Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Presidenku Pahlawanku..

10 November 2020   02:38 Diperbarui: 10 November 2020   16:33 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Karno dan Pak Harto (Foto: tribunnews.com)

Hari Pahlawan 2020,  membuat kita berpikir keras untuk mendefinisikan ulang siapa pahlawan itu. Dari unsur katanya, pahlawan adalah pahala-wan. Artinya, orang yang memiliki banyak pahala. Kebaikan. Berbuat banyak untuk kemanusiaan. Masyarakat luas. 

Monumen atau tugu pahlawan sendiri berdiri tegak di Surabaya. Menandakan pernah ada kejadian sangat besar pada 10 November. Alkisah arek-arek Suroboyo yang gagah berani ketika itu. Tahun 1945. Tanah masih basah oleh darah perjuangan meraih kemerdekaan. 

mobil Jenderal Mallaby yang hancur berantakan (Foto: en.wikipedia.org)
mobil Jenderal Mallaby yang hancur berantakan (Foto: en.wikipedia.org)

***

Secara historis, peringatan Hari Pahlawan 10 November adalah upaya untuk untuk mengingat pertempuran  heroik di Surabaya yang terjadi pada 1945.

Pada mulanya, peristiwa tersebut diawali sebuah insiden perobekan Bendera Merah Putih Biru di atas Hotel Yamato, yang sekarang bernama Hotel Majapahit, Di Surabaya,  pada 19 September 1945. Situasi menjadi tidak terkendali, karena secara sporadis terjadi bentrok antara lasykar rakyat dengan tentara kolonial yang masih bertebaran di sekitar kota. Untuk mencegah korban yang semakin banyak, kemudian Presiden Soekarno memerintahkan untuk gencatan senjata secara nasional, ketika itu, pada 29 Oktober 1945. Namun pertempuran kembali pecah pada 30 Oktober 1945. Selanjutnya, terjadi situasi chaos, ketika Jenderal Mallaby, perwira tinggi Inggris, mati secara misterius di tengah perang, karena tembakan lasykar. Aubertin Walter Sothern Mallaby atau juga dikenal dengan Brigadir Jenderal Mallaby adalah brigadir jenderal Britania yang tewas dalam peristiwa baku tembak 30 Oktober di Surabaya tersebut. Ini memicu keluarnya ultimatum Inggris, dengan didukung kekuatan tentara sekutu,  dan meledaknya Pertempuran 10  November 1945. 


Sampai sekarang, siapa yang menembak ini, tidak diberitakan secara pasti. Namun Inggris menjadi sangat marah. Maka, ultimatum untuk melucuti senjata lasykar, diberitakan pada tanggal 10 November 1945. Jika tidak, maka Surabaya akan diserang dari udara, laut, dan daratan. Begitu ancaman Inggris dengan pasukan Sekutu. Namun, fatwa resolusi Jihad dari Hadratus Syech  Hasyim Ashari, membuat rakyat percaya diri untuk melakukan perlawanan. Pidato Bung Tomo berkobar-kobar, membakar semangat rakyat Surabaya. 

Maka, datanglah hari itu. Rakyat Surabaya dengan senjata yang dipunya, bersama para pejuang lasykar bersenjata hasi rampasan perang dengan Jepang,  bertempur melawan tentara Inggris. Tidak main-main, pada pertempuran tersebut, jumlah kekuatan tentara sekutu sekitar 15.000 pasukan bersenjata lengkap. Maka, sekitar 6000 rakyat Indonesia pun gugur, dan kota porak poranda dibom dari udara, ditembak para infanteri sekutu, dan diintimidasi dari lautan. Rakyat diteror lahir batin,  dalam pertempuran di Surabaya itu. Pertempuran tersebut terjadi selama tiga minggu. Sebuah perlawanan yang sebagian mengatakan "perang yang brutal dan sangat tidak seimbang". Sekutu yang bersenjata lengkap, dan rakyat yang hampir tanpa senjata karena senjata hanya kumpulan rampasan perang dengan Jepang sebelumnya. 

Bung Karno pun menetapkan tanggal pertempuran Surabaya pada 10 November 1945 itu pun ditetapkan sebagai Hari Pahlawan melalui Keppres Nomor 316 tahun 1959 pada 16 Desember 1959.

***

Sekarang, siapa yang dinamakan pahlawan itu? Untuk pahlawan 2020, di era pandemi ini, maka memang para dokter, perawat, relawan, ara penyintas covid19, adalah juga pahlawan. Rakyat juga pahlawan. Orang tua kita juga pahlawan. Bapak ibu guru juga. 

Namun menurut saya, konteks 10 November ini, pahlawan itu adalah para presiden negara kita.  Pak Jokowi dengan pembangunannya, Pak SBY, Bu Megawati, Pak Habibie, Gus Dur, Pak Harto, dan bung Karno. Dan jangan lupa, kita juga pernah punya presiden darurat. Yakni Mr Sjafrudin Prawiranegara. Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) adalah penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia periode 22 Desember 1948 - 13 Juli 1949, dipimpin oleh  Mr Syafruddin Prawiranegara. 

*** 

Jas Merah, demikian kata Bung Karno. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Presiden Sukarno, adalah Bapak Bangsa yang sangat percaya diri, bahkan ketika bangsa Asia belum mampu berdiri tegak dengan bangsa lain. Apalagi Indonesia, yang masih disebut sebagai Hindia Belanda. Bung Karno, adalah pahlawan sejati yang mengukuhkan republik ini sejajar dan percaya diri bahkan di awal kelahirannya.

Saya sudah sampai ke Jerman. Dan nama di sana ketika kita mneyebut Indonesia, adalah "Sukarno... yes.. Sukarno...".

Saya juga alhamdulillah sudah ke Mekah Medinah. Dan pohon yang terkenal di sana, adalah Pohon Sukarno. Pohon yang dihadiahkan kepada Raja Saudi ketika berkunjung ke sana.

Saya punya kawan dari Rusia, dan nama yang sering disebut adalah "Sukarno".

Saya juga punya sahabat dari Egypt (Mesir), dan mereka suka berkisah tentang Bung Karno yang menolak diajak Presiden Gamal Abdul Nasser di suatu malam karena merasa lelah.  Bayangkan "presiden anyaran" berani menolak  tawaran tuan rumah di negara orang. 

Bung Karno pula yang buru-buru membentuk pemerintahan darurat, 1948,  ketika tahu risiko akan adanya kevakuman pemerintahan ketika itu. 

Kabinet yang dibentuk pun dinamakan sebagai Kabinet Darurat. Hal ini atas inisiatif Bung Karno, sesaat sebelum pemimpin Indonesia saat itu,  Bung Karno dan Bung Hatta ditangkap Belanda pada tanggal 19 Desember 1948. mereka sempat mengadakan rapat dan memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan sementara di Sumatera. 

Bung Karno, peletak dasar percaya diri Bangsa Indonesia. 

***

Suatu ketika saya bertemu dengan seorang petani. Di sebuah desa yang jauh dari keramaian. 

"Sinten presiden idola sampeyan, "tanya saya sambil lalu. Sekilas untuk sounding-sounding peta politik tanah air, ketika itu. Tahun 1998an, beberapa saat setelah reformasi 1998.

"Nggih Pak Harto, "katanya sambil menerawang. 

"Kok saged, "tanya saya berusaha menelisik. Saya sendiri ikut dalam gerakan reformasi, meski bukan tokoh aktivis atau pemeran demo di lapangan. 

"Mas, pemimpin itu yang peduli rakyat kecil. Pak Harto itu, memperhatikan wong cilik... yang gak punya tanah diwehi tanah, transmigrasi... Nopo saniki saged transmigrasi nek mboten di jamannya pak Harto, "katanya seakan menunjukkan kepada saya, sisi lain dari Pak Harto yang dicintai rakyat kecil. Setidaknya yang di depan saya, ketika itu. 

***

Ada banyak rahasia khusus yang menyebabkan presiden kita adalah pahlawan bagi rakyat. Pahlawan 2020 ini, perlu mengajarkan kepada rakyat generasi muda, tentang sejarah perjuangan merebut dan mempertahankan, serta mengisi kemerdekaan. 

Bung Karno dan Pak Harto, bagaimana pun adalah presiden yang banyak berjasa di awal berdiri kokoh negeri ini. Rasanya kita perlu untuk meletakan beliau sebagai pahlawan 2020, dan seterusnya. Demikian halnya, pasti presiden Jokowi, pak SBY, Pak Habibie, Gus Dur, Bu Mega, Mr Syarifudin Prawiranegara, dan tokoh lainnya. Pembelajaran perlu diulang-ulang, sehingga sebagai bangsa besar, kita akan terpelihara, tidak terputus sejarah, dengan para pendahulu kita. Apalagi generasi muda kita yang sepertinya semakin jauh dari sejarah. 

Tujuannya, agar kita tidak kehilangan sejarah. Jas merah, kata Bung Karno. 

Jangan sekali-kali melupakan sejarah. (10.11.2020/NDP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun