Kita juga perlu mengurusi sektor pertanian kita. Salah satu sumber pemasukan di Thailand ialah buah-buahan dalam kaleng. Padahal kualitas buah-buahan mereka tak sebaik punya kita.
[caption id="attachment_166621" align="aligncenter" width="300" caption="Para peserta di ruang tengah"]
Rambutan dikombinasi dengan nanas, lantas dikemas di dalam kaleng. Inilah inovasi orang Thailand, siapa yang pernah berpikir racikan semacam itu? Lecci plus nanas, rambutan plus apa, dst. Kita bisa melakukan dengan buah yang lain, misalnya salak.
Di Brazil sana, beras sangatlah langka. Kalau mau menanam padi, hutan musti ditebang dulu. Lantas sebagai solusi, mereka membuat tepung dari singkong. Sehingga mereka tak perlu mengimpor gandum. Lha kita di sini justru masih impor terus.
Perusahaan kita dibeli oleh orang asing. Kalau tak ada gandum, ayo kita makan ketela. Pak Anand baru saja dari Flores, dulu penduduk di sana makan jagung dan singkong, lantas datang orang Jawa dan diajarkan makan nasi. Sebetulnya tak usah begitu, toh kadar karbohidratnya juga sama.
Pak Anand juga memaparkan data terkini yang menunjukkan bahwa angka pengidap diabetes bertambah terus. Kenapa? karena terlalu banyak makan nasi. Kalau dulu kira sering bergerak sehingga keringat keluar dari pori-pori. Sekarang, jarang bergerak, kemana-mana naik kendaraan. Sehingga kadar karbohidrat menumpuk dan berlebihan.
Kembali Pak Anand mengingatkan, kebiasaan kita untuk memendam, ngamuk, dan ngambek diri sendiri dan bangsa ini. Solusinya ialah sehat mental terlebih dahulu, yakni dengan latihan meditasi.
[caption id="attachment_166627" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu penanya, Pak Santoso dari Karang Asem"]
Pak Susanto dari Karang Asem merasa lega sekali setelah berlatih tadi. Rongga dadanya terasa plong. Pak Anand mengatakan memang perlu ada persiapan sebelum menemukan jati diri. Jiwa kita tak pernah muncul karena tertimbun lapisan-lapisan lainnya. Sehingga, kita tak mengenal jiwa kita sendiri dan cenderung mempercayai pendapat orang lain.
Iklan di televisi yang ditonton 100 kali membuat kita ingin membeli barang tersebut di Mall. Adolf Hitler pernah mengatakan bahwa mengucapkan 1 kebohongan, dengan suara lantang keras, makan pada yang ke-101 kali orang jadi mempercayai itu sebagai kebenaran.