Malioboro dulu adalah penanda Kota Yogya yang membawa kedamaian dan kesejukan.
Ada pengamen jalanan yang menyanyikan lagu-lagu cinta nostalgia dan menerima bayaran seikhlasnya.
Juga para pedagang kaki lima yang aneka rupa. Ada berbagai produk kerajinan tradisional dan warung-warng makan yang menjual masakan tradisional yang murah meriah.
Pun pula ada andong atau kereta kuda yang siap menghantar berwisata ke mana suka.
Lalu kawasan itu ditata. Makin cantik indah mempesona.
Tapi akhir-akhir ini citra itu sedikit ternoda. Ada beberapa wisatawan yang dipaksa membayar harga makanan yanag mahal luar biasa. Tak tahu juga apa sebabnya. Apakah para penjual itu sudah berubah budaya yogyanya? Ataukah mereka memnfaatkan predikat wisatawan yang identik dengan yang berpunya? Atau mungkinkah mereka bukan orang Yogya?
Yang penting pemerintah Kota Yogya perlu menertibkannya. Agar citra Malioboro khususnya dan Yogya umumnya tak ternoda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H