, suplai import kedelei mencapai 7,2 juta ton, dengan nilai lebih dari 10 trilyun rupiah.
Sayur Bunga Tigaron
Nah, ketimbang memperbincangkan protein pengganti daging telur yang mainstream itu, ini ada sayuran langka dari negeri Seribu Sungai, namanya Sayur Bunga Tigaron, lazim di Sampit dan Banjar dinamakan sebagai Tigaron Bejaruk.
Rasanya kemrenyes kadang kemriyuk, kayak kita makan kangkung. Jika dibumbui dengan rasa yang sesuai lidah, maka mirip dengan oseng sayur. Namun rasa yang asli, gurih netral khas sayur alamiah tanpa bumbu yang tajam.
Pada saat masuk ke perut, rasanya adem enak dengan kandungan serat yang banyak. Jadi, enak nyaman seperti kalau kita makan karedok, atau sayur kukus campur ala gudangan jawa. Sayangnya memang, sayuran ini pun diyakini semakin langka, tidak mudah ditemukan.
Selain tergantung pada musim berbunga pohon Tigaron, juga pohonnya sendiri juga langka. Selain itu, sebagian generasi muda kok seakan tergiring berselera makan kepada menu menu fast food dan junk food.
Jadi, kayaknya memang perlu dilakukan edukasi kulineri, agar lidah terlatih mengkonsumsi varian makanan yang lebih bergizi dan kaya serat.
Demikian cerita dari KOta Banua Nan Bungas, satur Tigaron semoga semakin populer lagi untuk kebutuhan gizi masyarakat kita. Juga supaya kita mampu memilih alternatif selain daging dan telur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H