Dengan rendah dan stabilnya inflasi maka penurunan bunga acuan bisa dilakukan sebab jika inflasi tinggi maka penurunan bunga acuan akan justru tidak efektif karena bekerjanya efek Fischer yaitu bank akan tetap mempertahankan bunga tinggi karena menambahkan tingkat inflasi yang tinggi dalam komponen penentuan suku bunganya khususnya utuk bunga kredit.
Alasan berikutnya (ketiga) dari penurunan bunga acuan BI adalah fakta yang menggambarkan bahwa para pemilik uang masih tetap akan menanamkan uangnya di Indonesia. Tentu di luar deposito.Â
Asset keuangan yang lain tampaknya masih mempunyai daya tarik bagi para pemegang uang. Hal ini terbukti dari surplusnya neraca modal dan  finansial Indonesia di kuartal II 2019. Surplusnya mencapai 7,1 milyar dolar AS. Aliran  modal asing yang masuk di tahun 2019 juga mencapai Rp 176,4 triliun.
Alasan keempat adalah diperkirakan The Fed (Bank Sentral AS) tidak akan menurunkan suku bunga acuannya (Fed Rate) lagi di tahun 2019, setelah menurunkannya di bulan Juli 2019 lalu.Â
Dengan tetap bertahannya Fed Rate maka penurunan BI7DRR atau bunga acuan rupiah tetap akan menjaga jarak (spread) aman antara bunga acuan rupiah dan bunga acuan dolar AS sehingga orang tetap akan lebih tertarik memegang rupiah. Dengan tetap memegang rupiah dan bukan dolar AS maka rupiah tidak akan mengalami depresiasi.
Salah satu kekhawatiran dampak penurunan bunga acuanBI memang pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan dampak ikutannya pada transaksi forward.Â
Namun kekhawatiran tersebut bisa teratasi karena BI mengharuskan mekanisme lindung nilai tukar (hedging) untuk transaksi di masa yang akan datang (forwrtd) yang dikenal dengan Domestic Non-Deliverable Forward.
Dukungan Kebijakan Fiskal
 Namun untuk efektivitas kebijakan moneter berupa penurunan BI7DRR guna mendorong pertumbuhan ekonomi diperlukan dukungan kebijakan lain terutama kebijakan fiskal dari pemerintah. Saya pernah menulis di harian ini judulnya "Kebijakan Moneter Terlalu Banyak Beban?" (Suara Merdeka, 11/10/2018).
Dalam tulisan tersebut saya mengatakan bahwa seringkali kebijakan moneter BI, dan mungkin juga kebijakan moneter di negara lain, serig dibebani oleh macam-macam sasaran. Seolah-olah kebijakan moneter bisa menyelesaikan semua masalah seorang diri. Hal ini tentu tidak benar.Â
Dukungan kebijakan fiskal pemerintah sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih tinggi, misal dengan memberikan insentif pengurangan atau pembebasan pajak bagi sektor yang bisa memacu pertumbuhan sangat perlu dicoba.Â