Mohon tunggu...
Nugroho Anggara
Nugroho Anggara Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Inggris dan Penulis.

Halo, saya Guru Bahasa Inggris yang gemar berbagi cerita dan fakta. @E-mail: nugrohoanggara97@gmail.com @IG: nughi_agr @LinkedIn: nugroho anggara putra

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ganti Katup Jantung dengan Alat Logam, Sepadankan Resikonya?

8 Agustus 2023   19:24 Diperbarui: 8 Agustus 2023   19:40 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesehatan Mahal Harganya, Bisa Berjalan Nikmat Rasanya, Bisa Bernafas Lega Miliaran NIlainya.

Belum lama ini saya mendengar ada penyakit yang disebut sebagai penyakit jantung rematik (Rheumatic Heart Disease/RDH). Penyakit ini dikatakan cukup sering terjadi di negara berembang seperti Indonesia.

Penyakit ini terjadi akibat melonjaknya autoimun seseorang yang diakibatkan dari tumbuh cepatnya suatu bakteri. Proses pelonjakan seperti ini tidak baik bagi tubuh terutama jantung yang akibatnya harus mengorbankan katup jantung.

Jika sudah begini, bisa dibilang dapat berpotensi untuk terjadi berbagai penyakit jantung seperti gagal jantung, jantung koroner, dan kompilkasi.

Orang bijak berkata, semua penyakit ada obatnya, walau rasanya pahit tetap sembuh juga. Mengingat kata bijak tersebut terasa tidak sepadan dengan resiko salah satu cara penyembuhan dari penyakit ini, yaitu dengan melaksanakan proses Mintra Valve Replacement.

Proses ini tentunya berkaitan dengan menggantikan struktur jantung karena ada kata "replacement". Jika ditelisik lebih jauh, proses ini perlu menghentikan jantung asli selama beberapa waktu dan nanti akan digantikan dengan katup logam buatan yang siap menggantikan.

Jantung asli dihentikan dan digantikan oleh jantung buatan. Cara ini terdengar cukup menakutkan bagi siapapun yang memiliki masalah jantung. Bagi orang-orang sehat sekalipun saya yakin ketika mendengar cara seperti ini membuat bulu kuduk merinding.

Bagaimana tidak, proses detak jantung yang diberikan oleh Tuhan diberhentikan "sementara' lalu digantikan dengan buatan manusia.

Proses ini menurut Dr. dr. Yan Sembiring, Sp.B, Sp.BTKV, Subsp. VE (K), adalah cara yang bisa dilakukan untuk menangani penyakit RDH ini. Katup jantung yang sudah tidak baik kondisinya digantikan dengan katup logam buatan.

Secara garis besar saya mengerti bahwa para dokter tentunya menginginkan keselamatan pasien yang diutamakan, namun hanya saja beberapa cara tergolong beresiko.

Cara ini dipercaya dapat menghilangkan segala gejala penyakit RDH ini sehingga tidak terasa lagi dan tidak menggangu pengidapnya. Alat bantuan ini dikatakan dapat membantu dari 20-30 tahun kedepan.

Jika dilihat dari datanya, alat tersebut cukup bekerja dengan baik karena dapat menopang hidup seseorang selama itu, namun tetap saja kuasa Tuhan yang menghendaki.

Bagi sebagian orang yang sudah putus asa mungkin cara ini adalah cara yang akan mereka pilih dikarenakan cara ini adalah rekomendasi dokter untuk dilakukan. Akan tetapi, harusnya ada banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum melakukan operasi yang beresiko tersebut.

Tidak ada jaminan dalam sebuat operasi semua ditentukan oleh persentase dan tekad seorang pasien. Tindakan ini lebih cocok dikatakan sebagai tindakan terakhir dari sebuah usaha medis, tapi nyatanya ini adalah tindakan pencegahan.

Pertanyaannya adalah, sepadankan cara ini dengan resiko yang mungkin akan terjadi? Nyawa adalah taruhannya, belum lagi ini seperti bermain-main dengan nyawa. Sudah jadi kesepakatan umum bahwa organ jantung dan otak sangat vital peranannya.

Tanpa keduanya kelangsungan hidup seseorang hanya bernilai menit. Apapun yang akan dilakukan orang-orang di luar sana untuk berobat, saya berharap hal-hal beresiko ini tidak pernah terjadi.

Apa yang bisa dilakukan sehingga penyakit-penyakit seperti ini tidak terjadi? Tentunya pola makan dan olahraga yang rutin dapat membantu terhindar dari penyakit mengerikan ini. Berita seperti ini saya rasa sudah cukup menjadi motivasi setiap orang untuk tidak tergoda dengan pola-pola kehidupan yang merugikan.

Sekali lagi, kesehatan itu mahal harganya. Mungkin diawal penyakit yang beresiko akan dibayar dengan mental untuk berobat, namun jika sudah mencapai tahap yang serius bisa jadi nyawa adalah bayarannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun