Mohon tunggu...
Nugroho Angkasa
Nugroho Angkasa Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pemilik Toko Online di Dapur Sehat dan Alami, Guide Freelance di Towilfiets dan Urban Organic Farmer. Gemar Baca dan Rangkai Kata untuk Hidup yang lebih Bermakna. Blog: http://local-wisdom.blogspot.com/.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerakan Pelopor Perubahan

6 April 2011   13:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:04 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rentetan bencana alam yang bertubi-tubi mendera kita tak kunjung menyadarkan segenap anak bangsa yang bernaung di bawah - meminjam istilah Sawung Jabo - Langit Merah Putih. Bahkan tatkala terjadi erupsi dahsyat Merapi, masih saja ada kelompok (baca: FPI) yang melakukan sweeping di Candi Ganjuran dan Wisma Warak DIY. Pengungsi yang berbeda kolom agama di KTP-nya dipaksa pindah. Padahal tak ada motivasi lain (baca: kristenisasi), semata tergerak oleh nurani kemanusiaan dan  solidaritas bagi para korban.

Menurut Anthony Giddens (The Third Way, 1998) ada 3 pilar utama yang menyangga sebuah ruang publik. Yakni negara, swasta, dan masyarakat madani (civil society). Pada hemat penulis, apabila ketiga soko guru tersebut bersinergi secara optimal, niscaya terbangun rumah bersama Indonesia. Tempat berteduh yang nyaman bagi segenap putra-putri Ibu Pertiwi.

Ironisnya, lembaga peradilan sebagai salah satu alat negara untuk menjamin kepastian hukum, kini justru tersandera oleh mafia hukum dan makelar kasus. Akar masalahnya ialah perselingkuhan antara segelintir anggota korps pengetuk palu di meja hijau itu dengan kaum pemodal. Akibatnya,  rakyat kecil kian termarginalkan saja.

Semisal kisah Rio, bocah yang terjepit eskalator sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Pihak Mall terbebas dari segala tuntutan dalam proses persidangan. Kini justru sang paman yang terancam  dibui karena dianggap lalai menjaga keponakannya tersebut.

Penulis sempat menanyakan hal ini kepada para murid di kelas. Sekedar ingin mengetahui bagaimana mereka merespon isu aktual yang ada di masyarakat. Jawaban mereka yang mayoritas berusia 12 tahun itu singkat tapi mendalam, “Sungguh tidak adil!”

Kasus Anand dan Rio menjadi salah 2 contoh, betapa lembaga peradilan yang alasan eksistensinya untuk memfasilitasi rakyat mencecap rasa keadilan telah abai mengemban raison d’etre-nya tersebut.

Ibarat sebuah korporasi, lembaga peradilan sekedar menjalankan (per)usaha(an)nya. Begitu kental atmosfer budaya feodal. Sibuk menjilat (pantat) yang berkuasa dan menginjak kaum tertindas.

Secara lebih luas, negara pun gagal menata kehidupan berbangsa. Negara tak lagi berpihak kepada kepentingan nasional. Pemerintah cenderung didikte oleh kepentingan kelompok the have (berpunya dan berkuasa). Rakyat diperlukan saat menjelang Pemilu saja.

Mentalitas ini tercermin dalam bentuk salah urus (missmanagement) ruang publik. Korupsi merajalela, pembiaran aksi kekerasan yang dilakukan kelompok radikal, satgas mafia hukum melempem, dan  kerusakan 325.350 spesies flora-fauna keanekaragaman hayati (biodiversities) yang notabene merupakan peringkat no.2 di dunia setelah Brasil.

Hal ini diperparah oleh kecenderungan global yang takluk pada kekuatan modal dan senjata. 80 persen kekayaan dunia dinikmati oleh 20 persen orang (tepatnya 14 keluarga). Sedangkan, rakyat memperebutkan 20 persen remah sisanya. Kaum miskin, lemah, dan tertindas kian menderita. Muaranya ialah disintegrasi dan degradasi nilai kemanusiaan.

Rakyat tidak diperlakukan sebagai manusia yang bermartabat dan layak dibela. Akibatnya, mereka mencari jalan dan cara untuk mengekspresikan diri di dalam pusaran disintegrasi  dengan melakukan aksi mogok makan demi menuntut keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun