Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kawah Sikidang, antara Wonosobo dan Banjarnegara

27 Oktober 2020   05:39 Diperbarui: 27 Oktober 2020   06:09 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alam kita ibarat cuilan surga yang jatuh ke bumi. Eksotisme sangat berlimpah pesona. Apakah ini berlebihan? 

Gak, yang berlebihan adalah keindahannya. Sangat lebih. Kita bisa memilih semua objek wisata dengan leluasa. Harga terjangkau, dari gunung pantai dataran lembah samudera. Candi situs kerajaan lama jaringan budaya lama purba sampai jejak-jejak yang masih terlacak. Hingga kini.

Itu semua ada di sini. Betapa Allah sangat rahman dan rahim. Bahkan, ada yang bilang Indonesia adalah Atlantis yang hilang. Bahkan, ada juga yang bilang. Hamparan zamrud Khatulistiwa, membentang dari Aceh hingga Papua. Itu adalah kapal Nabi Nuh dengan penghuni yang lengkap: semua binatang, tumbuhan, jenis melata, kecil mini dan raksasa. Ada semua.

Senyampang mau long long week end... nih sedikit cerita tentang Sikidang. Wisata kawah belerang yang hangat kebul kebul asap menjulang..

Kawasan puncak Dieng... gunung yang terbelah menjadi wilayah Wonosobo dan Banjarnegara... 

***

Komplek Candi Arjuna 

Kawah Sikidang hanyalah bagian dari eksotisme alam. Di kawasan sejuk zona wilayah Wonosobo dan Banjarnegara ini, masih sering ditemukan jejak-jejak situs peradaban. Kalau kompleks Candi Arjuna, Bima, dan percikan batu kawasan candi, itu sudah ada. Namun yang menarik, kadang di antara tanaman kentang, petani bisa menemukan batu-batu yang lantas digali, bul memanjang dan mendalam sehingga ditemukan situs-situs baru. Berserak. 

Sebagian dilaporkan sehingga diisolasi, disterilkan dari penduduk. DIpelajari. DIdata. Namun sebagian lain, dirahasiakan. Sebab jika ketemu, maka zona pertanian bisa disterilkan untuk diteliti kepada situs baru tersebut. 

KOmpleks Candi Arjuna adalah candi-candi yang berbeda dengan Borobudur, atau Prambanan. Jika di Prambanan dan Borobudur masih ditemukan patung, maka di kompleks CAndi Arjuna ini sangat sedikit kalau dibilang tidak ada. Hanya candi-candi dengan pintu masuk, lantas keluar begitu saja. Bisa jadi patung-patung pernah disterilkan oleh zaman ketika itu, terutama ketika pengaruh kerajaan baru muncul. Atau bisa jadi diambil. Namun candi-candi di kompleks Arjuna Bima ini, lebih mirip seperti kompleks pemakaman atau perabuan jenazah zaman dahulu. 

Sebagian orang sering bilang, sebenarnya di mana makam-makam para raja zaman Hindu Jawa, Budha lama di tanah Jawa?

Sebagian orang menjawab, selama tidak ada makam, maka jenazah kemungkinan banyak diperabukan. Dan abunya disimpan di candi, hingga waktu yang akan menghilangkannya. Namun jika sudah ditemukan makam dengan nisan, itu artinya peradaban muslim sudah datang di lokasi tersebut. 

KOmpleks Candi Arjuna, sepertinya, dulu daerah perabuan di kawasan sejuk Wonosobo dan Banjarnegara. 

***

Lokasi ke kawah Sikidang Dieng terletak di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. KAlau panjenengan ke sana, maka jika terbiasa dengan one gate system, akan sedikit mengalami kejutan. Apalagi yang suka memilih arah atau identifikasi mata angin. Dieng Kawab SIkidang, ini arahnya di sebelah timur, atau barat? Kok seperti banyak pintu ? 

Memang, Dieng ini terbelah di antara 2 wilayah; WOnosobo dan Banjarnegara. Banyak yang mengatakan letaknya di Wonosobo, karena jalan menuju ke sana lewat Wonosobo. Untuk mencapainya juga sangat mudah karena letaknya dekat dengan Kompleks Candi Arjuna dan Candi . Namun teritorial awal, ya Banjarnegara. Sekarang terkait pintu masuk wisata, bisa lewat Banjernegara, atau Wonosobo. Tiketnya menjadi PAD bagi kedua kabupaten di wilayah Jawa Tengah ini.

Rombongan Stiamak Barunawati dibagi dalam 2 kendaraan kecil. Sehingga manuver kedaraan di sekitar kawasan wisata juga mudah. Kalau pake bis, waduh.. risiko naik turunnya perjalanan berisiko. 

Untuk memasuki kawasan wisata Kawah Sikidang Dieng,  harga tiket masuk yang merupakan tiket terusan dari obyek wisata Kompleks Candi Arjuna dan Candi Bima sebesar Rp 15.000 ketika itu. Harga individu, dengan kelompok, bisa beda. Masuknya begerombol, ada diskon tiket. Tahun 2020 ini, saya belum tahu berapa tiket masuknya. Seperti biasa, ya tetap murah untuk rakyat sendiri. Jangan khawatir..

Ini artinya sebelum ke Kawah Sikidang, juga bisa menikmati obyek wisata candi dengan satu tiket terusan. Harga yang murah untuk tiga obyek wisata sekaligus. Lokasi Kawah Sikidang secara resmi dibuka setiap hari dari jam 07.00-16.00 WIB. Kalau mau datang sebelum itu bisa gak? Kayaknya masih ditutup dan hawa dingin sekali... mending agak siang sehingga selfi-selfi lebih terang. 

Asap belerang di belakang, hati hati ya... (DOkpri/NDP) 
Asap belerang di belakang, hati hati ya... (DOkpri/NDP) 

***

Lebih menarik lagi sebenarnya adalah Puncak Dieng. Bisa mengintip matahari terbit. Waktu itu saya dan rombongan naik subuh dari Wonosobo. Sekitar jam 0300 an pagi. Terhenti untuk subuhan di masjid di sekitar jalan menuju puncak. MAsih remang dan dingin. MAka kami berjalan agak lambat, mobil tidak terlalu cepat. 

Masuk kopleks parkiran, ternyata kendaraan sudah sangat banyak. Jalan menuju kompleks parkir, sempit dan dipandu banyak warga untuk mengatur sliringan (mobil ketemu dua arah), yang memang sulit. Santai kami menuju puncak melalui anak tangga buatan di punggung bukit Dieng.

Ehhhh... ternyata sampai di puncak sudah terang benderang. Naiknya agak jauh juga. 

"Ming saududan mawon..., "kata seorang pemandu wisata. Hanya sekitar satu hisapan rokok. Deket.

"Ning udude nyombang nyambung..."kataku jengkel karena gak sampai-sampai. 

Peluh keringat bisa keluar di dinginnya pagi. Matahari sudah terang, dan bahan kami bertemu banyak wisatawan yang "sudah turun dari punacak".

Capekkk dehhhh..... kami naik, mereka sudah turun

Usut punya usut, ternyata kalau memang mau lihat sun rise, matahari terbit, naiknya harus jam 2 pagi atau bahan lebih awal. Sebelum naik tangga, setelah parkir mobil, kita bisa istirahat transit di banyak warung atau penginapan yang tersedia. Banyak juga mushola bagi yang ingin shalat. 

Kawah Sikidang (Dokpri/NDP)
Kawah Sikidang (Dokpri/NDP)

***

Oke dehhh.... kisah lain bersambung. Tadabbur alam, mengenal alam untuk mengagumi Sang Pencipta, adalah sangat baik sebagai ujud kita bersyukut.

Namun jangan lupa, era pandemik ini tetap harus 3 M (pakai Masker, Mencuci Tangan, dan Menjaga Jarak).

Selamat berliburrrr...... (27.10.2020/NDP, berdasarkan perjalanan lama yang dulu. We love Stiamak Barunawati. www.stiamak.ac.id ) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun