Mohon tunggu...
Dr. Nugroho SBM  MSi
Dr. Nugroho SBM MSi Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka menulis apa saja

Saya Pengajar di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip Semarang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Berkat Jokowi-Ma'ruf Kita Diajari Melek Hukum

23 Oktober 2020   21:08 Diperbarui: 23 Oktober 2020   21:11 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setahun sudah pemerintahan Jokowi-Maruf. Dalam setahun pemerintahannya ini, banyak kritik dilancarkan. Salah satunya adalah di bidang hukum. Setidaknya ada 3 (tiga) Rencana Undang-Undang (RUU) yang disahkan menjadi Undang-Undang (UU) di setahun pemerintahan Jokowi-Maruf ini, yaitu RUU KPK, RUU KUHP, dan yang terbaru RUU Omnibus Law.

Ketiga RUU yang sudah menjadi UU tersebut memicu kontroversi dan diskusi ramai bahkan demonstrasi. Perlu dihargai juga keberanian Jokowi-Maruf  dan DPR untuk mengesahkan UU yang bakal memicu kontroversi tersebut.

Tetapi sisi baiknya adalah, masyarakat, termasuk saya lalu ingin membaca dan melihat pasal-pasal yang menjadi bahan perdebatan dan demonstarsi tersebut meskipun hanya sekilas. Ini penting karena jangan sampai kita sebagai masyarakat ikut-ikutan termakan hoax dan mencela pemerintah tanpa tahu yang sebenarnya.

Di samping itu, saya dan mungkin juga masyarakat yang lain jadi rajin mengikuti diskusi dengan topik masalah hukum di Televisi, untuk mendengarkan pro dan kontra tentang suatu UU.

Pemerntahan Jokowi-Maruf, dengan demikian,  telah secara tidak langsung mengajak rakyat untuk melek hukum. Ini tak terlihat di pemerintahan presiden-presiden sebelumnya.

Tentang pentingnya pengetahuan hukum ini, saya jadi ingat nasehat Dosen UKSW yang kini jadi Dosen di Australia,  Dr. Ariel Heryanto dalam sebuah diskusi menjelang kejatuhan Soeharto.

Seperti diketahui jaman Soeharto atau Orde baru, hukum digunakan untuk menekan suara yang berbeda dengan pemerintah, termasuk terhadap suara-suara kritis mahasiswa.

Ariel mengatakan bahwa mahasiswa demo dan jadi aktivis boleh tetapi harus menguasai atau melek hukum. Ia lalu mencontohkan, misalnya mahasiswa memasang poster protes kepada pemerintah di kamarnya.

Maka ketika, misalnya ia ditangkap dan diinterogasi polisi, maka polisi akan memancing misalnya dengan pertanyaan: poster ini dipasang di kamar ya? Terus banyak nggak orang atau temanmu yang keluar masuk kamarmu?

Pertanyaan terakhir tersebut yang penting yaitu banyak orang kah yang keluar masuk kamar. Sebab hukumnya berbeda. Ketika poster itu dipasang di kamar dan tidak ada orang yang keluar masuk maka itu dianggap untuk koleksi atau kepentingan pribadi, jadi hukumannya lebih ringan atau bahkan tidak melanggar hukum.

Tetapi ketika banyak orang yang keluar masuk kamar, maka itu sama saja dengan memasang poster di tempat umum yang hukumannya berat karena mengajak orang untuk melawan pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun