Pada Kamis malam (12/1) saat acara Sarasehan Jogja Beragam Klub di Pendopo Dalem Sompilan, Ngasem, Yogyakarta penulis terkesan dengan lagu yang dibawakan seorang Kyai Ahmadiyah. Ia turut berpartisipasi memperingati 2 tahun wafatnya Gur Dur. Berikut ini kutipannya, "Berkibarlah Merah Putih Perkasa, Menaungi seluruh Nusantara! Nusantara Republik Indonesia, Indonesia Negeri Pancasila, Pancasila Bhinneka Tunggal Ika, Tunggal Ika Sang Merah Putih Jaya!"
Sarasehan Jogja Beragam Klub ini akan rutin digelar. Sebagai wadah bagi masyarakat yang peduli terhadap kondisi bangsa. Sebab saat ini begitu marak aksi kekerasan, fanatisme, dan radikalisme. Inpirasinya dari acara Jakarta Lawyer Club yang digelar di salah satu televisi swata. Sarasehan ini difasilitasi Lembaga Studi Islam dan Politik (LSIP) serta Lingkar Muda (LM).
Alissa Wahid, putri almarhum Gus Dur mendapat kesempatan pertama untuk berbagi. Beliau diajak berbincang oleh 2 moderator Zuly Qodir serta Nazarius Sudaryono ihwal perkembangan bangsa Indonesia saat ini.
Menurut Alissa, pemerintahan yang dipimpin SBY saat ini, tidak hanya lamban, tapi lambat sekali. “Karakter presiden sekarang tidak mudah mengambil keputusan dan tipe yang memang terlalu banyak pertimbangan, namun kondisi Indonesia sekarang tidak membutuhkan itu, kita justru membutuhkan pemimpin yang berani bergerak”, ujar putri bungsu Gus Dur tesebut.
Menular
Kelambanan dan ketidaktegasan itu mulai menular ke tingkat lokal. Pada 13-14 Januari 2012 rencananya Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) Lahore menggelar acara Pengajian tahunan di Kompleks SMK PIRI Yogyakarta. Ada 500-an lebih peserta dari pelbagai daerah hadir di sana.
Ironisnya Haryadi Suyuti justru "membubarkannya" secara halus pada Jumat (13/1) sore. Sebab ada tekanan dari Forum Umat Islam (FUI). Anggotanya terdiri atas MMI, GPK, FJI, GAM, dll.
Sebelumnya, pada Kamis (12/1) sudah beredar ancaman untuk membubarkan Pengajian rutin tersebut. Sekitar jam 21.00 WIB ada sekitar 25 orang mendatangi SMK PIRI. Tapi mereka berhasil diredam oleh aparat TNI dan POLRI yang berjaga-jaga.
Keesokan harinya, pada Jumat (13/1) aparat Brimob, TNI, Dalmas, dan Polwan yang berjumlah sekitar 600 orang stand by sejak pagi.
Setelah sholat Jumat, sekitar jam 14.30 WIB ratusan massa datang ke lokasi. Mereka mengendari motor dan mobil bak terbuka. Mereka langsung berorasi meneriakkan "Allahu Akbar!" dan pembubaran Ahmadiyah. “Jika aparat tidak sanggup membubarkan GAI dan kegiatannya, kami akan membubarkan mereka sendiri. " Mereka juga membawa spanduk bertuliskan, "Ahmadiyah Sesat, Bubarkan!"
Kemudian pada jam 15.30 WIB rombongan Walikota, Polresta datang ke lokasi. Mereka melakukan negosiasi dengan para demonstran. Hasilnya langsung dibawa ke Panitia Acara dan Jemaat Ahmadiyah yang sedang melakukan Pengajian Bersama.
Akhirnya sekitar jam 16.00 WIB panitia bersedia mengakhiri kegiatan lebih awal dari jadwal semula.
Catatan
Kalau GAI sudah membuat surat pemberitahuan ke Polresta sebelum acara berlangsung maka aparat kepolisian wajib mengamankan acara tersebut. Dan bukan justru "mendukung" aksi massa untuk membubarkan pengajian sebelum acara berakhir.
"Keberpihakan" Pak Wali dengan mengakomodir keinginan para kelompok radikal niscaya membuka peluang untuk terjadinya aksi serupa di masa yang akan datang. Bahkan, tak hanya di Yogyakarta tapi juga di daerah lain. Sebab, Jogja merupakan barometer keberagaman hidup di Indonesia.
Tindakan Pak Walikota yang baru ini tak sejalan dengan komitmen Ngarso Dalem yang akan melindungi Jemaah Ahmadiyah di Yogyakarta. HB X tidak akan mengeluarkan aturan pelarangan Ahmadiyah di Kota Gudeg ini. Meski ada kelompok tertentu yang menentangnya secara keras. Salam Indonesia...
(Catatan: Nugroho Angkasa, Fotografer: Kresna Duta)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H