Apa hambatan terberat yang pernah dialami ketika menjalankan peran sebagai guru sekaligus penulis?
Berbuat baik saja ternyata belum cukup. Banyak kesalahpahaman. Intrik dan konflik juga di ranah pendidikan yang seharusnya sangat manusiawi. Pendidikan ternyata arena pertarungan sosial. Di sana ada perebutan kepentingan dan ideologi. Ini yang melelahkan dan menguras energi negatif
Bagaimana tips Pak Guru untuk bisa tetap produktif menghasilkan tulisan di tengah-tengah kesibukan mengajar sehari-hari?
Saya selalu mencatat apa saja yang saya rasakan, lihat dan alami berkaitan dengan kegiatan sehari-hari mendidik. Semua itulah yang menjadi bahan tulisan. Jadi menulis itu sederhana: tulislah apa yang Anda rasakan, lihat, dan alami. Tulisan kita akan mendarat karena berbasis pengalaman nyata. Tulisan kita menyentuh bila  pengalaman itu diramu dengan referensi mutakhir.
Siapa tokoh-tokoh yang menginspirasi Pak Guru? Mengapa?
Tokoh yang menginspirasi saya Ki Hajar Dewantara dan Mahatma Gandhi. Mereka berdua SEMINAL---hidupnya dipersembahkan bagi sesamanya yang tertindas penjajahan. Ki Hajar Dewantara punya visi Ing ngarsa sung tulada (pendidik itu teladan). Ing madya mangun karsa (pendidik itu pembaharu). Tut wuri handayani (pendidik itu motivator). Mahatma Gandhi tokoh dunia berparadigma sinergis. Dia menaklukkan musuh (Inggris) dengan memperlakukannya sebagai sahabat.
Apakah hobi Pak Guru di waktu luang?
Hobi saya di waktu luang olah raga di luar ruang (jungle trekking). Saya juga gemar membaca buku, menonton channel National Geographic Adventure, dan menghadiri undangan seminar dan pelatihan. Ketiganya tidak bisa lepas dari pekerjaan utama saya sebagai pendidik. Mengajar, bagi saya, merupakan  cara terbaik belajar.
Menurut Pak Guru apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan dari sekolah tempat bekerja? Sekolah tempat saya bekerja, SMA Kolese De Britto Yogyakarta, dikenal masyarakat luas sebagai sekolah yang unggul dalam pembentukan karakter para alumninya. De Britto mencetak calon-calon pemimpin pengabdi (servant leadership) yang kompeten, berhati nurani benar, dan berbela rasa. Di zaman digital ini tantangannya anak-anak kurang terlatih berpikir deskriptif sehingga kosa katanya terbatas, kurang detail, terlalu nge-pop, mudah menyerah, dan kurang argumentatif.
Bisa diceritakan secara singkat metode pembelajaran Pak Guru di kelas beserta sistem evaluasinya di akhir semester? Apakah ada ulangan tertulis dan pilihan ganda juga?
Metode pembelajaran yang saya terapkan Participant Centered Learning (PCL). Pembelajaran berpusat pada peserta didik. Bukan lagi Fasilitator Centered Learning (FCL). Konsekuensinya saya sedikit mengalokasikan waktu buat mengajar. Siswa yang lebih banyak belajar. Guru mengajar dengan murid belajar itu dua aktivitas yang tidak selalu sejalan. Kalau saya terlalu banyak memboroskan waktu buat mengajar belum tentu murid saya belajar. Bisa jadi murid hanya melamun, ngantuk, dan ribut. Badan di kelas pikiran mereka mengembara ke mana-mana. Inilah kelemahan FCL.