Mohon tunggu...
E. Nugroho
E. Nugroho Mohon Tunggu... Dokter - Dokter, ilmuwan, seniman, pengamat bahasa

Dokter, pengamat bahasa, pengamat sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

Trump dan Petinggi DPR, Awasi Bahasa Tubuh

13 September 2015   13:56 Diperbarui: 13 September 2015   14:00 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Minggu ini Indonesia gempar oleh laku petinggi DPR yang sedang berfoya-foya, eh salah, berkunjung, ke AS. "Kita akan membuat Amerika Serikat menjadi besar! Setuju?", "Yes, yes". Kira-kira begitu adegannya (catat: yang mau dijadikan besar adalah AS, bukan Indonesia).

Tapi yang aku perhatikan adalah bahasa tubuh Trump pada wakil rakyat Indonesia ini. Yang banyak diceritakan, Trump meninggalkan begitu saja wakil rakyat Indonesia yang sangat berkuasa itu, tanpa basa basi, tanpa pamit, tanpa sungkan, tanpa risi. Dan yang ditinggalkan hanya tersenyum-senyum, karena bukankah kita sebagai bangsa Indonesia wajib menunjukkan sifat ramah dan suka tersenyum?

Bukan. Bukan itu yang akan dibahas. Tapi tepukan dari Trump. Bahasa tubuh. Wakil rakyat Indonesia yang sangat berkuasa itu oleh Trump ditepuk-tepuk pundaknya, seolah-olah bilang "Good boy...", dan yang ditepuk tersenyum ceria. Karena bukankah aku memang "good boy"? Kalau "bad boy", aku marah!

Aku jadi teringat akan adegan-adegan mengenai bahasa tubuh para presiden dan perdana menteri terkenal. Pada pertemuan di Camp David AS, ditunjukkan bagaimana Yasser Arafat "bergulat" cukup lama dengan Ehud Barak, PM Israel, waktu akan masuk pintu. Ehud mendorong Yasser masuk, mau menunjukkan kekuasaannya, sedang Yasser membela diri, meski dengan tersenyum, dengan menyingkirkan tangan Ehud, dan mendorong lawannya masuk. Begitu berulang-ulang, sehingga menjadi pembicaraan ramai di dunia.

Pada kesempatan lain, waktu berkunjung ke India, Presiden Obama menepuk-nepuk lengan PM India. PM tua yang banyak pengalaman ini tahu bagaimana menghadapinya. Dia langsung merangkul Obama, dan dengan keras menepuk-nepuk punggung Obama. Aku juga berkuasa atas kamu, begitu bahasa tubuh yang ditunjukkan oleh PM India ini.

Siapa yang menyentuh berkuasa atas orang yang disentuh, begitu sebagian orang bilang. Khususnya kalau orang yang disentuh itu adalah orang besar yang berkuasa. Maka biasanya, orang yang disentuh itu akan membalas dengan hal serupa, supaya terlihat bahwa mereka sederajat. Hal inilah yang kelihatannya tidak diketahui, tidak disadari, tidak dimengerti maknanya, oleh wakil rakyat Indonesia yang sangat berkuasa itu (seperti kata Trump).

OK. Jadikan ini sebagai pelajaran bagi para petinggi negara kita, khususnya bagi wakil rakyat yang sangat berkuasa itu. Mungkin juga perlu untuk presiden Jokowi yang kita tahu sangat sederhana dan tidak neko-neko. Para asistennya semoga tahu mengenai bahasa ini, dan mempersiapkan atasannya untuk hal-hal yang sering tidak terduga. Karena bahasa tubuh mengatakan 95% dari apa yang akan dikomunikasikan, sedangkan kalimat yang diucapkan hanya bermakna 5% nya. Bayangkan begini: Presiden A berpidato 1 jam di samping Presiden B. Presiden B hanya bicara 10 detik, lalu memeluk dan mengelus-elus kepala Presiden A. Orang akan tahu artinya tanpa pidato.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun