Pembimas Hindu Dharma ini mengajak hadirin belajar pada pohon, sungai, dan Ibu Pertiwi, “Pohon selalu meneduhkan, memberi buah, bunga, dan kayu untuk kepentingan manusia. Sungai walau dikotori tapi tetap selalu memberi sumber kehidupan dan airnya mengalir terus. Ibu Pertiwi juga, kita lahir disangga oleh bumi, semua yang lahir suatu saat pasti mati. Kita kembali ke sana lagi,” ujarnya.
Menurut I. Nyoman Warta, kesabaran dan ketabahan ialah intisari semua latihan rohani. Di dalam keluarga, istri, suami, anak semua beda. Bila ada perselisihan harus mau memaafkan. Kalau masih ada dendam tidak akan tercipta global harmoni. “Ono kupat ono santen, ono lepat nyuwun pangapunte,” pungkasnya.
Pendidikan
Prof. Dr. Muhammad A.S. Hikam, MA., APU membuka dengan rendah hati, “Karena sekarang menjadi dosen, dan pernah sekolah mungkin itulah saya diminta bicara Communal Love dari sudut pandang pendidikan. Tapi saya tidak berani mengklaim diri sebagai seorang pakar, apalagi di Tamansiswa, pusatnya pendidikan.”
Kemudian, ia mengutip Jalaluddin Rumi. Seorang Sufi berkebangsaan Iran, kata-kata bijaknya paling banyak didominasi oleh statement cinta dan kasih sayang, “Tugas manusia bukan untuk mencari atau memburu cinta, tugas manusia ialah berusaha menyingkirkan apa yang menghalangi tumbuhnya cinta.”
Prof. Hikam juga menyitir pendapat Pendeta Kristen, Marthin Luther King Jr. Pejuang HAM anti kekerasan dan persamaan hak politik anti diskriminasi ras itu mengatakan,” Kegelapan tidak bisa menghilangkan kegelapan. Kebencian tidak mungkin menghilangkan kebencian. Yang bisa menghilangkan kegelapan hanyalah cahaya. Dan hanya cinta yang bisa menghilangkan kebencian.” Menurut Pak Hikam, tulisan itu terpahat di pagar Monumen Marthin Luther King Jr di Washington DC yang diresmikan pada 2011.
Kedua tokoh, Rumi dan Luther King Jr, menurut Pak Hikam, sangat concern seperti Pak Anand Krishna terhadap Communal Love dan persaudaraan antar iman.
Selanjutnya, Menristek pada era Gus Dur ini mengatakan bahwa sesungguhnya ibarat komputer manusia sudah punya software bawaan. Tapi oleh manusia program embedded itu malah diganti-ganti. Kasih sayang ditutupinya sendiri. Kemudian sibuk mencari di mana-mana. “Virus-virus yang menutupi Love tersebut harus dihilangkan,” ujarnya.
Pak Hikam menambahkan, “Dalam Al Quran dikatakan juga kalau manusia itu diciptakan dalam bayangan Tuhan itu sendiri. Embedded program, sifat ketuhanan ialah cinta. Kalau manusia mencari-cari cinta maka itu sangat salah. Akibatnya terjadi kekerasan, diskriminasi rasial, di Solo, di Sampang, semoga itu tidak terjadi di Jogja.”
Menurut peneliti ini, brotherly love sangat penting, caranya lewat proses pendidikan. Dalam pengertiannya yang sangat luas. Formal, sekolah, pesantren, dll. Informal dan juga nonformal. Intinya bagaimana mendidik anak sejak dari kecil sampai dewasa terus-menerus. Untuk menghilangkan virus-virus tersebut.