Sebagian orang senang bekam. Baik bekam kering, hanya dikop namun darah tidak keluar. Ada juga bekam basah, tubuh misal kepala, punggung, kaki, dan lainnya dikop, lantas dicucuk cucuk jarum, lantas darah dikumpulkan dengan kop ulang.
Bagi yang kuat, rasanya nyaman dan kepala terasa ringan setelah bekam. Tekanan darah tinggi, asam urat, kolesterol, dikatakan bisa diatasi dengan bekam.
Migren, sebagian juga bisa diatasi dengan bekam. Darah sumber kepala pusing, dikop dan dibekam sehingga keluar.. maka kepala terasa kemepyar, ringan, entheng, enak.
Itu sisi positif bekam. Bekam dapat dikatakan sebagai metode efektif mengeluarkan darah kotor, yang menggangu syaraf atau kesehatan tubuh kita.
Sisi lainnya, seperti yang saya pernah rasakan, lama-lama kok sakit perih pedih karena bakdo bekam, ada umbul-umbul atau butiran-butiran seperti uap yang mlethis atau seperti bunyi plastik ditusuk jarum. Rasanya pedih. Pak tukang bekam bilang, itu tandanya kadar gula mulai naik. Wah, dulu awal-awal bekam aman-aman saja, setelah bekam kok malah nyeri pedih sakit. Bisa karena keseringan, atau mulai tidak cocok.
Namun ya tetap ada juga sebagian yang terus melakukan bekam. Dan nyaman. Ya ini bisa cocok cocokan, kayak herbal ada yang cocok, ada juga yang tidak.
Dalam sejarahnya, bekam adalah cara Rasulullah Muhammad SAW untuk mengeluarkan racun dari dalam darah. Juga untuk menjaga kesehatan.
Mengapa tidak Donor Darah?
Inspirasi donor ini justru ketika saya mengobrol dengan keluarga. Di mata saya, donor darah itu seperti menyakitkan. Ditusuk jarum, darah mengucur lewat pipa selang plastik selama sekian menit, dan seterusnya.
"Tapi tidak sesakit kalau dibekam, nyeri dan perih, "sahut keluarga saya. Saya lantas berpikir dalam perspektif lain. Kalau bekam, darah pasti dibuang ke lobang sampah. Kalau donor darah, darah digunakan untuk kemaslahatan masyarakat yang membutuhkan. Bahkan, jika genting, darah adalah vital.