Bandingkan dengan negara kita yang berpenduduk 238,5 juta orang dengan pendapatan perkapita US $ 3200 atau Rp 28.800.000. Meski demikian, sejauh ini di mata saya tinggal di Indonesia terasa lebih nyaman karena suhu yang selalu hangat, dan budaya yang lebih kekeluargaan. Sementara di Malmo sebagaimana Eropa pada umumnya, kehangatan hanya dijumpai di Musim Panas (Summer) dimana kebanyakan sekolah libur selama 2 bulan (sekitar Juli - Agustus - September )dan banyak keluarga pergi berlibur.
MIRIP YOGYA
Keberadaan saya di Swedia, karena mendapat bea siswa dari the Sasakawa Fellowship/SOF (Ship & Ocean Foundation) di bawah bendera induk The Nippon Foundation, Jepang untuk melanjutkan studi Master of Science bidang Maritime Affairs spesialisasi Port Management di World Maritime University (WMU), Malmo, Swedia. Insya Allah saya akan berada di salah satu negara Skandinavia ini sampai dengan Oktober mendatang.
WMU sendiri adalah universitas di bawah otoritas IMO (International Maritime Organization) agen atau badan khusus dari PBB (Persatuan Bangsa bangsa) yang antara lain mengurus dan mengatur aktivitas di bidang maritime, pelayaran, kepelabuhan, dan aktivitas sejenis.
Saya adalah satu dari 5 orang yang mendapat beasiswa tahun 2004, yakni satu dari Pelindo atau PT (Persero) Pelabuhan Indonesia 2 Jakarta juga mengambil Port Management, 2 orang dari Departemen Perhubungan mengambil Maritime Administration dan shipping Management, Jakarta, 1 orang dosen Institut Teknologi Surabaya (ITS) dengan spesialisasi Maritime Safety and Environment Protection. Saya sendiri asli Bantul Yogyakarta dan bekerja sebagai staf Direktorat Personalia dan Umum Pelindo 3 Surabaya.
Ngomong-ngomong masalah Swedia, sebenarnya apanya yang menarik dari Swedia? Sebagai warga Negara Indonesia yang tentu saja dekat dengan masalah-masalah pendidikan, demokratisasi dan nasionalisme, pikiran pertama saya adalah "Pasti saya akan ketemu dengan aktivis Gerakan Aceh Merdeka- GAM". Siapa tahu bisa membantu pemerintah menangkap Hasan Tiro ( he he he ).
Ternyata tidak sepenuhnya benar, karena kebanyakan aktivis GAM bermukim di Stokholm, sekitar 400-an kilometer arah utara Malmo. Saya hanya
bisa mencari informasi mereka melalui internet, sesuatu yang sebenarnya juga bisa dilakukan di Indonesia, khususnya Yogyakarta. Untuk bertemu fisik dengan mereka sangat sulit karena kita tidak tahu apakah seseorang benar-benar pendukung GAM, atau jangan-jangan intel yang sedang menyamar.
Kami hanya sempat beraudensi dengan Bapak Ben Perkasa Drajat dan Thomas A Siregar, pegawai Kedutaan Besar Indonesia di Swedia yang melakukan sosialisasi pra Pemilu yang lalu, bertempat di ruang tamu apartmen mahasiswa WMU.