Serasa baru menjelang senja, ketika bahagia meluap memenuhi seluruh aliran darah di sekujur tubuh papa, saat pertama kali papa kumandangkan azan di telingamu, papa benar-benar hanyut dalam aliran harap dan asa. Begitu banyak cita yg papa gantungkan di pucuk langit ketika engkau lahir nak.........., sebuah cita yang akhirnya runtuh dan tenggelam dalam kubangan air mata dan kepedihan. Saat itu....., langit serasa benar-benar runtuh nak, ketika Allah menciptakan engkau dengan "keistimewaan", ya...., engkau memang istimewa nak, karena engkau adalah "utusan" yang akan selalu mengajari papa untuk selalu sabar dan ikhlas seumur hidup papa. Tapi..., janganlah engkau bersedih anakku ketika engkau diciptakan dengan "istimewa", Janganlah engkau menangis anakku ketika dunia berpaling darimu, Karena ini hanya dunia anakku, hanya sekepal dunia, tak lebih, dunia yang buta dengan istimewamu, sekejap dunia yg hanya berilmu fana. Bersabarlah anakku, karena sejatinya Allah telah menyiapkan terang keabadian untukmu kelak, keabadian yg terajut oleh kesempurnaan, segala kesempurnaan yg dulu tak pernah engkau rasakan karena istimewamu. Dan di ujung malam ini, papa bermunajad anakku, semoga Allah mengijinkan kita berkumpul di "sana" kelak, agar kerinduan papa untuk mendengar sepatah kata darimu bisa terbayar, sepatah kata yang memanggil "papa".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H