Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dendam Kepemimpinan Vs Mindset

26 Januari 2021   19:10 Diperbarui: 26 Januari 2021   19:12 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bacaan terkini yang tembus 2 juta copy di era digital (foto: target.com)

Pernahkah mendengar adanya dendam kesumat? Yakni dendam yang tidak bisa padam. Sebagian orang jawa timuran bilang "dienthing-enthing", dititeni, diciri, dicatat wajah atau peristiwanya, dan akan dibalas sampai kapan pun. Pendendam berkeyakinan, bahwa perilaku orang yang diingat-ingat tersebut "pasti" tidak berubah. 

Jika masa kecilnya berandalan, "pasti" masa besarnya juga byak-yakan. Sudah genetik, demikian kata orang.

Penjahat dan pemimpin itu dilahirkan, sudah bakat dari orok. Tidak ada kemampuan manusia atau alam yang akan mampu mengubahnya.

Seorang pemimpin ada yang bisa marah besar hanya karena telepon tidak diangkat, tanpa mau memahami mengapa tidak diangkat. Ketika dijelaskan, tetap marah besar dan meng-enthing-enthing dengan memberikan label "anak buah durhaka", dan sangat yakin bahwa si anak buah adalah orang yang harus dimusnahkan dari muka bumi.

Pemimpin merasa dia adalah orang yang mulia dan dilahirkan sebagai "orang yang benar", dan anak buah bisa dianggap sebagai "penjahat" yang tidak tahu sopan santun, pasti tidak berubah, dan pasti harus dibuang ke pulau terpencil sejauh-jauhnya. Percuma semua usaha jika dilakukan, karena "pasti tidak bisa", dan "saya pasti benar dan yang lain bodoh dan salah".

Sebaliknya, ada juga pemimpin yang percaya bahwa "perilaku bisa diperbaiki, prestasi bisa dibelajarkan". Tidak ada orang yang "terlahir sebagai pembangkang", jika kasusnya adalah tidak mengangkat telepon, mengapa sampai berkelanjutan tanpa maaf dan kesempatan? 

Syukurlah bahwa kepemimpinan juga beragam. Ada yang percaya "semua bisa dibelajarkan", meskipun ada juga yang meyakini "semua sudah permanen dan tidak mungkin diubah".

MINDSET 

Sepele, namun begitulah mindset mempengaruhi pola pikir sikap perilaku bahkan kebijakan seorang pemimpin. Pola pikir, keyakinan, dan nilai yang dipegang itulah yang lazim dikenal sebagai "mindset", atau terjemahan awamnya adalah "pola pikir yang digunakan dalam sistem kognitif dan mempengaruhi terhadap sikap perilaku ke luar". 

Fix mindset adalah mewakili orang yang berkeyakinan bahwa semua hal adalah tetap, tidak bisa diubah, sudah takdir, dan bawaan dari bayi.

Growth mindset adalah orang yang percaya bahwa segala sesuatu itu bisa berubah, bisa dibelajarkan, bisa dikembangkan, bisa diperbaiki, bis ditingkatkan lebih baik.

Growth lebih optimis dibandingkan fix mindset (foto: dokpri) 
Growth lebih optimis dibandingkan fix mindset (foto: dokpri) 

Pemimpin yang memiliki fix mindset menyatakan bahwa organisasi sangat membutuhkan dia an sich, dan merasa tidak perlu mengembangkan karyawan. Dia juga tidak menyenangi kritik, dan cenderung sentralistik ke figur individu. Sementara pemimpin yang growth mindset, akan mengembangkan semua karyawan untuk tumbuh bersama dan berkeyakinan bahwa segala sesuatu itu bisa dipelajari.

Idealnya bagaimana? Apakah harus growth mindset semua pemimpin? Itu yang dilematis. Pada satu sisi, growth mindset memang dibutuhkan untuk transformasi masa depan organisasi. Ciri-ciri positif banyak dimiliki pada corak growth mindset, namun ada kalanya emang pemimpin menggunakan intuisi dan kembali ke "tangan besi", karena organisasi sudah genting dan hampir sekarat dihajar resesi. Tidak ada kesempatan untuk bertumbuh lagi.

Nah, dalam konteks ini, tetap yang dibutuhkan adalah model growth, sebab jika asumsinya semua tidak bisa berubah, maka itu artinya diasumsikan perusahaan pun akan terkunci pada tahapan tertentu, dan itu artinya tidak maju maju.

Mapping tata nilai fix dan growth ini yang juga penting dilakukan perusahaan. Sehingga bisa dipetakan bagaimana kader-kader masa depan organisasi. 

Kepemimpinan membutuhkan growth mindset agar adaptif di tengah pandemi (Foto: Dokpri) 
Kepemimpinan membutuhkan growth mindset agar adaptif di tengah pandemi (Foto: Dokpri) 

Inspirasi.

Nah, tema tadi menjadi bahasan menarik di acara bedah buku MINDSET di Surabaya, yang melibatkan narasumber karyawan pilihan, dengan peserta yang antusias dari awal sampai akhir. STIAMAK Barunawati Surabaya berperan aktif dalam group Pelindo III, karena ada kerjasama yang erat dan hubungan yang intensif di antara 2 entitas organisasi tersebut. Acara juga akan dilanjutkan dengan banyak webinar yang menggugah terkait kepemimpinan masa depan, dan bagaimana organisasi perlu menyiapkan sejak awal.

Growth... tetap optimis di tengah pandemi. Semoga sehat selamat barokah. (26.01.2021/Endepe) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun