Lelaki muda itu sebenarnya tak kurang suatu apa. Tampan, kaya raya, dan tinggi  pendidikannya. Tapi ia merasa hampa jiwa
Lalu datanglah ia pada sang guru penasehat rohaninya.
Sang guru bertanya: apakah ia sudah mentaati seluruh perintah agama? Tidak membunuh, tidak berzina, tidak bersaksi dusta, tidak mengingini milik sesama, tidak mencuri, dan senantiasa menghormati orangtuanya?
Sang lelaki muda mengatakan bahwa ia melakukan semua itu bahkan sejak masa mudanya.
Sang guru lalu menantang: kalau begitu berikanlah sebagian besar hartanya untuk mereka yang lemah, miskin, tersingkir, dan difabel atau untuk mereka yang duafa dan papa.
Sang pemuda sedih atas jawaban gurunya. Sebab memang hartanya banyak dan ia ingin menikmati sendiri semuanya. Karena ia kumpulkan sendiri semuanya. Lalu untuk apa dibagi-bagi kepada orang lain dengan cuma-cuma? Itu hanya dilakukan oleh orang gila.
Sang guru melihat punggung sang lelaki muda yang berlalu dari hadaapannya secara mengelus dada. Ia kasihan dan sekaligus kecewa. Ternyata ingin menikmati sendiri harta tanpa bersedekah bagi sesamanya adalah sumber utama kehampaan jiwa. Pun pula ia sumber malapetaka karena ingin menikmati dan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya sesungguhnya juga sumber malapetaka. Baik di dunia maupun nanti di alam baka.
Juga ini menegaskan pengertian tentang dosa. Dosa tidak hanya menjauhi dan tidak melakukan yang dilarang agama. Tetapi juga tidak melakukan yang seharusnya dilakukan seperti membiarkan saja  sesama yang seharusnya dibantunya.