Banjir di provinsi Kalimantan Selatan sejatinya mengherankan. Sebab, peta alam menunjukkan ibu kota Kalsel yakni Banjarmasin adalah Kota Seribu Sungai. Artinya urat nadi daratan dipenuhi aliran sungai, anak sungai, sampai cucu dan cicit. Ketika saya berada di Banjarmasin, tidak kurang dari 2 tahunan, saya melihat sendiri keajaiban kota nan bungas ini (Bungas= cantik).
Makan ikan haruan, konon dipercaya meningkatkan stamina pria. Udang lobster dari sungai alam, sampai patin liar bukan dari tambak yang lemaknya gurih nikmat, adalah menu yang sangat eksotik. Belum lagi komunitas pecinta Bekantan, hewan monyet berhidung panjang, yang hanya ada di Klaimantan, dan di Banjarmasin ada pulau khusus untuk melindungi dan mengembangbiakkan secara natural.
Tidak heran, di tahun 2017, wah.. 3 tahun yang lalu, kerjasama digelar intas instansi untuk menggelar pelatihan penulisan esai Peradaban Sungai, yang diharapkan masyarakat semakin paham terhadap kelestarian alam. Apalagi perusahaan Ambang Barito Nusapersada, biasa disingkat Ambapers, adalah kolaborasi BUMN, BUMD dan BUMS Swasta dalam memelihara alur Sungai Barito dengan pengerukan rutin untuk melindungi kedalaman alur sehingga bisa diarungi kapal dan tongkang dengan draft 5 - 6 meter.
PERADABAN ATAU PENGENDAPAN?
Alur memang telah dipelihara, tongkang batu bara aman melintas di Sungai Barito. Setiap tahun, tidak kurang dari 100 juta ton batu bara melewati Sungai Barito. Untuk alur Sungai Barito, sudah dijamin aman. Ada kapal keruk besar bernama Barito Equator yang hilir mudik di alur sesuai jadwal, untuk mengamankan kedalaman.
Namun, bagaimana dengan anak sungai cucu cicit Sungai Barito yang saling tersambung dan sebagian besar terdapat sedimentasi alamiah baik dari domestik atau pun erosi tanah akibat hunian warga. Itu pun dugaan, jadi perlu data kongkret sebenarnya sedimentasi terbesar di sungai-sungai Kalsel itu karena banyaknya hunian di bibir sungai, atau akibat derasnya air dari arah gunung Meratus dan kawasan pertambangan?
Apa pun penyebabnya, banjir 2021 ini tidak boleh dianggap main-main, dan tidak layak pula, tidak elok, jika hanya digunakan sebagai komoditas politik untuk saling memukul lawan. Sebaiknya, kesadaran kembali dihidupkan ke semua lini masyarakat, untuk semakin mencintai peradaban Sungai, Sungai sebagai sumber kehidupan, Sungai sebagai halaman depan bukan halaman belakang yang selalu dihindari dan tempat membuang kotoran.
Peradaban Sungai, seharusnya bisa membendung Pengendapan Sungai. Teknologi pengerukan harus menjadi mata kuliah wajib utama untuk sekolah-sekolah di Kalimantan, sehingga akan tumbuh kembang ahli ahli kongkret yang mampu melakukan pengerukan sungai, dengan didukung anggaran rutin yang nyata dan teknologi kekinian.