Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gotong Royong Suami Istri

18 Desember 2020   03:58 Diperbarui: 18 Desember 2020   04:39 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian mitos menyatakan bahwa tanggung jawab mencari nafkah adalah pada suami. Benar, jika situasinya memang masih ada di jaman doeloe, ketika definisi mencari nafkah adalah pergi ke hutan memburu binatang untuk lauk, atau mencangkul tanah seluas 5 hektar sendirian. Maka istri adalah asisten di rumah yang bertugas memasak, momong anak, domestik peran. Stigma pada suami, pasti punya penghasilan besar dibanding istri, yang dianggap tidak bekerja. 

Alih-alih penghasilan istri lebih besar, bahkan saat ini istri bekerja pun sebagian tradisi masih menempatkan suami lah yang menjadi tulang punggung keluarga. Padahal, istri yang berkontribusi paling besar di rumah tangga.

Ya inilah mengapa wanita sebagai ibu, paling banyak akan menghuni surga. Bahkan, surga itu ada di bawah telapak kaki ibu, bukan bapak. Bapak atau suami yang durhaka kepada istrinya, mungkin memang tempatnya di neraka. Sudah penghasilan di bawah istri, masih ribut menganiaya istri, merendahkan dan melecehkan istri. Ada nggak itu? Coba saja cari... ada kayaknya ya  hehehe....

Suami yang tidak bisa membawa diri, terkena stigma pada suami bahwa suami harus selalu berkuasa, powerful, dan ditakuti dalam rumah tangga.

Alhamdulillah, saat ini saya kira kondisi semakin baik. Doeloe, pamali kalau ada laki-laki dibonceng sepeda motor oleh wanita. Sekarang semakin banyak laki-laki yang mbonceng istri, entah alasan sakit, atau ngantuk, sehingga yang nyetir adalah istri. Dah biasa kayak gitu. 

Ini baik atau buruk? Ya kalau saya sih, yang penting dalam rumah tangga tetap saling menghormati antara suami dan istri. Penghasilan istri lebih besar?

Wow, bukan hanya penghasilan lebih besar, sekarang semakin banyak justru wanita yang mencari nafkah, suaminya di rumah. Bisa karena covid19 sehingga dirumahkan, atau memang istri lebih terdidik dari sekolahnya, sehingga justru istri yang punya pekerjaan formal di dunia publik. 

Suami, ya otomatis di area domestik. Suami menjadi bapak rumah tangga: bersih bersih rumah, momong anak, sosialita kampung, masak bahkan, dan lain sebagainya.

Mau mengangkat pembantu alias asistem rumah tangga? Wow, tambah bisa rumit, pembantu di rumah bersama si suami, istri kerja di rumah ? Akhirnya, ada juga kok yang menerima kenyataan: istri bekerja, suami di rumah saja. Yanng penting gotong royong saling membawa diri dengan baik.

Istri penghasilan lebih besar? Itu bukan aneh, coba tanya istri istri yang jadi menteri, presiden, walikota, gubernur, rektor,kepala sekolah, itu para suaminya jadi apa ya... kan tidak selalu suaminya pengusaha kaya raya yang lebih sugeh ketimbang jabatan istri kan... Jadi itu adalah biasa.. yang penting gotong royong saling menghormati dan bisa membawa diri.

Pengalaman saya sendiri, pada tahun 1990-an menjelang pergantian milenial 2000an awal,  penghasilan saya jauh di bawah istri. Istri saya sudah menjadi pejabat negara, hehe... memang iya hawong dia bekerja di institusi negeri, sedangkan saya masih awal meniti karir di perusahaan negara.

Namun seiring dengan perjalanan karir, penghasilan saya ya melesat jauh di atas penghasilan istri. Ya yang penting gotong royong kan,  sehingga ketika saya pernah merangkap jabatan sebagai komisaris di anak perusahaan, ya biasa saja.. Tidak lantas lupa diri dengan menghina istri yang akhirnya penghasilan jauh di bawah suami. Sebaliknya, doeloe ketika istri punya penghasilan di atas suami, juga biasa saja.

Gotong royong adalah penting dalam rumah tangga, sehingga penghasilan istri yang lebih besar adalah hal yang biasa dan para suami pun tidka perlu berkecil hati. Saling menjaga diri, terutama di depan anak, juga alasan yang baik untuk saling gotong royong. 

Bagi keluarga yang menempatkan agama sebagai pedoman hidup, semua adalah sarana ibadah. Suami yang bisa membawa diri walaupun istri berpenghasilan lebih besar, adalah juga ibadah sebagai pamomong keluarga. Istri yang tetap menghormati suaminya, meskipun penghasilan lebih besar, juga ibadah sebagai bagian dari kesabaran menjalani hidup, tetap bahagia gotong royong dalam keluarga.

Suami yang kurang ajar adalah ketika penghasilan lebih kecil, tampak tunduk kepada istri. Ketika penghasilan lebih besar, lantas sombong bergaya mau mencari istri satu kampung semua mau diambil sebagai istri. Ya suami kayak gitu, memang lebih baik dilempari sandal karena bagaikan kacang yang lupa pada kulitnya. Ada gak yang kayak gitu ya... HAembuh .. hehehe... namanya dunia komplikatet, bisa saja ..

Saya doakan semua kompasianer keluarganya harmonis, bahagia, sehat selalu semakin dan tetap sehat melewati pandemi ini, sehingga kalau suami work from home dan penghasilan istri di atas suami, tetap bahagia bersyukur dan bahagia gotong royong dalam rumah tangga..

Salam sehat penuh berkat. (18.12.2020/ndp)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun