Ketika anak itu akhirnya meninggal Wattles meradang, “Lagi-lagi nyawa seorang anak “miskin” melayang begitu saja karena ketidakpedulian kita." Ia menulis: "Setiap sistem, peraturan, lembaga dan apa saja yang menghalangi seorang anak kumuh untuk hidup sepenuhnya, tak direstui oleh-Nya. Kerugian materi sebesar apapun tidak sebanding dengan ketidakadilan terhadap seorang anak kecil. Inilah inti ajaran Yesus. Tidak heran, bila Ia disalibkan.”(halaman 54).
Menurut Wattles, sosialisme ala Yesus menjamin rumah hunian yang layak bagi jutaan keluarga yang belum memiliki tempat tinggal. Bukan sepetak saja tapi sebuah hunian asri nan indah, lengkap dengan pekarangan dan kebun yang luas. Tempat setiap keluarga bisa bercocok tanam dan menghasilkan sayur-mayur, buah-buahan, dan bahan pangan secara organik.
Rumah mereka memiliki perpustakaan, peralatan musik, lukisan dan apa saja yang dibutuhkan untuk pengembangan diri dan olah batin. Sosialisme ala Yesus tidak hanya menjamin kendaraan pribadi seperti mobil, tetapi juga kapal pesiar untuk tamasya bersama.
Namun sosialisme ala Yesus tak membenarkan kepemilikan pribadi atas sarana publik. Seperti jalan raya, sarana perhubungan, industri besar, dan BUMN yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Untuk itu perlu dibentuk semacam koperasi masyarakat untuk mengaturnya.
Dalam menafsirkan Yesus dan ajaran-Nya Wattles menggunakan metode naratif dan sitz im leben. Hal ini tentu melibatkan subjektifitas penulis. Kendati demikian, buah pena Wattles serta inisiatif Anand Krishna menterjemahkan, mengedit ulang, membubuhkan catatan singkat, dan memberikan latihan meditasi layak diapresiasi. Selamat membaca!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H