Mohon tunggu...
Dr. Nugroho SBM  MSi
Dr. Nugroho SBM MSi Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka menulis apa saja

Saya Pengajar di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip Semarang

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Dampak Covid-19 terhadap Bank

16 Mei 2020   08:19 Diperbarui: 16 Mei 2020   08:22 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Pandemi Covid19 membawa dampak yang cukup serius pada berbagai sektor ekonomi, termasuk dunia perbankan. Kondisi saat ini ada yang mengatakan mirip dengan kondisi pada saat terjadi krisis nilai tukar yang kemudian merembet menjadi krisis moneter dan akhirnya berujung pada krisis ekonomi di tahun 1998.

Pada waktu itu BI dan pemerintah memutuskan untuk menutup atau melikuidasi 16 bank yang dinilai sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Langkah tersebut diikuti dengan melakukan penambahan modal (bail out) sebesar Rp 147,7 Triliun kepada 48 bank yang dinilai masih bisa diselamatkan. Krisis 1998 juga menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan kepada perbankan yang ditandai dengan penarikan besar-besaran dana nasabah dari perbankan. Hal tersebut menyebabkan  kelangkaan dana perbankana , sehingga  bunga simpanan sampai mencapai 16 persen.

Kondisi saat ini, Covid19 telah membawa dampak juga terhadap dunia perbankan. Pertama, perbankan tentu akan mengalami kekurangan likuiditas karena menurunnya pendapatan masyarakat. Pendapatan masyarakat yang menurun akan menyebabkaan simpanan dan tabungan menurun. Di samping itu, pergerakan manusia juga terbatas sehingga kemungkinan mereka malas datang ke bank untuk menyimpan uangnya.

Kedua, resiko kredit macet juga akan membesar karena dunia usaha mengalami kesulitan. Kesulitan dunia usaha ini disebabkan karena menurunnya daya beli konsumen dan juga karena memang ada kebijakan pemerintah yaitu Penjarakan Sosial Berskala Besar (PSBB) di daerah-daerah tertentu yang memang mengharuskan kegiatan usaha tutup.

Pendapatan dari pengembalian kredit yang menurun akibat potensi kredit macet ini masih ditambah lagi dengan kebijakan dari OJK agar bank memberi kelonggaran untuk menunda pembayaran kredit dan bunga untuk debitur dengan syarat-syarat tertentu sampai 12 bulan. Padahal di sisi yang lain Bank tetap harus membayar bunga untuk simpanan para deposan.  Di samping kredit macet, kredit barupun kemungkinan juga akan sulit bertumbuh sehingga BI hanya memprediksikan pertumbuhan kredit di tahun 2020 hanya sekitar 6 sampai 8 persen dari sebelumnya 9 sampai 11 persen.

Dampak ketiga, karena penyaluran kredit baru terkendala dan membesarnya kredit macet maka laba perbankan juga diprediksi bakal mengalami penurunan. Beberapa Bank besar di Indonesia dalam wawancaranya dengan pers sudah mengakui bahwa laba mereka pada kuartal pertama 2020 ini sudah tergerus.  Dampak keempat, modal bank pun akan tergerus karena laba yang ditahan serta dana deposan juga menurun

Samakah dengan 1998?

Pertanyaan yang kemudian timbul adalah akankah pandemi covid19 ini akan menyeret dunia perbankan khususnya dan sektor moneter umumnya sama seperti kondisi krisis ekonomi tahun 1998? Jawabannya pasti yaitu tidak. Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa dampak pandemi covid19 terhadap perbankan tidak akan sama atau separah dengan Krisis 1998.

Pertama, sudah dikeluarkan Perpu Nomer 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disesase (Covid19). Dengan Perpu tersebut maka lembaga yang terkait dengan sistem keuangan atau moneter yaitu BI, OJK, LPS, KSSK bisa mengambil langkah-langkah taaktis dan strategis untuk mencegah terjadinya krisis di perbankan pada khususnya dan keuangan pada umumnya. Dengan Perpu ini, para pengambil kebijakan tidak takut lagi kebijakan yang diambilnya akan digugat secara hukum. Berbeda dengan tahun 1998 dimana ketiadaan payung hukum telah membuat pengambil kebijakan waktu itu akhirnya dipermasalahkan secara hukum.

Kedua, sudah ada Undang-Undang yang merupakan landasan hukum bagi semua yang terkait dengan sistem keuangan atau moneter yang memungkinkan pencegahan dan penanganan krisis keuangan. UU tersebut adalah UU Nomer 9 Tahun 2006 tentang pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan.

Salah satu hal yang penting dalam UU tersebut adalah mengubah tindakan bail out (yaitu dana talangan dari luar bank yaitu dari pemerintah) yang dilakukan ketika krisis 1998 menjadi tindakan bail in (maksudnya bank harus menyediakan dana cadangan kalau sewaktu-wakttu terjadi krisis).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun