Flying Colors (Sayonara Kurobara) adalah film inspiratif yang dirilis pada tahun 2015, disutradarai oleh Nobuhiro Doi, adaptasi dari novel berjudul sama karya Nobutaka Tsubota. Sayaka, seorang gadis muda pemberontak yang dikeluarkan dari sekolah menengah yang akhirnya diterima di Universitas Keio, salah satu universitas elit di Jepang.
Aktris Kasumi Arimura memperankan Sayaka dengan penampilan yang luar biasa. Kemampuan aktingnya yang beragam, Arimura membintangi segala hal mulai dari komedi seperti Ajin: Demi-Human hingga drama sejarah seperti When Marnie Was There. Putus sekolah sebelum memulai karir akting tidak membuat Arimura patah semangat. Hal tersebut justru membuat Arimura bersemangat untuk meraih masa depan. Alhasil, kini Kasumi Arimura bekerja sebagai seorang aktris, penulis, dan sutradara. Nama Arimura mulai terkenal sejak ia tampil di dalam serial drama Shitsuren Chocolatier (2014). Fakta menarik tentangnya, ia juga hobi memasak dan healing. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu yang sukses dan sibuk seperti Kasumi Arimura masih menikmati kesenangan sederhana dan meluangkan waktu untuk bersantai dan menikmati hidup di luar pekerjaannya.
Sayaka, sang tokoh utama dalam film ini, pada mulanya digambarkan bak seorang remaja yang apatis dan tak acuh terhadap masa depannya. Film dimulai dengan Sayaka yang dikeluarkan dari sekolah menengahnya di Yokohama setelah berulang kali melanggar aturan dan berkonflik dengan seorang guru. Dia menghabiskan sebagian besar waktunya berkumpul dengan teman-temannya dan belajar keras karena dia tidak memiliki jalan keluar. Meskipun dianggap sebagai pemberontak dan pembuat onar oleh guru SMA nya, Sayaka mendedikasikan dirinya untuk belajar dan lulus ujian masuk Keio yang sangat bisa dibilang mustahil untuk seorang Sayaka pada saat itu. Namun seiring berjalannya waktu, berkat bimbingan Tsubota-sensei, yang diperankan dengan cemerlang oleh Yusuke Santamaria, menanamkan rasa percaya diri dan kecintaan belajar pada Sayaka. Komunikasi mentor-mentee mereka tulus dan begitu menyentuh. Serta dukungan sang ibu, gadis itu mengalami transformasi luar biasa menjadi pribadi yang penuh semangat dalam mengejar mimpinya. Dia yang awalnya ogah-ogahan dan sering membolos sekolah, kini rajin belajar siang malam demi meraih cita-citanya masuk universitas ternama. Sayaka begitu gigih menghadapi berbagai ujian dan tes tanpa mengenal lelah. Meski orang-orang merendahkannya, ia tak gentar dan terus berjuang keras. Berkat ketekunan tiada hentinya, Sayaka pun berhasil lulus ujian masuk perguruan tinggi idamannya.
Ini diilustrasikan Flying Colors, ketika scene Tsubota-sensei menasehati Sayaka yang sudah tidak kuat lagi untuk melanjutkan pelajarannya:
“…dimana ada kemauan, disitu ada jalan.”
Salah satu adegan terbaik dalam film ini adalah saat Sayaka pergi ke Tokyo untuk ujian masuk Keio. Saat dia mengamati kampus dan mahasiswa sukses di sekitarnya, besar tujuannya makin muncul. Setelah gagal pada percobaan pertama, dia melipatgandakan usahanya untuk percobaan kedua, tidak mau menyerah pada mimpi yang telah dia ciptakan untuk dirinya sendiri. Penonton benar-benar mendukung Sayaka sebagai seorang underdog yang mengatasi rintangan melalui tekadnya sendiri.
Film ini memiliki beberapa montase yang menyenangkan dan menginspirasi saat Sayaka mempelajari segala hal mulai dari sastra klasik Jepang hingga bahasa Inggris. Berjuang dari awal secara perlahan-lahan dan memperoleh lebih banyak pengetahuan dan kepercayaan diri. Flying Colors dengan indah menyeimbangkan momen serius dengan optimisme yang energik. Dan itu semua mengarah pada klimaks emosional apakah Sayaka lulus ujian Keio atau tidak. Pengungkapan terakhir membuatku bersorak geregetan.
Di luar alur cerita utama, Sayaka juga mengapresiasi eksplorasi nuansa dinamika keluarga. Sayaka harus menyembunyikan studinya dari ibunya yang bermaksud baik dan tidak memahami ambisinya. Ketegangan keluarga yang semakin bertambah ini meningkatkan pertaruhan bagi Sayaka dalam mengejar mimpinya.
Flying Colors adalah film terlaris di Jepang pada tahun 2015 yang mengunggah perjalanan Sayaka dari putus sekolah hingga menjadi calon mahasiswa Universitas Keio dipenuhi dengan pelajaran hidup yang membangkitkan semangat. Sutradara Nobuhiro Doi menyusun ceritanya dengan indah, membiarkan momen bernafas sekaligus menjaga momentum. Bagi siapa pun yang membutuhkan inspirasi untuk mencapai impian mereka, layaknya Flying Colours hadir khusus untukmu. Film Flying Colors mengajarkan akan arti menggali potensi diri. Lewat sosok Tsubota-sensei, film ini mengingatkan bahwa tiap insan memiliki kemampuan terpendam yang belum tergali maksimal. Dengan kerja keras dan tekad, kita dapat mewujudkan mimpi, seperti yang dilakukan Sayaka.
Flying Colors, film penggugah semangat, mengisahkan lika-liku seorang gadis SMA bernama Sayaka dalam meraih impiannya lulus di Universitas Keio, kampus elit di Tokyo. Lewat cara-cara brilian, Sayaka mengatasi berbagai rintangan dalam hidupnya.
Film ini adalah yang paling banyak diproduksi di Indonesia. Begitu unik dan menarik dengan banyak nilai moral di dalamnya. Nilai perjuangan pun turut menjiwai alur cerita. Bukannya unsur kegalauan dan kesedihan yang hanya membuat mental generasi muda makin rapuh.
Menghadirkan pesan-pesan inspiratif dalam sekuel Indonesia, apakah serumit itu? Ketimbang mengikuti tren global yang kerap mengabaikan nilai-nilai positif bangsa sendiri?
Ataukah ini karena publik yang makin memilih hiburan instan tanpa substansi? Akibatnya, pasar untuk karya-karya inspiratif pun kian menyusut drastis.
Mungkin hidup yang terlampau monoton membuat orang makin stres dan mencari pelarian dari hal-hal trivial tak bermakna.
Kita sudah cukup banyak mengkonsumsi tontonan berbau negatif yang merusak karakter bangsa. Sudah saatnya lebih banyak menghadirkan hiburan yang menginspirasi dan memotivasi. Seperti kisah perjuangan tokoh utama dalam Flying Colors ini. Lewat ketekunan dan pantang menyerah, ia berhasil meraih mimpinya. Pesan-pesan positif semacam inilah yang seharusnya menjadi vitamin bagi generasi milenial dan Gen Z. Agar tumbuh menjadi pribadi yang kuat, optimis, dan berkarakter, bukan manusia rapuh tanpa tujuan hidup.
Dengan menonton kisah perjuangan hidup yang dialami tokoh, penonton bisa belajar banyak hal. Mulai dari etos kerja, pentingnya dukungan orangtua, hingga menemukan passion dan tujuan hidup. Daripada terus-menerus mengkonsumsi hiburan bermuatan negatif yang merusak mental, lebih baik kita menonton film-film inspiratif seperti ini. Sebagai selingan, tentunya film hiburan ringan tetap dibutuhkan. Namun, tak ada salahnya menyeimbangkannya dengan tontonan yang bisa membangun karakter generasi penerus bangsa.
Padahal mengangkat nilai-nilai inspiratif justru penting untuk membangun generasi penerus bangsa yang lebih baik. Bukan semata demi rating atau agar disebut patriotik. Tapi karena kita memang butuh lebih banyak cerita yang bisa memotivasi dan memberi keteladanan, alih-alih memecah belah atau menjerumuskan ke hal-hal negatif.
Mari kita renungkan kembali, apakah sudah cukup banyak karya Indonesia kontemporer yang menginspirasi tanpa harus meniru tren global? Atau masih perlu banyak upaya agar nilai-nilai luhur leluhur kita kembali hidup dalam karya anak negeri? Dengan begitu, hiburan tak sekadar menghibur, tapi juga membangun karakter bangsa.
Kembali ke topik awal lagi, selain Sayaka yang menjadi tokoh utama, film ini juga menghadirkan karakter-karakter lain yang memperkaya alur. Seperti Tsubota-sensei, sang guru pembimbing yang bijaksana dan welas asih, juga ibu Sayaka yang tiada henti memberi dukungan. Ada pula sahabat Sayaka di tempat les yang turut memberinya semangat dalam menjalani perjalanan berliku meraih mimpi. Lewat penokohan yang matang dan alur yang dinamis, film ini sukses menggambarkan perubahan karakter yang signifikan pada diri Sayaka. Dari seorang remaja malas dan apatis, ia bertranformasi menjadi sosok pejuang pantang menyerah dalam meraih cita-cita.
Sosok Tsubota-sensei, sang guru pembimbing, menjadi katalisator penting dalam transformasi Sayaka. Dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan, Tsubota-sensei membimbing Sayaka baik secara akademis maupun moral. Ia tidak hanya mengajari pelajaran umum, tapi juga prinsip hidup yang memancarkan kearifan. Berkat motivasi dan dorongannya, semangat Sayaka untuk meraih mimpi pun terpantik.
Tsubota-sensei menerapkan metode CTL yang variative, unik dan menyenangkan, mulai dari belajar sejarah lewat komik hingga mengasah kemampuan menulis dan berpikir kritis Sayaka melalui kegiatan riset, membaca koran. dan menonton berita. Metode ini membuat Sayaka paham pelajaran dengan cara menarik dan bermakna. Sehingga mengubah konsep dirinya menjadi sosok ideal yang lebih percaya pada kemampuannya. Berkat bimbingan sang guru, kemampuan akademis Sayaka terasah. Dia yang tadinya sering membolos kini rajin belajar dan secara berangsur mampu mengikuti pelajaran di sekolah barunya.
Awalnya, Sayaka sangat terpengaruh ucapan ibunya yang menyuruhnya mencari kebahagiaan alih-alih belajar. Faktor eksternal seperti lingkungan juga mempengaruhi motivasi belajarnya. Tetapi, Yoshiko, sang ibu tercinta penuh kasih sayang dan kepedulian. Buktinya, ibunya rela mengorbankan apapun demi melihat putrinya meraih kesuksesan. Termasuk menyokong les privat Sayaka meski harus mengeluarkan biaya besar.
Pemeran utama Kasumi Arimura sukses memerankan sosok Sayaka yang mengalami transformasi dari remaja apatis hingga pejuang pantang menyerah. Aktor senior Takashi Sorimachi juga memukau sebagai guru bijaksana, Tsubota-sensei. Chemistry keduanya terasa begitu alami dan nyata, membuat hubungan guru-murid yang terjalin tampak hidup di layar. Didukung pula akting memukau dari pemeran-pemeran pendukung seperti Yoko Asaji sebagai Yoshiko sang ibu, film ini menyuguhkan sajian peran yang apik.
Melalui kisah Sayaka, film ini mengajarkan pentingnya kerja keras dan tekad dalam meraih mimpi. Meski dihantam putus asa, dukungan orang-orang tersayang bisa membesarkan hati dan kembali membangkitkan semangat untuk berjuang. Persahabatan Sayaka dan Kazuya juga menggambarkan manisnya chemistry persaudaraan dalam suka maupun duka. Dengan pesan moral yang universal dan penokohan kuat, film ini layak dinikmati penonton dari berbagai usia.
Sosok Sayaka begitu dekat dengan penonton. Ia digambarkan sebagai remaja sederhana yang awalnya tak punya cita-cita. Sayaka awalnya adalah gadis nakal yang enggan belajar dan lebih suka berfoya-foya. Setelah tahu kenyataan yang menyatakan bahawa ia tidak dapat lulus ujian masuk universitas, Sayaka pun mulai down dan pasrah akan keadaannya pada saat itu. Tapi, tidak sampai disitu. Sayaka berubah berkat bimbingan Tsubota-sensei. Dengan arahan sang guru, Sayaka berhasil masuk Universitas Keio, kampus favoritnya. Tekad dan kerja kerasnya yang tak kenal lelah, akhirnya membuahkan hasil manis berupa kelulusan di universitas idaman.
Meski penuh kekurangan, Sayaka digambarkan sebagai gadis ceria dan optimis. Sosok Tsubota-sensei juga memukau sebagai guru penuh kesabaran dan kasih sayang yang senantiasa mendukung Sayaka. Lewat Sayaka, film ini mengajarkan kerja keras dan tekad kuat dapat membuahkan sukses, sekalipun tak memiliki bakat menonjol. Dukungan orang-orang terdekat seperti ibu, Tsubota, dan sahabat, sangat penting bagi kesuksesan Sayaka. Sosok Tsubota-sensei mengingatkan akan arti menyeimbangkan karir dan keluarga.
Penggambaran karakter Sayaka yang kuat menjadi daya tarik tersendiri dalam film ini. Sayaka digambarkan sebagai siswi cerdas namun memiliki hambatan dalam membaca dan menulis. Meski begitu, ia tak pernah menyerah mengejar mimpinya. Teladan yang membangkitkan semangat pantang menyerah menghadapi rintangan.
Selain itu, film ini mengangkat tema tekanan siswa SMA Jepang dalam ujian masuk universitas. Dalam sistem pendidikan Jepang, ujian itu sangat menentukan masa depan. Film ini memperlihatkan dampak tekanan berlebih pada kondisi mental dan kejiwaan para pelajar.
Di sisi lain, film ini juga menggarisbawahi pentingnya dukungan keluarga dan teman saat menghadapi tekanan. Dukungan mereka memberi semangat pada Sayaka untuk terus berjuang. Pesan universal tentang pentingnya jejaring dukungan saat menghadapi problema hidup.
Terkadang Flying Colors terkesan klise dalam penokohan dan alur ceritanya. Beberapa adegan terasa dipaksakan dan terlalu dramatis. Sejumlah karakter kurang dieksplorasi dengan baik dan hanya muncul sekilas dalam cerita. Dengan durasi lebih dari 2 jam, film ini terkesan lambat. Banyak dialog dan adegan yang tidak perlu dan memperpanjang alur.
Film ini memiliki kelemahan seperti alur cerita yang mudah ditebak dan beberapa adegan yang didramatisir.
Ditunjang sinematografi indah dan musik dramatis, film ini sukses membangkitkan emosi penonton. Sayangnya terdapat sejumlah adegan klise dan karakter pendukung yang kurang dieksplorasi, membuat film sedikit prediktabel.
Meski demikian, Flying Colors tetap mampu menginspirasi dan menyentuh hati lewat kisah perjuangan Sayaka. Teladan tentang pentingnya kerja keras, pantang menyerah, dan dukungan orang tercinta dalam meraih kesuksesan sejati. Film ini layak ditonton terutama penggemar drama inspiratif, meski memiliki sejumlah kelemahan. Flying Colors sangat direkomendasikan bagi yang membutuhkan suntikan semangat dan motivasi meraih mimpi. yang juga sangat pas untuk anak muda yang tengah berjuang menghadapi lika-liku kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H