Perasaan shock saya melebihi saat saya terjebak di kerusuhan 27 Juli yg lalu, ini jauh lebih chaos, & seperti yg pernah menjadi sejarah, biasanya apabila terjadi “revolusi” semacam ini, keadaan di daerah lebih berdarah-darah lagi, & saya sempat mengkhawatirkan keadaan Ibu saya di kampung meskipun kekhawatiran saya tsb akhirnya tidak terbukti.
Di perempatan Matraman bagaikan zona pertempuran & saya melihat Polsek Matraman telah dibakar habis oleh massa, bener-bener seperti melampiaskan dendam yg tak terbalas selama puluhan tahun. Sayapun mendengar dari kerumunan massa belum lama berselang ada beberapa orang yang tertembak hingga sekarat akibat bentrok dengan aparat, meskipun saya tidak melihat ada aparat di sekitar situ.
Kemudian dengan sedikit terseok (tapak kaki udh mulai panas bok..!!) perjalanan saya lanjutkan & berbelok ke arah jalan Tambak menuju pasar rumput, rencananya saya akan melalui rute Dr. Sahadjo, Pancoran, Gatot Soebroto, Tendean & akhirnya Mampang Prapatan. Sesampai di kawasan jalan Tambak saya mampir di sebuah Warteg untuk istirahat sambil melepas dahaga, waktu itu sudah mulai masuk waktu maghrib, & berbeda dengan sebelumnya di kawasan tsb nampak lebih sepi, tidak terlihat konsentrasi massa.
Setelah mendapatkan sedikit suapan karbohidrat, kembali saya meneruskan perjalanan, sesampainya di jalan Dr. Sahardjo untuk pertama kalinya saya melihat aparat (Polisi Militer) berdiri berhadap-hadapan dengan masa dikejauhan sana, anehnya saat itu saya hanya melihat dua orang polisi militer (nekad bener ya…). Entah mungkin saat itu ada aparat lain yang berjaga di posisi-posisi yang kebetulan tidak bisa saya lihat, yang pasti Polisi Militer tsb memang hanya berdua, salah seorang dari mereka malah sempat berjalan beriring dengan saya ke arah kerumunan massa meskipun akhirnya berhenti hanya untuk berjaga.
Nyeri dan rasa panas di telapak kaki semakin terasa, malah sepatu yang saya kenakan akhirnya “mangap” juga, sial….Tapi saya harus terus berjalan di antara massa yang beringas, sepanjang perjalanan tidak sedikit toko, Bank, Mobil dan Fasum yang dijarah dan dibakar, salah satu yang saya ingat adalah Toko Swalayan HERO Gatot Subroto.
Ada kejadian ironis yang saya lihat ketika bagaimana seorang lelaki (nampaknya pegawai kantoran) berlari-lari kecil menghampiri seseorang yang membawa dua tentengan tas plastik besar yang isinya adalah susu bayi hasil jarahan, dengan memelas lelaki tsb meminta beberapa kotak susu yang ditenteng si penjarah tadi untuk anaknya di rumah, meskipun tidak dipedulikan lelaki tsb terus berjalan mengikuti si penjarah sembari mengiba-iba.
Duh kasihan betul ya, sebegitu mahalnya susu waktu itu, mungkin memang gak kebeli oleh lelaki tsb, atau memang persediaan susu dirumah sedang habis dan tak tahu lagi kemana harus membeli karena seluruh toko sudah terlanjur habis dijarah dan dibakar.
Tepat pukul 20.30 WIB, akhirnya saya sampai ke rumah kost dengan sukses dan selamat, sebuah perjalanan yang paling panjang dan menegangkan dalam hidup saya. Akhirnya kita semua tahu, dalam peristiwa yang dikenal sebagai Tragedi Mei 1998 tsb Jakarta luluh lantak.
Lebih dari 1.200 orang harus meregang nyawa, dan tak terhitung gedung bangunan yang rusak dan terbakar, sungguh memori kelam yang traumatik apabila diingat, dan hari ini tepat 12 tahun yang lalu tragedi ini merajam, semoga Allah mendengar munajat saya, jangan pernah lagi tragedi ini terulang …., amien.
14 Mei 2010
D. Nugroho Kusuma